Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Ragam Penutup Cerpen yang Menarik

10 Maret 2021   01:38 Diperbarui: 10 Maret 2021   01:48 11490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karena saya sudah membahas Ragam Pembuka Cerpen yang Menarik, alangkah lebih baik saya melengkapinya dengan tulisan ini. Sekaligus, sebagai kelanjutan dari Seberapa Penting Akhir Cerita pada Sebuah Cerpen?.

Saya telah menguraikan bagaimana kedudukan penutup atau akhir pada sebuah cerpen, baik dari sisi cerpenis maupun pembaca. Penutup begitu penting untuk menyempurnakan keindahan cerpen dan sebagai salah satu dasar menilai cerpen itu menarik atau tidak.

Saya belum banyak membaca cerpen. Sampai sejauh ini terbaca sepuluh buku kumpulan cerpen pilihan Kompas dan lainnya, masing-masing 20 cerpen, dan rata-rata dituliskan oleh pengarang besar.

Saya amat-amati, hampir ada kesamaan ragam penutup dari sebagian besar cerpen tersebut. Dari sekian ragam itu, posisi saya sebagai pembaca, sungguh terkejut karena di luar dugaan. Sebagai cerpenis, sungguh menyenangkan, karena tambah wawasan.

Di sini saya tidak bermaksud membatasi pemikiran Anda bahwa penutup cerpen hanya terdiri dari ragam berikut ini. Anda bebas menciptakannya sesuai keinginan Anda sebagai cerpenis. Ini sekadar berbagi hasil belajar saja. Berikut, ragam penutup cerpen yang saya nilai menarik:

Akhir yang tanggung


Dalam cerpen "Kepala di Pagar Da Silva" karya Seno Gumira Ajidarma, diceritakan ada sebuah kepala anak perempuan dari seorang tokoh pergerakan ditancapkan pada tombak pagar rumah tokoh itu. Kepala itu menghadap ke pintu dengan mata terbuka.

Tokoh itu tidak melihatnya ketika masuk rumah. Dalam rumah, ia terngiang-ngiang dengan mimpi istri dan anaknya, lalu tersadar dan ingat bahwa anak perempuannya sejak ia masuk tidak ada di rumah.

Kalimat penutupnya: "Gerimis pun sudah berhenti. Air menetes-netes dari pucuk daun pisang. Da Silva membuka pintu."

Apa yang saya maksud tanggung di sini? Tanggung berarti sebuah perilaku tokoh di akhir cerita yang masih mengundang tanya, alias membuat pembaca penasaran. Cerpenis mempersilakan pembaca membayangkan sendiri, bagaimana perasaan tokoh itu melihat kepala anaknya yang terpenggal. Begitu mengerikan bukan?

Ragam ini saya terapkan pada dua cerpen saya, berjudul "Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden" dan "Kepala Kampung Baru". Saya tutup di sana dengan kalimat "Sulepret membuka gorden" dan "Ia membacanya". 

Saya dengan senang hati menggugah rasa keingintahuan pembaca sekaligus mengajak berimajinasi siapa kira-kira yang ada di balik gorden dan siapa yang terpilih menjadi kepala kampung baru. Bila tidak tertebak, asyik bukan? Ngeselin juga sih, wkakakak... 

Akhir yang sentimental

"Nurjanah terdiam. Ia cuma bisa menjawab dengan isak-isak tertahan."

Kalimat di atas merupakan akhir cerpen "Nurjanah" karya Jujur Prananto, dimuat di Kompas 10 Maret 1991. Nurjanah adalah seorang wanita yang bekerja sebagai penyanyi panggung ke panggung, mencari uang untuk menyembuhkan anaknya yang sakit di kampung. Ketika sakit, anaknya itu bertanya ke mana bapaknya. Nurjanah bereaksi dengan perasaannya.

Terdiam, barangkali ada kebimbangan memikirkan apa jawabannya. Isak-isak tertahan, berarti dia tersiksa dengan kesedihan, anaknya tidak sembuh, kesusahan mencari uang, dan suaminya yang hilang. 

Ya, penutup cerpen yang sentimental menuliskan perilaku atau sikap lakon utama yang menggambarkan perasaannya atas peristiwa yang dikisahkan selama cerpen. Bisa terkesiap, bimbang, sampai pingsan, dan lain sebagainya.

Akhir yang sangat bijak

Saya rasa Anda sudah tahu kalimat-kalimat mana yang mengandung unsur nasihat, membuat orang lebih bijak, berhati-hati dalam berkata dan berperilaku. Biasanya ini berbentuk pesan moral yang ingin disampaikan cerpenis, ditulis di akhir cerita. Mungkin pertimbangannya, cerpenis tidak ingin mengganggu alur cerita dan drama yang diskenariokan dari awal sampai menjelang akhir.

Contoh kalimatnya seperti apa? Anda lebih tahu. Dunia ini sudah kebanyakan nasihat, tetapi tidak banyak yang menjalankannya. Bila saya tuliskan di sini, nanti Anda kira saya menasihati Anda lagi. Hehehe...

Akhir yang berupa kesimpulan


"...hanya berisi kalimat sepotong. Ibuku seorang pelacur."

"...tapi, kini mereka mengerti, itulah sejarah, yang tidak tertulis dalam buku-buku pelajaran sejarah."

Kalimat pertama dan kedua di atas adalah akhir cerpen Seno Gumira Ajidarma berjudul "Pelajaran Mengarang" dan "Pelajaran Sejarah". 

Pada cerpen "Pelajaran Mengarang", seorang anak gadis bernama Sandra harus menuliskan karangan tentang keluarganya. Sepanjang cerpen, diceritakan bagaimana kehidupan ibunya dengan banyak lelaki. Dari hasil pengamatan serta yang dialaminya, Sandra menuliskan kesimpulan, pada karangannya, bahwa ibunya seorang pelacur. Betapa menyedihkan.

Sementara pada cerpen "Pelajaran Sejarah", dikisahkan cerita masa lalu tentang amarah yang berkecamuk, penderitaan yang menyayat hati, rasa kehilangan yang tidak terhenti, dan sebagainya, sebagai dampak dari peristiwa sejarah yang kelam. 

Cerita itu disimpulkan, tidak dicatat dalam buku-buku pelajarah sejarah. Cerita sejarah yang sesungguhnya terjadi lebih kompleks daripada yang tercatat pada buku.

Demikianlah saudaraku sekalian, ragam penutup cerpen yang sekiranya bisa menjadi contoh dan inspirasi bagi siapa saja yang hendak menulis cerpen. Tentu, masih ada ragam lain yang tidak kalah menarik.

Pemikiran pasti berkembang. Variasi pun lebih banyak, tergantung seberapa banyak pula kita membaca. Minimal, dengan pengetahuan saya yang terbatas, semoga tulisan ini bermanfaat bagi Anda.

...

Jakarta
10 Maret 2021
Sang Babu Rakyat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun