Tiap hari ayah menikamkan sejarah di dadanya
meludahkan darah, tubuh anak-anak sebagai kanvas
desis mantra, muntah rupa-rupa luka
wangi dupa dan tembakau bau napasnya
Ayah menancapkan riwayat layaknya pemahat
menggoreskan sawah gerimis, tebu berbaris-baris,
bilur telapak kaki menginjak matahari,
jasmani hangus, sungai keringat, rongsok pundak,
bertaruh tiap jejak
rayakan malam bangkrut di meja judi,
kartu-kartu kalah, hidup-hidup yang payah
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!