Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kejahatan yang Tidak Terampuni Itu Bernama Jiplakan

5 Juli 2020   10:53 Diperbarui: 5 Juli 2020   10:58 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Plagiat, Sumber: penadiri.com

Jiplakan.

Sebuah kata dalam Bahasa Indonesia yang sudah jarang sekali terdengar, karena di telinga masyarakat, lebih tenar dengan nama populer "plagiat". Bukan plagiasi ya, karena kata ini tidak ditemukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi daring.

Plagiat adalah pengambilan karangan (pendapat dan sebagainya) orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan (pendapat dan sebagainya) sendiri, misalnya menerbitkan karya tulis orang lain atas nama dirinya sendiri. Nama lainnya, jiplakan. Begitulah KBBI mengutarakannya. 

Kalau di dunia komputer, bisa dipersamakan dengan teknik copy paste, mengopi dan menyalin, kemudian diakhiri dengan penggantian nama si pencipta, menjadi nama si pengkopi.

Nah, contoh nyatanya, masih santer di telinga kita, beberapa waktu yang lalu, peristiwa seseorang yang menjiplak karya orang lain, melalui video bernyanyi di salah satu media sosial. Akhirnya, video itu pun dicabut dari daftar tayangan oleh pemilik media sosial tersebut. Sudahlah, tanpa perlu penulis sebutkan, pembaca pasti sudah tahu namanya.

Kejahatan yang Tidak Terampuni

Ilustrasi Penjahat, Sumber: merdeka.com
Ilustrasi Penjahat, Sumber: merdeka.com

Mari kita bayangkan.

Berawal dari ungkapan yang penulis pernah dengar, "Ide itu mahal, Jenderal". Iya, ide dinilai mahal karena susah untuk menemukannya. Contoh sederhananya, bagi yang suka mengamati cara para ilmuwan dalam menemukan ide tentang sesuatu, pasti diawali dengan berpuluh-puluh, beribu-ribu kali, bahkan sampai tidak terhitung,  kegagalan dalam percobaan yang mereka lakukan. 

Mereka berhasil mengalahkan kekecewaan yang ditimbulkan dari kegagalan, dengan semangat pantang menyerah dan terus bereksperimen. Akhirnya, penemuan pun berhasil, memberikan manfaat bagi masyarakat dunia, dan sebagai penghormatan, penemuan tersebut diabadikan sampai selama-lamanya atas nama mereka.  

Di dunia nyata, banyak cara yang ditempuh seseorang untuk mencari ide. Mulai dari memperbanyak membaca buku, mengobrol dan bertukar pikiran dengan sesama, pergi berlibur ke objek wisata, mengerjakan hobi, dan masih banyak lagi. Semua itu pastinya butuh tenaga, waktu, dan biaya. Tidak sedikit malah.

Itu semua, mereka lewati dengan jerih lelah, hanya untuk mencari si "ide". Maka ketika itu dicuri, kata bang Rhoma, "sungguh terlalu". Tidak terampuni, penulis tambahkan.

Antisipasi jiplakan

Ilustrasi sanksi bagi para penjiplak, Sumber: koran-jakarta.com
Ilustrasi sanksi bagi para penjiplak, Sumber: koran-jakarta.com

Menyimak begitu sulitnya pencarian akan sebuah ide, maka tidak heran, sering kita temui dalam setiap tulisan, ketika penulis mengutip tulisan orang, diterakan sumbernya pada catatan kaki. Minimal, disebutkan sumbernya dalam paragraf di tulisannya. Bagi para Kompasianer, adalah wajib menerakan sumber pada setiap foto yang digunakan untuk membuat tulisan menjadi semakin menarik dibaca. 

Selain itu, dalam setiap video musik di media sosial, terutama video meng-cover lagu orang yang kini sedang marak-maraknya merebak di sana sini, pada bagian kredit-nya (keterangan), juga dicantumkan nama dari si pencipta lagu.  

Iya, ini adalah sebuah bentuk perhormatan terhadap ide dan karya seseorang.

Tambahan untuk karya foto, tersimak pula banyak foto yang telah diberikan nama penciptanya di ujung kanan bawah foto tersebut. Menempel pada foto. Ini sungguh ide yang bagus, mengantisipasi jiplakan, semisal si penjiplak tidak menerakan nama pencipta di karyanya.

Pemerintah juga tidak tinggal diam melihat kejadian ini. Terbukti, telah diatur sanksinya secara tegas bagi orang yang melakukan plagiat, salah satunya sebagaimana Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 70, yang berbunyi, 

"Lulusan yang karya ilmiah yang digunakannya untuk mendapatkan gelar akademik, profesi, atau vokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) terbukti merupakan jiplakan dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)."

Masih banyak juga tentunya, peraturan lain yang ditetapkan pemerintah, untuk meminimalisir tindakan jiplakan ini, dalam berbagai bidang karya. Pembaca bisa mencarinya sendiri, hehe.

Tanggapan...

Ilustrasi reaksi geram, Sumber: palingseru.com
Ilustrasi reaksi geram, Sumber: palingseru.com
Bagaimana reaksi kita? Orang yang menjiplak mungkin bisa kita beri ampun, tetapi untuk perilakunya, tidak bisa diampuni sama sekali, tidak ditolerir. Bukan bermaksud untuk melebih-lebihkan, tetapi ketika membayangkan bagaimana sulit dan kompleksnya proses seseorang bisa menemukan ide, kemudian dengan mudahnya dicuplik dan diklaim sebagai karya si penjiplak, itu bisa diibaratkan dengan ada dua orang di pinggir jurang, yang sedang berkelahi. 

Satu bernama ide, satu lagi bernama jiplakan. Si ide memukul kalah jiplakan, dan mendorongnya hingga jatuh ke dalam jurang. Iya, jiplakan memang pantas untuk dibuang.

Ingat ya, ilustrasi tadi berbicara tentang ide dan jiplakan, bukan si pencipta ide dan si penjiplak. Objek, bukan subjek. Karena penulis yakin, ketika subjek, si penjiplak tersebut dididik, pasti bisa berubah ke arah yang lebih baik, menjadi tidak menjiplak lagi.

Dan ini, bukanlah curahan hati si penulis, tetapi hanya sekedar beropini melihat fenomena jiplakan yang kerap penulis temui di lapangan, termasuk yang santer tadi di pembuka tulisan ini. 

Jadi, marilah kita hormati karya orang, dengan memberikan apresiasi dan masukan untuk penyempurnaan, tentunya tidak dengan menjiplak.

"STOP PLAGIAT."

Jakarta,

5 Juli 2020

Sang Babu Rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun