Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Restoran Lidah

11 April 2021   22:35 Diperbarui: 11 April 2021   23:06 667
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Ada beberapa yang bunuh diri karena termakan omongannya. Mereka percaya, mereka tidak berguna. Mereka percaya, mereka tidak bisa apa-apa. Buat apa hidup kalau begitu?"

Saya menghela napas.

"Wah, jahat sekali orang itu. Tidak boleh seperti itu. Semangat adalah dasar orang untuk hidup. Bila sudah dipatahkan, ya begitu, gampang orang putus asa. Kita harus hadir menyemangati orang-orang, Pak."

Lelaki tua itu tersenyum. Dia seperti terpukau. Mungkin belum ada orang seperti saya yang datang ke restorannya.

Malam semakin larut. Terdengar desau angin. Udara begitu dingin. Beberapa toko di dekat restoran sudah tutup. Masih ada orang yang mengantre membeli.

"Atau, Bapak mau yang ini?" Lelaki tua itu mengambil sebuah lidah. Berwarna merah muda menyala, begitu segar dan menggairahkan.

"Kalau ini, lidah perayu, Pak. Yang punya suka merayu wanita. Banyak yang sudah ditidurinya. Banyak yang setelah diperkosa, ditinggalkan begitu saja. Perempuan-perempuan paling benci dengan orang berlidah ini, Pak."

"Bukan perempuan saja, Pak. Saya juga sebagai laki-laki benci. Perempuan wajib dihormati, wajib pula disemangati," kata saya.

Lelaki tua itu semakin tersenyum. Matanya yang dari awal sinarnya terus meredup, perlahan berbinar-binar. Apa energi positif saya tertular padanya?

"Kamu memang perlu datang ke sini, sahabatku. Mereka sedang butuh semangat," tukas sahabat saya.

"Apa jadinya, Pak, kalau kami makan lidah-lidah itu? Apa kami akan menjadi seperti mereka, yang punya lidah itu?" Saya tiba-tiba penasaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun