Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Kampung Kumpang

28 Februari 2021   02:33 Diperbarui: 28 Februari 2021   03:21 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: lintangnews.com

"Itu bukan anak saya, Pak. Bukan! Anak kurang ajar itu. Dia lari membawa surat tanah saya!"

Sulepret terdiam. Dengan menyodorkan segelas teh panas, dia berusaha menenangkan emosi wanita itu yang seperti hendak memakan orang.

"Ibu tenang dulu. Saya kan hanya tanya."

Biasanya, dari kesaksian Pak Wagiyo-karena sudah akrab jadi dia mau bercerita pada saya-pegawai yang ditunjuk mendapat tambahan penghasilan melalui amplop berisi uang yang dijanjikan terlebih dahulu. 

Waktu hitung yang sudah diatur tidak boleh lebih dari satu hari, kondisi rumah warga yang jauh-jauh dari kantor kampung, menyebabkan ada sebagian warga meminta didahulukan untuk didata, sehingga mereka tidak perlu menginap dan tidak kemalaman kembali ke rumah. Untuk memudahkan, mereka menjanjikan amplop itu.

Sekali lagi, dari mana motor itu bila tidak dari situ? Pasti dia berani ambil utang karena janji amplopnya banyak. Apalagi dia kemenakan pak kepala, tentu lebih dipandang warga.

"Selanjutnya, Pak Muamin!"

Seorang lelaki tua berkemeja rapi berwarna biru muda berlari-lari. Melewati sepuluh antrean, lelaki itu tiba di depan meja Sulepret. Ditariknya kursi dan dia duduk tepat menatap Sulepret. Lelaki itu adalah pengusaha perikanan yang sering menyumbang untuk kegiatan pembangunan di kampung Kumpang.

Salah satu antrean, seorang bapak, pendatang baru dari kota, berteriak.

"Bapak jangan nyelonong begitu! Kami antre dari tadi. Pak Sulepret juga aneh. Yang depan belum dipanggil, masak bapak itu duluan didata!"

Hari semakin siang. Matahari semakin panas. Beberapa warga mengipas-ngipas wajah dengan tangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun