"Kehilangan harus diganti dengan kehilangan. Biar semua orang berpikir dan menghormati derajat wanita." Ingin rasanya dia membalas penjahat itu yang sampai sekarang belum ditemukan dan tidak mampu dia lakukan, dengan ketetapan hukuman itu. Biar tahu rasa.
"Tetapi, bila dikebiri, kasihan kehidupan seksualnya. Dia tidak bisa menjadi lelaki sesungguhnya." Lelaki dari utara terus menawar.
Sang wanita yang mulai kelelahan dengan ocehan dua lelaki di depannya kembali bicara.
"Benar itu katanya. Kehilangan pantas dibalas dengan kehilangan. Biar pikiran dan mata lelaki jalang hancur berkeping-keping. Mereka para penjahat seksual tidak layak berahi lagi."
Lelaki dari utara mengambil napas panjang. Dielus-elus dadanya, seakan memberi kesabaran akan kekalahan perdebatan. Dari awal memang mereka sepakat, suara terbanyak adalah pemenang. Sejak saat kesepakatan diputuskan, hukuman itu mulai diberlakukan.
Karena tidak bisa berkata-kata lagi dan perkara telah usai diputuskan, mereka bertiga kembali ke kediaman masing-masing. Keesokan harinya, pemimpin pergerakan utara itu ditemukan sakit keras dan dirawat di rumah sakit.
Dia terserang strok. Otaknya terganggu dipenuhi pertanyaan-pertanyaan yang tidak bisa dijawab. Bagaimana dia harus berhadapan dengan anak dan pamannya yang lusa hendak kembali ke negerinya.Â
Dia tidak bisa membayangkan penderitaan anak lelakinya yang akan kehilangan jati diri seutuhnya. Kesedihan dan duka mendalam pun akan berbayang menggelayuti hidupnya oleh sebab pamannya tidak akan dilihatnya lagi.Â
Dia tahu, anak lelakinya diam-diam meninggalkan negeri itu karena telah mencabuli seorang wanita. Dia diam-diam tahu pula, siapa orangtua dari wanita yang telah dicabuli anaknya. Orang yang bersitegang dengannya dini hari kemarin.
Sementara pamannya melarikan diri ke daerah lain karena telah mencemarkan nama baik keluarga. Dia menghabisi nyawa ibunya untuk warisan yang telah mereka bagi dua.
...
Jakarta
25 Januari 2021
Sang Babu Rakyat