Tole mendadak naik darah. Ia begitu jengkel. Ia yakin, pemuda itu adalah Wardi, temannya dulu di kampung. Ia sangat marah kepadanya, karena Wardi begitu pelit saat diminta bantuan untuk meminjamkan sejumlah uang guna pengobatan ibu Tole.
Tole mengingat kembali, ia duduk termenung di luar pagar rumah Wardi. Rumah yang begitu megah. Tole sedih, karena satu-satunya orang yang bisa diharap, tidak membantunya.Â
Masa di mana ibunya hampir saja meregang nyawa karena tidak tertolong lagi, diingat betul olehnya sebagai akibat perbuatan Wardi yang pelit itu. Ingin rasanya suatu saat membalas. Saat itu sudah datang. Muncul siasat licik di otak Tole.
Ketika Wardi sedang melampiaskan nafsu di dalam rumah, Tole perlahan berjalan mendekati mobil Wardi. Ia menundukkan diri. Ia menggembosi empat ban mobil itu. Lantas ia kembali duduk di halaman, sambil menekan-nekan topinya ke bawah, berharap Wardi tidak mengenalinya.
Sayang seribu sayang, meskipun Wardi akhirnya kelabakan mengurusi mobil, wajah Tole terlihat. Wardi sengaja memasang kamera pengintai di dalam mobil. Kamera itu bisa merekam siapa saja yang berusaha mencuri dan merusak mobil. Tole tidak tahu.
Sebab geram, Wardi membalasnya. Apakah Tole menjadi pengangguran karena Wardi meminta pemilik rumah bordil itu memecatnya? Apakah Tole kehilangan pekerjaan dan menjadi luntang-lantung di kota itu? Wardi tidak sesempit itu berpikir.
Ia menyuruh anak buahnya di kampung menyebar gosip bohong soal Tole. Bahwa Tole bekerja sebagai gigolo di rumah bordil. Ia mencari uang dari pekerjaan haram. Ia menjadi pelacur laki-laki yang dibayar dengan uang panas. Wardi pun mengirim foto-foto Tole sedang bekerja di rumah itu. Begitu memalukan!
Kabar itu tersebar cepat. Dari mulut ke mulut tetangga, sampai akhirnya diketahui ibu Tole. Merasa tidak kuat menghadapi sindiran tetangga -- meskipun ibu Tole sudah berusaha menjelaskan susah payah bahwa Tole hanya seorang tukang sapu -- akhirnya sakit ibu Tole tambah parah karena pikiran. Ia meninggal, sesaat setelah Tole memutuskan keluar bekerja dari rumah bordil itu.
Dalam rumahnya di desa, Tole merenung di depan jenazah ibu. "Apa memang Tole tidak boleh bekerja di rumah bordil, Bu? Apa memang salah, semua orang yang bekerja di sana?" Tole menangis. Air matanya penuh sesal.
Para tetangga yang melayat masih mencibir. Desas-desus terdengar di sana sini. Tole, pemuda memalukan yang bekerja di rumah bordil.
...
Jakarta
25 Agustus 2021
Sang Babu Rakyat