Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Delapan Kunci Sukses Implementasi SPMI pada Satuan Pendidikan

19 Maret 2019   21:27 Diperbarui: 2 Juli 2021   16:06 70181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(unsplash/taylor-wilcox)

Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan, pemerintah, dalam hal ini Kemendikbud mendorong setiap satuan pendidikan untuk melaksanakan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMI) agar dapat mencapai Standar Nasional Pendidikan (SNP). 

Adapun yang menjadi payung hukumnya  adalah Permendikbud Nomor 28 tahun 2016 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP) Dasar dan Menengah. 

Pada pasal 1 ayat 3 disebutkan bahwa "Sistem Penjaminan MutuPendidikan Dasardan Menengah adalah suatu kesatuan unsur yang terdiri atas organisasi, kebijakan, dan proses terpadu yang mengatur segala kegiatan untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah yang saling berinteraksi secara sistematis, terencana dan berkelanjutan."

Lalu pasal 1 ayat 4 menyatakan bahwa "Sistem Penjaminan Mutu Internal Pendidikan Dasar dan Menengah, yang selanjutnya disingkat SPMI-Dikdasmen adalah suatu kesatuan unsur yang terdiri atas kebijakan dan proses yang terkait untuk melakukan penjaminan mutu pendidikan yang dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan dasar dan satuan pendidikan menengah untuk menjamin terwujudnya pendidikan bermutu yang memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan."

Baca juga :Ironi Pendidikan di Masa Pandemi

Menurut saya, agar implementasi SPMI dapat berjalan sukses, ada  8 (delapan) kunci yang perlu dilakukan. Pertama, Sosialisasi SPMI kepada Warga Sekolah. Hal ini bisa dilakukan oleh Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), Tim Penjaminan Mutu Pendidikan Daerah (TPMPD), fasilitator daerah (pengawas), kepala sekolah, atau Tim Penjaminan Mutu Pendidikan Sekolah (TPMPS).

Ada yang beranggapan bahwa SPMI merupakan sebuah proyek yang sewaktu-waktu bisa datang dan pergi, padahal SPMI adalah amanat dari Permendikbud Nomor 28 Tahun 2016. 

Sekolah-sekolah yang sibuk melakukan SPMI hanya sekolah yang berlabel sebagai "sekolah model" SPMI saja, sedangkan sekolah-sekolah yang tidak "bertatus" sebagai sekolah model kurang peduli melakukan SPMI. Bahkan nama SPMI pun masih asing di telinga mereka. Oleh karena itu, sekolah-sekolah yang belum mengenal SPMI harus mendapatkan sosialisasi.

Bentuk sosialisasi antara lain dalam bentuk tatap muka seperti seminar, In House Training (IHT), Workshop, atau penyebaran informasi baik secara tertulis maupun melalui media audio visual melalui media sosial. Sekolah-sekolah yang ditunjuk sebagai sekolah model pun memiliki lima sekolah imbas agar "virus"  penjaminan mutu dapat semakin banyak menyebar.

Adanya program pengimbasan disamping dapat mempercepat dan memperluas implementasi SPMI, juga dapat membantu peran pemerintah dalam menyosialisasikan SPMI. Ruang lingkup sosialisasi antara lain; latar belakang, tujuan, sasaran, hasil yang diharapkan, mekanisme, siklus dan tahapan SPMI, dan sebagainya disesuaikan dengan kebutuhan.

Kedua, kepemimpinan kepala sekolah yang kuat. Maksud kuat disini bukan otoriter, tapi kuat dari sisi visi, kompetensi, dan komitmennya dalam mengimplementasikan SPMI. Kepala Sekolah merupakan pemimpin sekaligus lokomotif perubahan di satuan pendidikan yang dipimpinnya. 

Baca juga : Penerapan Nilai-nilai Pancasila dalam Lembaga Pendidikan

Dalam konteks implementasi SPMI, kepala sekolah diharapkan menjadi penggerak utama, mendorong, memotivasi, bahkan memberikan contoh kepada semua pendidik dan tenaga kependidikan.

Dengan kewenangan yang dimilikinya, kepala sekolah dapat mengomandoi pembentukan TPMPS, menyusun tupoksi dari TPMPS, menyusun komitmen semua warga sekolah dalam melaksanakan SPMI, memberikan pembinaan, arahan, dan pengawasan agar SPMI dapat berjalan dengan baik. Walau demikian, kepala sekolah tentunya tidak one man show, tetapi memberdayakan semua sumber daya manusia yang ada di sekolah.

Kepala sekolah juga perlu mewujudkan dirinya sebagai pemelajar agar kompeten dan menguasai seputar masalah SPMI, karena sebagai pemimpin, dia wajib memberikan arahan dan bimbingan seputar implementasi SPMI. 

Dia pun perlu mendengarkan berbagai aspirasi dan harapan dari para stafnya berkaitan dengan berbagai program yang perlu dilakukan untuk menyukseskan SPMI, karena kesuksesan SPMI tidak bisa dilakukan sendiri, tetapi memerlukan team work. 

Dengan kata lain, kepemimpinan transformatif dan manajemen perubahan harus diwujudkan oleh kepala sekolah jika SPMI ingin sukses diimplementasikan.

Ketiga, perubahan paradigma warga sekolah. Pelaksanaan SPMI memerlukan perubahan paradigm semua warga sekolah, mulai dari kepala sekolah, guru, staf administrasi, hingga petugas lapangan. Jika selama ini sulit berubah, karena sudah berada di zona nyaman, maka mind set tersebut perlu diubah secara bertahap.

Tantangan dunia pendidikan yang semakin kompleks dan dinamis perlu dijawab dengan peningkatan kualitas satuan pendidikan. Apalagi Indonesia saat ini dihadapkan pada misi besar menyiapkan generasi emas tahun 2045.

Warga sekolah yang kurang peduli terhadap budaya mutu perlu dirangkul dan diajak untuk mulai peduli dan berpartisipasi dalam implementasi SPMI. Hal ini tentunya bukan hal yang mudah. 

Baca juga : Model Homeschooling dalam Mengatasi Keterbatasan Pendidikan Formal

Kepala sekolah atau TPMPS akan dihadapan pada sikap apatis atau sikap acuh tak acuh terhadap program yang dilaksanakan oleh sekolah. Mungkin saja ada yang beranggapan bahwa SPMI hanya menjadi beban baru bagi mereka yang merasa sudah dibebani oleh beragam administrasi sekolah.

Perlu ditegaskan bahwa SPMI bukanlah tumpukan administrasi, tetapi pola pikir, saling keterkaitan dan kesatuan dari beragam elemen pendukung peningkatan mutu dalam rangka mencapai SNP. 

Adapun tumpukan administrasi merupakan  pedoman, Prosedur Operasional Standar (POS), bukti fisik, atau dokumentasi dari program atau kegiatan yang telah dilakukan.

Warga sekolah yang belum paham dan sadar terhadap pentingnya penjaminan mutu perlu terus dibina dan diberikan pemahaman. SPMI bukan beban tetapi sebuah proses untuk membantu sekolah meningkatkan mutunya secara bertahap dan berkelanjutan. 

SPMI bukan hanya sekedar menjalankan kebijakan pemerintah atau perintah atasan, tetapi menjadi sebuah kebutuhan bagi sekolah untuk mencapai SNP.

Keempat, komitmen dari TPMPS dan warga sekolah. Komitmen mudah diucapkan, tetapi kadang sulit untuk diucapkan. Komitmen muncul dari kepedulian, tanggung jawab, dan rasa memiliki. Komitmen juga muncul dari rasa ikut dilibatkan dalam sebuah program atau kegiatan. 

Oleh karena itu, kepala sekolah harus melibatkan semua pendidik dan tenaga kependidikan di satuan pendidikan yang dipimpinnya. Komitmen juga dibangun dari keteladanan kepala sekolah, karena jika kepala sekolahnya kurang berkomitmen dalam mengimplementasikan SPMI, bagaimana dengan para guru stafnya? Hampir dipastikan komitmen mereka pun akan rendah.

Biasanya sekolah membuat spanduk yang berisi komitmen untuk mengimplementasikan SPMI dan ditandatangani oleh semua warga sekolah, tetapi hal itu belum cukup. 

Komitmen bukan hanya tertera pada untaian kata-kata indah yang ada pada spanduk, tetapi yang lebih penting adalah pada sejauhmana pada pelaksanaannya dan disertai dengan bukti-bukti pendukungnya.

Dalam perjalanannya, komitmen bisa naik dan bisa turun. Tergantung situasi dan kondisi. Di awal-awal implementasi SPMI, komitmennya biasanya tinggi. Semangat ber-SPMI menggema, SPMI menjadi euforia. 

Setelah komitmen terbentuk, maka yang diperlukan adalah "merawat" komitmen tersebut. Dan hal tersebut tidak mudah. Perlu keseriusan dari kepala sekolah dan TPMPS. Sikap saling mengingatkan diperlukan untuk "merawat" komitmen tersebut. Sekolah biasanya memiliki grup WA sebagai sarana penyebaran informasi dan komunikasi termasuk yang berkaitan dengan SPMI.

Cara "merawat" komitmen tidak harus selalu dilakukan dengan cara yang formil, satu arah, dan kaku, tetapi bisa dilakukan melaui cara yang santai tetapi serius seperti melalui acara ngopi bareng, makan bersama, piknik, atau acara capacity building bagi semua warga sekolah.

Kelima, berjiwa pemelajar. Agar SPMI bisa dipahami dengan baik, maka semua warga sekolah harus mau menjadi pemelajar atau harus literat. 

Mereka harus mau membaca berbagai perangkat perundang-undangan yang berkaitan dengan 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan (SNP), petunjuk implementasi SPMI, siklus dan tahapan SPMI, format-format yang diperlukan dalam implementasi SPMI, dan sebagainya.

Sekolah dapat memfasilitasi atau menyediakan berbagai sumber informasi yang diperlukan, mencetaknya, atau menyebarkannya melalui e-mail atau grup WA. Selain itu, juga bisa melalui diskusi yang diselenggarakan oleh TPMPS, atau melakukan studi banding ke sekolah lain yang telah "mapan" dalam mengimplementasikan SPMI.

Keenam, memahami setiap tahapan SPMI. Hal ini pada dasarnya dengan jiwa pemelajar dan tingkat literasi warga sekolah dalam mengimplementasikan SPMI, hanya lebih teknis. 

Siklus SPMI terdiri dari lima tahap, yaitu: (1) pemetaan mutu, (2) penyusunan rencana pemenuhan mutu, (3) pelaksanaan pemenuhan mutu, (4) monitoring dan evaluasi, dan (5) penyusunan strategi pemenuhan mutu baru. Setiap tahapan tersebut perlu dipahami dengan baik oleh TPMPS.

Pemetaan mutu bisa dalam bentuk pengisian intrumen Evaluasi Diri Sekolah (EDS) atau pengisian instrumen Pemetaan Mutu Pendidikan (PMP). 

Rencana pemenuhan mutu mengacu kepada hasil pemetaan mutu dan menganut skala prioritas, lalu dimasukkan ke dalam program sekolah jangka pendek, jangka menengah, jangka panjang, Rencana Kerja Tahunan (RKT), Rencana Kerja Sekolah (RKS), dan Rencana Kerja dan Anggaran  Sekolah (RKAS). 

Pelaksanaan pemenuhan mutu sebagai tindak lanjut rencana pemenuhan mutu. Monitoring dan evaluasi dilakukan untuk mengetahui kesesuaian proses keterlaksanaan program atau kegiatan yang dilakukan dengan rencana yang telah disusun untuk dijadikan sebagai bahan evaluasi. Dan strategi pemenuhan mutu baru dilakukan jika pemenuhuan mutu sebelumnya sudah tercapai.

Karena pelaksanaan siklus dan tahapan SPMI selain konsep juga berkaitan dengan hal yang bersifat teknis, maka TPMPS harus paham dan menguasainya, serta harus melek teknologi informasi (TI), karena pengisian instrumen tidak lepas dari penggunaan perangkat TI seperti laptop, mampu mengakses internet, dan sebagainya. 

Biasanya operator sekolah menjadi andalan atau ujung tombak kalau sudah berkaitan dengan TI, karena disamping pekerjaannya tidak lepas dari perangkat TI, ada juga guru yang gaptek dengan perangkat TI.

Ketujuh, konsistensi dalam pelaksanaan SPMI. Konsistensi berkaitan dengan komitmen, dan hal ini pun tidak mudah untuk dilaksanakan. Dalam mengimplementasikan SPMI, sekolah akan dihadapkan berbagai tantangan, baik yang berasal dari pola pikir warga sekolah, keterbasan jumlah SDM, maupun yang berkaitan dengan pendanaan, sarana dan prasarana. 

Ditambah sekolah pun dihadapkan pada berbagai kegiatan yang datang silih berganti, dan tentunya perlu untuk diikuti, dilaksanakan, atau diselesaikan secara cepat.

Berdasarkan kepada hal tersebut, maka peran kepala sekolah sangat diperlukan sebagai pemimpin dan motor perubahan di sekolah. Mental pejuang, pengabdi, dan pekerja keras perlu terus dipupuk dan ditumbuhkan oleh kepala sekolah terhadap TPMPS dan semua warga sekolah. 

Menurut saya, budaya apresiasi baik secara materil maupun immateril dapat menjadi "pupuk" untuk tetap menyuburkan dan mempertahankan konsistensi tersebut.

Kedelapan, pembinaan yang optimal dari TPMPD. Sesuai amanat Permendikbud Nomor 28 tahun 2016, pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota membentuk Tim Penjaminan Penjaminan Mutu Pendidikan Daerah (TPMPD). 

TPMPD provinsi diatur pada 9 ayat (1) sampai dengan (5), dan TPMPD kabupaten/kota diatur dalam pasal 10 ayat (1) sampai dengan (5). Anggota TPMPD sedikitnya terdiri atas unsur; bidang pada bidang pendidikan, pengawas sekolah, dan dewan pendidikan.

Dalam konteks implementasi SPMI di satuan pendidikan, TPMPD Provinsi memiliki tugas dan wewenang untuk melakukan pembinaan, pembimbingan, pendampingan, dan supervisi terhadap satuan pendidikan dalam pengembangan SPMI-Dikdasmen di satuan pendidikan pada pendidikan menengah dan pendidikan khusus.

Sedangkan TPMPD kabupaten/kota memiliki tugas dan wewenang melakukan pembinaan, pembimbingan, pendampingan, dan supervisi terhadap satuan pendidikan dalam pengembangan SPMI-Dikdasmen pada pendidikan dasar.

Dukungan TPMPD bukan hanya menghadiri atau membuka acara yang bersifat seremonial yang berkaitan dengan SPMI, tetapi diharapkan lebih kepada hal yang lebih konkrit seperti;

Menunjuk sekolah-sekolah model yang belum didampingi oleh Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), pembinaan dan pendampingan langsung ke satuan pendidikan, peningkatan kompetensi TPMPS.

Dan menindaklanjuti hasil pemetaan mutu yang dilakukan oleh TPMPS yang memerlukan "intervensi" langsung dari pemerintah daerah, seperti yang berkaitan dengan standar sarana dan prasarana, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar pengelolaan, dan standar pembiayaan.

TPMPD provinsi dan kabupaten/kota juga bertugas dan berwenang memetakan mutu pendidikan dan pelaksanaan SPMI-Dikdasmen di satuan pendidikan pada pendidikan dasar berdasarkan data dan informasi dalam sistem informasi mutu pendidikan di tingkat provinsi, kabupaten/kota. Selain itu, menyusun laporan rekomendasi strategi peningkatan mutu pendidikan di tingkat provinsi, kabupaten/kota. 

Dengan demikian, peran TPMPD dalam penjaminan mutu pendidikan sangat strategis. Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, TPMPD melakukan koordinasi dan kerja sama dengan LPMP sebagai perwakilan Direktorat Jenderal di daerah.

Berdasarkan kepada uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa implementasi SPMI di satuan pendidikan dapat berjalan dengan baik jika 8 (delapan) kunci ini dilaksanakan, karena pada dasarnya penjaminan mutu pendidikan bukan hanya tanggung jawab salah satu pihak, tetapi perlu sinergi dan koordinasi berbagai pihak (stakeholder) yang terkait. Wallaahu a'lam.

Oleh: IDRIS APANDI, Widyaiswara Ahli Madya LPMP Jawa Barat, Penulis Buku Sekolah Kaizen)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun