Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pemuda dan Literasi Kebangsaan

28 Oktober 2017   17:53 Diperbarui: 28 Oktober 2017   18:13 2457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

PEMUDA DAN LITERASI KEBANGSAAN

Oleh:

IDRIS APANDI

(Praktisi Pendidikan, Ketua Komunitas Pegiat Literasi Jabar/KPLJ)

Setiap tanggal 28 Oktober diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda. Dalam perjalanan perjuangan meraih kemerdekaan RI, pada Kongres Pemuda II tanggal 26 sampai dengan 28 Oktober 1928 di Jakarta para pemuda berikrar untuk bertumpah darah satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu Indonesia. Hal tersebut dilakukan untuk menyatukan semangat dan komitmen perjuangan seluruh elemen pemuda di Indonesia seperti Jong Java, Jong Sumatera, Jong Ambon, Jong Selebes untuk bergabung melawan penjajah Belanda.

Perjuangan yang bersifat kedaerahan terbukti gagal mengusir penjajah. Oleh karena itu, hal ini menjadi pelajaran penting bagi semua elemen pejuang untuk mengesampingkan ego kelompok dan suku, serta mengedepankan persatuan dan kesatuan bangsa. Para tokoh pemuda saat itu, seperti Soetomo, Wahidin Sudiro Husodo, Soekarno, Mohammad Hatta, Muhammad Yamin, Natsir, WR Supratman, dan para pemuda lainnya menjadi pelopor dalam pergerakan mencapai kemerdekaan.

Pada masa perjuangan melawan penjajah, para pemuda begitu heroik, pemberani, bersedia mengorbankan jiwa dan raganya, demi meraih kemerdekaan, dan mencapai puncaknya pada tanggal 17 Agustus 1945. Dalam perjalanannya, pascakemerdekaan, hambatan dan tantangan mempertahankan tidak mudah, karena Belanda belum menerima kemerdekaan Indonesia. Oleh karena itu, Belanda melakukan agresi  pertama tahun 21 Juli 1947 dan agresi kedua tahun 19 Desember 1948, hingga akhirnya mengakui kemerdekaan RI melalui Konferensi Meja Bundar (KMB) tanggal 27 Desember 1949.

Pada tanggal 10 November 1945 terjadi perang perlawanan yang dipimpin oleh Bung Tomo, arek Suroboyo,pemuda pemberani dan nasionalis, dengan pekik Allaahu Akbar !!! memimpin para pejuang melawan tentara sekutu yang ingin kembali menjajah Indonesia.

Pada masa kemerdekaan, para pemuda menjadi ujung tombak perjuangan merebut kemerdekaan. Dulu, musuh para pemuda adalah para penjajah dan  perjuangannya bersifat fisik, tetapi pasca kemerdekaan, tantangan yang dihadapi oleh para pemuda adalah berbagai masalah kebangsaan yang memerlukan peran pemuda untuk menjawab berbagai tantangan tersebut. Menjadi aktor pembangunan dan menjadi bagian dari solusi permasalahan.

Hal yang justru memprihatinkan adalah, banyak kalangan pemuda yang telah tidak tahu dan tidak tertarik untuk membaca sejarahnya sendiri. Hal ini berpengaruh terhadap rendahnya rasa kebangsaan. Oleh karena itu, rasa memiliki terhadap bangsa dan negara semakin menurun. Sikap yang muncul justru egois, individualistis, dan pragmatis.

Solidaritas dalam kelompok tampak lebih kokoh dibandingkan dengan solidaritas sesama anak bangsa. Kalau kelompoknya yang dihina, reaksinya sangat ekspresif bahkan mengedepankan emosi, tetapi ketika bangsa dan negaranya terhina, reaksinya dingin-dingin saja, seolah tidak menjadi masalah serius.

Para pemuda dihadapkan pada kehidupan hedonis dan materialistis, seks bebas, penyalahgunaan narkoba, bermental instan, hingga bermental lemah. Narkoba menjadi lonceng kematian bagi para pemuda. Tahun 2015, BNN merilis data bahwa setiap hari ada 50 orang yang mati gara-gara narkoba. Yang pihak yang banyak disasar adalah anak-anak, pelajar, dan mahasiswa. Mereka adalah generasi muda yang diharapkan untuk melanjutkan tongkat estafet pembangunan bangsa. Apa jadinya negeri ini kalau generasi mudanya banyak yang menjadi korban narkoba?

Saat ini pun bangsa Indonesia sedang menghadapi bahasa radikalisme dan gejala bangkitnya kembali komunisme. Sasaran yang paling empuk adalah para pemuda. Mereka banyak yang terpengaruh bahkan ikut menjadi bagian dari gerakan-gerakan tersebut. Ada sekian banyak warga negara Indonesia yang ikut menjadi anggota ISIS  dan gerakan yang berbau komunisme.

Gaya hidup pemuda pun banyak yang terpengaruh gaya hidup barat. Lebih membangga-banggakan produk barat sedangkan budaya bangsa sendiri sudah banyak tidak kenali. Bahasa daerah sebagai bahasa identitas suku bangsa terancam punah karena telah sedikit yang menggunakannya. Bahkan bahasa Indonesia pun sudah banyak terrusak oleh bahasa-bahasa alay yang datangnya kadang musiman. Saat ini tengah populer ungkapan "kids zaman now" yang entah dari mana hal tersebut pertama kali muncul. Padahal apa susahnya mengucapkan kalimat "anak zaman sekarang?" mungkin biar terlihat lebih gaul dan lebih update.

Nasionalisme di kalangan pemuda harus ditingkatkan. Salah satu kuncinya adalah perlunya penguatan literasi kebangsaan. Literasi kebangsaan perlu diberikan pada berbagai jenjang pendidikan, mulai SD, SMP, SMA/SMK sampai dengan perguruan tinggi. Caranya baik melalui pembelajaran, pembiasaan, keteladanan, cerita, dongeng, dan sebagainya.

Pemuda harus diperkenalkan sejarah bangsanya. Jangan sampai mereka lupa terhadap sejarah bangsanya. Begitu berat kemerdekaan ini diraih. Berbasuh keringat, darah, dan air mata. Pada waktu tertentu mereka perlu membaca biografi pahlawan, ziarah kepada makam pahlawan, bersilaturahmi ke veteran pejuang yang masih hidup untuk mendoakan dan meneladani jasa-jasa mereka.

Pancasila sebagai ideologi bangsa perlu diperkenalkan, diketahui, dipahami, dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Pasca reformasi, ditemukan realita bahwa banyak generasi muda yang jangankan memahami makna Pancasila, menghapal sila-sila Pancasila pun kesulitan, karena Pancasila terasing bahkan diasingkan dari kehidupan masyarakat.

Seiring dengan revolusi mental yang dijalankan oleh presiden Joko Widodo, ide penguatan Pancasila kembali dimunculkan. Bahkan dibentuk Unit Kerja Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) bertepatan dengan peringatan hari lahir Pancasila, 1 Juni 2017. Walau demikian, jangan sampai pembinaan Pancasila hanya dijadikan sebagai jargon-jargon dan diekspresikan dalam kegiatan-kegiatan seremonial. Tetapi, harus mampu dicerminkan dalam kehidupan sehari-hari, dan utamanya perlu keteladanan pemimpin. Inilah yang saat ini sulit ditemukan. Pemuda kehilangan figur teladan sehingga mereka lebih bangga terhadap tokoh-tokoh asing daripada pemimpin bangsa sendiri.

Jika para pemuda zaman dulu menjadi pahlawan pejuang kemerdekaan, pemuda zaman sekarang tentunya bisa menjadi pahlawan-pahlawan pembangunan. Disaat bahaya radikalisme dan mengancam, para pemuda harus menjadi agen-agen yang mengampanyekan semangat toleransi, semangat perdamaian, semangat persatuan dan kesatuan bangsa.

Bahaya disintegrasi bangsa saat tidak dapat dianggap enteng. Pemuda harus memiliki kepedulian terhadap kondisi bangsa yang memiliki tantangan semakin kompleks. Pemuda jangan tinggal diam. Harus memiliki daya kritis dan kepedulian. Mampu menawarkan alternatif solusi dari permasalahan bangsa. Pemuda harus menjadi pelopor dan lokomotif pembangunan. Wahai pemuda Bangunlah jiwanya dan bangunlah badannya untuk Indonesia raya. Selamat hari sumpah pemuda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun