Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Kampung Kumpang

28 Februari 2021   02:33 Diperbarui: 28 Februari 2021   03:21 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: lintangnews.com

"Tolong! Diam sejenak, jangan ribut. Nanti suara saya tidak terdengar. Yang datang lebih dulu ayo maju. Yang belakangan harap antre!"

Saya heran mengapa kepala kampung begitu mudah memberi pekerjaan itu padanya. Saya saja yang sudah sepuluh tahun di kantor ini, bahkan telah sangat hafal kapan pak kepala tidak pulang ke rumah karena alasan yang berulang-ulang diceritakan, tidak sedikit pun diliriknya. Ini membuat saya menjadi sangat malas memerankan tong sampah.

Sebagai seorang sekretaris, sesungguhnya saya paling berhak. Bila diurut waktu kerja, melewati tiga periode kepala kampung, apalagi posisi saya tidak satu kali pun tergantikan-saya selalu memberi pelayanan terbaik pada setiap kepala kampung, seharusnya saya yang pagi itu berhadapan dengan para warga. 

Belakangan ketika hari sudah usai, saya tahu ternyata orang yang baru diangkat kemarin menjadi pegawai tetap dan melakukan pekerjaan yang saya nanti-nantikan itu adalah kemenakan pak kepala. Saya tidak pernah menebaknya. Pikiran saya terlalu penuh dengan omelan-omelan sialan pak kepala itu. Tentang istrinya.

Selama dua era kepala sebelumnya, sesuai tradisi, pekerjaan itu selalu diserahkan pada pegawai dengan waktu bekerja terlama, alias senior. Harapannya, pekerjaan bisa selesai cepat karena pegawai sudah dikenal warga lebih dulu. Sekaligus, sebuah bentuk penghargaan.

Tepat tahun ini, Pak Wagiyo dengan masa kerja sebelas tahun, satu tahun di atas saya, memasuki masa pensiun. Tentu, seharusnya saya yang berikutnya dapat giliran.

Bukan apa-apa. Dengan melakukan pekerjaan itu, potensi dikenal lebih banyak lagi orang menjadi lebih besar. Kampung Kumpang yang daerahnya hanya berupa pulau-pulau kecil berpenghuni sekitar seribu orang, tidak mungkin saya datangi seluruhnya.

Selain itu, dengan menjadi terkenal, sungguh peluang bagus untuk mencalonkan diri ke depan sebagai kepala kampung. Mungkin pula karena itu, pak kepala sekarang jadi memilih siapa yang mengerjakan pekerjaan itu. Saya tebak dia ingin melanggengkan kekuasaan, dengan meneruskannya pada kemenakannya itu. 

Pekerjaan yang menuntut pertemuan muka satu lawan satu dengan warga itu-menjadi kebiasaan seluruh warga selalu datang, karena takut bila tidak hadir akan disusahkan segala kepentingannya oleh kepala kampung- santer terdengar bisa menambah potensi pendapatan bagi pegawai yang ditunjuk.

Di kampung Kumpang, kebiasaan pelayanan yang mewajibkan pertemuan dengan warga selalu pak kepala yang mengerjakan. Kami pegawai di bawahnya hanya duduk menunggu perintah. Lain halnya dengan pekerjaan satu ini. 

"Nama?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun