Mohon tunggu...
Ida Ayu Purnama Bestari
Ida Ayu Purnama Bestari Mohon Tunggu... Dosen (Universitas Pendidikan Ganesha)

Sedang belajar menulis konten - konten pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Batu Direbus Tetap Batu, Mengapa Guru Membutuhkan Filsafat Klasik?

12 Oktober 2025   09:52 Diperbarui: 12 Oktober 2025   10:07 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi digital (Abacus.AI - Seedream 4.0) | Dokumentasi pribadi 

AI bisa memberi jawaban, tapi tidak bisa mengajari murid bertanya yang tepat. Media sosial bisa memberi informasi, tapi tidak bisa mengajari murid menimbang kebenaran. Influencer bisa memberi inspirasi gaya hidup, tapi tidak bisa mengajari murid membedakan popularitas dari kebijaksanaan. Algoritma bisa menyajikan konten yang menyenangkan, tapi tidak bisa mengajari murid memilih yang bermakna.

Inilah yang hanya bisa dilakukan guru: melatih murid untuk tidak sekadar menerima informasi, tapi mengujinya. Tidak sekadar mengikuti tren, tapi menilainya. Tidak sekadar terpikat popularitas, tapi menimbang substansi. Tidak sekadar pintar, tapi bijak.

Dan ini tidak bisa diajarkan lewat ceramah atau modul. Ini hanya bisa diajarkan lewat dialog, contoh, dan pembiasaan---persis seperti yang diajarkan Socrates 2.500 tahun lalu.

Pembelajaran yang Mindful, Meaningful, Joyful Tanpa Jargon Kosong

Kita sering mendengar tiga kata ini: mindful (penuh kesadaran), meaningful (bermakna), joyful (menyenangkan). Tapi apa artinya secara praktis? Plato sudah mengingatkan ribuan tahun lalu. Pendidikan sejati bukan tentang memaksa murid menghafal, tapi membangkitkan rasa ingin tahu dan cinta pada kebenaran. Ketika murid merasakan kegembiraan menemukan jawaban sendiri, ketika mereka merasa "Aku mengerti!" itulah momen paideia yang sesungguhnya. 

Lebih lanjut, filsafat klasik memberi jawaban sederhana:

  • Mindful = murid sadar mengapa mereka belajar ini, bukan sekadar karena "ada di buku" atau "keluar di ujian." Ajak mereka bertanya: "Apa hubungan materi ini dengan hidupku? Dengan masalah nyata?"

  • Meaningful = pembelajaran terhubung dengan realitas. Bukan soal cerita yang dibuat-buat, tapi masalah autentik yang bisa mereka selidiki, diskusikan, dan selesaikan. Misalnya: "Mengapa air sungai dekat sekolah keruh?" atau "Bagaimana kita bisa mengurangi sampah plastik di kantin?"

  • Joyful = bukan berarti selalu main game atau nonton video. Tapi kegembiraan intelektual---saat murid aha! menemukan pola, saat mereka berhasil memecahkan masalah, saat mereka merasa "Aku bisa!" Ini hanya muncul jika pembelajaran menantang tapi tidak menghancurkan, jika ada ruang untuk gagal dan mencoba lagi.

Semua ini tidak butuh teknologi canggih atau anggaran besar. Cukup pertanyaan yang tepat, masalah yang menarik, dan ruang untuk berpikir.

Pesan untuk Guru "Anda Tidak Sendirian"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun