Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Cerpenis.

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG @cerpen_sastra, Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen (Pulpen) Kompasiana, Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (Kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), dan Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (Indosiana). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden

1 Maret 2021   15:45 Diperbarui: 1 Maret 2021   20:00 903
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: shopee.co.id

"Aaaaarrgggg!!!"

Terdengar jeritan pada tengah malam. Di luar turun hujan. Guntur menggelegar. Kilat menyambar-nyambar. Daun-daun pepohonan saling bersentuhan, membuat keributan bersama angin yang bertiup kencang, seperti penanda ada sesuatu yang tidak beres terjadi.

Sulepret terjaga dari tidur. Di depannya, seorang anak dengan bibir bergetar dan kaki gemetar duduk lemas di dekat pintu. Matanya memancarkan sorot ketakutan.

"Ada apa Nak? Ada apa?"

Perempuan kecil itu tidak menjawab. Ia menundukkan kepala ke lantai, mengempitnya rapat-rapat dengan kedua kakinya. Sulepret mendekati dan menyentuhnya. Badannya basah. Keringat bercucuran.

"Ada penjahat, Pak!"

Kegemparan masih melanda desa itu. Para warga tidak bisa tidur dengan tenang. Penjagaan di pos keamanan semakin diperketat. Aturan jam malam terus diberlakukan. Orang-orang asing yang mencurigakan ditanyai macam-macam.

Sudah satu bulan warga hidup dalam ketakutan. Desa dengan penduduk berjumlah seratus lima puluh orang itu kian hari kian berkurang penghuninya. Anak-anak satu per satu hilang entah ke mana. Semua berusia di bawah enam tahun. Belum sekolah.

Salah satu ibu pernah melapor. Matanya berkaca-kaca. Pipinya basah. Tersedu-sedu.

"Pak, anak saya Pak, anak saya...," katanya pada Sulepret. Banjir tangisnya semakin deras.

"Kenapa Bu?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun