Tidak ada bau yang melekat pada tubuhnya sepulang kerja selain bau-bau kehidupan yang dibuang orang-orang yang sudah lelah dengan hal bernama kesetiaan.Â
Setiap pagi, ia berganti baju dan meletakkan seragam kerjanya yang begitu bau itu, lantas menitipkan pada tempat jasa pencucian. Terkadang, tukang cuci bertanya, mengapa seragamnya bisa bau sekali. Menyengat hidung dan sangat menggairahkan.Â
Tole hanya diam sambil tersenyum. Ia jarang menceritakan soal pekerjaannya, selain kepada ibu dan teman-teman indekosnya.
"Bu'e, Tole diterima kerja!" serunya lewat telepon malam itu.Â
Sudah berkali-kali ia melamar di berbagai tempat. Sudah tidak terhitung banyaknya ia mendapat penolakan. Ada satu yang menerima. Tanpa pikir panjang, demi bisa mengirim uang untuk ibunya yang sedang sakit di kampung, demi terus bertahan hidup di kota besar ini, ia langsung mengiyakan tawaran itu.
"Syukur, Le. Kamu harus bersyukur ya!" jawab ibunya nun jauh di kampung dengan suara agak parau. Ibunya menderita batuk-batuk. Sesekali berdahak, beberapa kali berdarah, kejadian terparah seperti lehernya tercekik tidak bisa bernapas.Â
Sudah diobatkan ke mana pun, tidak sembuh-sembuh. Ketika ia mendengar Tole diterima kerja, sedikit banyak memupuk kembali semangatnya untuk sembuh, yang entah sejak kapan sering timbul tenggelam, bahkan hampir redup.
"Iya, Bu'e. Semua juga karena doa ibu. Terima kasih ya."
"Uhuk... uhuk.... uhuk...."
Terdengar suara batuk. Kencang dan panjang sekali.