Miniseri "Asya Story" masih bisa ditonton di Genflix.
5. FRIENDSHIT
Untuk pertama kalinya saya menggarap komedi melalui serial ini. Sewaktu membaca novelnya, saya memang cukup sering dibuat terbahak. Namun ketika ditelusuri lebih dalam, novelnya berupa sketsa demi sketsa yang kadang acak dengan para karakter yang sering terasa tak real. Maka tugas adaptasi adalah bagaimana mewujudkan karakter-karakter didalamnya tampil membumi dan menjahit sketsa demi sketsa tersebut menjadi adegan berkesinambungan.
Untuk pertama kalinya pula saya menulis sendiri skenario miniseri yang saya sutradarai. Selain sebagai sutradara, saya juga adalah penonton setia serial/miniseri bagus dari seluruh dunia. Maka perspektif saya selalu tentang bagaimana membuat karakter-karakter tak sekedar hidup namun juga relevan. Ketika berjumpa dengan Arlan dan Kana di "Friendshit", kita seakan mengenalinya sebagai salah satu sahabat kita. Tugas saya cukup berat karena juga harus membangun semesta mereka dan membuat latar belakang cerita dimana keduanya berada hingga hari ini.
Bagi saya menulis adaptasi cukup sulit karena saya harus "tega" memilah dan memilih adegan yang perlu ada di miniseri dan mana saja yang harus rela dibuang. Mungkin sebagian pembaca novelnya kecewa karena adegan favorit mereka tak ada di miniseri. Alasannya bisa jadi karena adegan itu tak berfungsi apapun bagi plot utama cerita. Dan dari "Friendshit" saya belajar menerima kritikan secara terbuka dari pembaca setia novelnya.
Miniseri "Friendshit" masih bisa ditonton di Genflix.
6. GENCATAN SENJATA X PERANG DINGIN
Ini adalah kali pertama saya mengerjakan proyek untuk instansi pemerintah. Awalnya saya dikontak teman satu almamater saya di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, dr Elvina Soetopo. Ia bekerja di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional. Ia bercerita soal niatnya untuk membuat tutorial terkait pengendalian amarah yang dikaitkan dengan terapi narkoba.
Ketika saya menanyakan soal bujetnya, saya kaget. Karena bujetnya cukup besar. Maka saya menawarkan dibanding cuma membuat tutorial, kenapa tak membuat film pendek saja? Toh bujetnya lebih dari cukup. Tapi ada 2 mandatory yang harus terwujud dalam proyek tersebut.
Maka saya pun menggabungkan 2 cerita dalam 1 film pendek. Bisa ditonton terpisah, juga bisa ditonton secara berkesinambungan. Pengalaman menarik buat saya ketika membuat mandatory dari klien bisa muncul dalam wujud visual. Bukan sekedar dialog tapi bagaimana mandatory tersebut mengalir dalam cerita.
"Gencatan Senjata x Perang Dingin" menjadi menarik karena ia bercerita soal narkoba tanpa harus menunjukkannya secara visual. Dan saya pun kembali belajar bagaimana bisa berkarya tanpa mengesampingkan idealisme.