Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pembelajaran Mendalam Pada Pendidikan Pancasila; Dari Hapalan Menuju Makna (Konsep, Aplikasi, dan Asesmen)

21 September 2025   22:48 Diperbarui: 21 September 2025   22:48 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

 

  1. Kurangnya keterampilan guru dalam merancang asesmen autentik.

    • Solusi: Guru bisa mulai dengan rubrik sederhana untuk menilai sikap dan refleksi, lalu mengembangkan secara bertahap.
  1. Kecenderungan siswa pasif. Banyak siswa awalnya malu atau enggan mengungkapkan refleksi pribadi.

    • Solusi: Gunakan metode kreatif seperti menulis jurnal pribadi, membuat poster nilai Pancasila, atau simulasi permainan agar siswa lebih nyaman mengekspresikan diri.

Contoh Praktik Baik: LKPD Terintegrasi Refleksi

Salah satu bentuk konkret penerapan pembelajaran mendalam adalah LKPD (Lembar Kerja Peserta Didik) yang terintegrasi dengan jurnal refleksi.

Misalnya pada tema gotong royong, LKPD bisa memuat:

  1. Pertanyaan pemahaman konsep.
  2. Tugas aksi nyata (misalnya membantu piket kelas).
  3. Kolom refleksi: "Apa yang kamu rasakan setelah bergotong royong?"
  4. Rencana tindak lanjut: "Apa yang akan kamu lakukan untuk menerapkan gotong royong di rumah?"

Dengan begitu, LKPD tidak hanya menjadi lembar soal, melainkan sarana pembelajaran mendalam: memahami, mengaplikasikan, dan merefleksikan.

Dari Kelas Menuju Kehidupan

Esensi pembelajaran mendalam dalam Pendidikan Pancasila adalah memastikan bahwa nilai-nilai Pancasila tidak berhenti di ruang kelas, melainkan menjadi budaya hidup siswa.

  • Gotong royong bukan hanya saat kerja bakti, tetapi juga saat mengerjakan tugas kelompok.
  • Keadilan bukan hanya konsep abstrak, tetapi cara memperlakukan teman tanpa pilih kasih.
  • Persatuan bukan hanya slogan, tetapi sikap menghargai teman yang berbeda suku, agama, atau budaya.

Jika ini tercapai, maka Pendidikan Pancasila benar-benar berhasil: melahirkan generasi yang bukan hanya hafal lima sila, tetapi hidup di dalamnya.

Penutup

Pendidikan Pancasila berada di persimpangan: apakah kita akan terus mengajarkannya sebagai kumpulan hapalan, atau membawanya menuju makna yang sesungguhnya?

Pembelajaran mendalam menawarkan jalan baru: mengajarkan Pancasila dengan kesadaran, makna, dan kegembiraan. Melalui tahapan pemahaman, aplikasi, dan refleksi, siswa tidak hanya mengetahui nilai, tetapi juga menghidupinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun