Mohon tunggu...
Mahéng
Mahéng Mohon Tunggu... Author

Hidup adalah perpaduan cinta, tawa, dan luka. Menulis menjadi cara terbaik untuk merangkai ketiganya.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Nyari Toko Buku di Ketapang Lebih Susah daripada Nyari Kuyang?

12 September 2025   21:41 Diperbarui: 12 September 2025   21:41 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
TBM Honu yang kami dirikan di Pulau Runduma, Wakatobi. Bukti literasi juga soal akses. (Dokumentasi pribadi) 

Saya sempat minta Ayas mengirimkan beberapa buku dari Jakarta. Responsnya bikin saya pengen garuk jendela. Katanya, ia sudah hafal perangai saya. Buku yang dikirim bisa saja cuma numpang lewat, sebentar nongkrong di rak lalu hilang entah ke mana.

Buktinya, koleksi buku yang dulu saya kumpulkan di Jogja, Purwokerto, dan beberapa kota lain sekarang nggak jelas rimbanya.

Akhirnya saya coba beli lewat lokapasar di Jakarta dan Jogja dengan dana sisa cicilan. Prosesnya bikin deg-degan, dan kalau paket buku sudah singgah di DC Cakung, doa paling tulus pun sering kalah. 

Tempat itu semacam purgatorium, mungkin masih butuh rapat paripurna untuk menentukan apakah buku saya layak melanjutkan perjalanan atau baru muncul lagi ketika kurir sudah berganti jadi drone—kuyang sintetis.

Sampai di titik ini, saya merasa membeli buku bukan sekadar transaksi. Buat saya, itu semacam suntikan biar tetap bisa menulis, termasuk di Kompasiana.

Masalahnya, jalannya berliku. Mulai dari mencari toko online yang terpercaya, sampai menunggu pengiriman yang kadang lebih rumit daripada birokrasi RT. 

Belum lagi kurir yang kerja keras dengan gaji seadanya, tapi tetap harus nurut sama Google Maps yang dengan pede bilang “belok kiri”—dan kalau diturutin, ujung-ujungnya bisa nyosor ke kebun sawit atau nyebur ke Sungai Pawan.

Literasi Adalah Akses, Bukan Cuma Minat Baca

Dulu kabarnya ada toko buku besar di Ketapang, meski akhirnya gulung tikar. Kalau benar, wajar muncul pertanyaan: kalau dibangun lagi, apakah nasibnya akan sama?

Data literasi Kalbar memang belum sekuat daerah lain yang punya tradisi membaca lebih mapan. Perpustakaan ada, tapi koleksinya sering bikin senyum. Kadang lebih gampang nemu buku pelajaran yang kurikulumnya sudah pensiun, ketimbang bacaan baru yang bisa bikin orang betah duduk.

Di Ketapang sendiri, akses literasi lebih banyak bergantung pada perpustakaan sekolah, taman bacaan masyarakat, atau komunitas kecil yang bikin ruang baca seadanya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun