Bisa juga nebeng di kafe atau komunitas seni. Atau pakai model hybrid, toko mungil dengan katalog daring biar stok lebih efisien.
Memang, langkah semacam ini nggak otomatis mengangkat indeks literasi. Tapi seenggaknya membuka jalan. Bikin orang sadar bahwa buku masih ada, bukan sekadar mitos urban kayak toko buku besar yang katanya dulu pernah hidup di Ketapang.
Akhirnya saya sadar, literasi bukan cuma soal mau membaca. Tapi juga soal akses. Kalau aksesnya gampang, orang bisa terbiasa. Kalau aksesnya ribet, orang harus siap berjuang ekstra.
Dan kalau ditanya apa bentuk healing paling manjur buat saya, jawabannya sederhana.Â
Selain Ayas yang baik hati mau kirim buku, ada juga momen ketika pesanan saya tiba dengan selamat, tanpa drama, dan tanpa perlu saya kirim doa khusus ke kurir seolah dia sedang bertugas di medan perang.
Karena demi membeli beberapa eksemplar buku, saya memang harus mengencangkan ikat pinggang lebih dari biasanya.
 MahéngÂ
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI