Mohon tunggu...
Ichsan
Ichsan Mohon Tunggu... Guru - Belajar menulis

menulis.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ayah

19 Maret 2018   21:25 Diperbarui: 19 Maret 2018   21:40 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Tiap hari ayah menikamkan sejarah di dadanya

meludahkan darah, tubuh anak-anak sebagai kanvas

desis mantra, muntah rupa-rupa luka

wangi dupa dan tembakau bau napasnya

Ayah menancapkan riwayat layaknya pemahat

menggoreskan sawah gerimis, tebu berbaris-baris,

bilur telapak kaki menginjak matahari,

jasmani hangus, sungai keringat, rongsok pundak,

bertaruh tiap jejak

rayakan malam bangkrut di meja judi,

kartu-kartu kalah, hidup-hidup yang payah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun