Meskipun sepertinya bukan uang yang kita berikan, setidaknya ada tenaga dan waktu, yang secara tidak langsung, telah kita korbankan dalam bantuan tersebut. Bahkan ide atau gagasan dari pemikiran kita, yang kita sumbangkan, itu juga sebuah pengorbanan.
Pengorbanan berarti ada yang hilang dari yang kita punya. Dan ketika kehilangan itu terjadi, cenderung keluhan, keberatan, dan penolakan akan keluar dari perkataan kita. Siapa sih yang mau rugi? Sepertinya tidak ada, semuanya mau untung, untung, dan untung.
Nah, disini, ketika kita telah tahu dari awal bahwa bantuan dan pengorbanan sudah satu paket, dan kita telah mantap membantu, maka seharusnya memang tidak ada keluhan dalam pengerjaan bantuan tersebut.Â
- Tidak mengharapkan pamrih
Ajaran dari kecil berkata bahwa dalam berbuat baik, janganlah mengharapkan imbalan. Jujur, terkait imbalan, atau yang lebih tenar sedari dulu dengan kata "pamrih", banyak orang yang mengharapkannya.Â
"Gw bantu lo, tapi lo bantu gw yah." Nah, secara tersirat, sudah hadir si "pamrih" dalam niat bantuan tersebut.
Ketika kita telah membantu orang, dan kita melakukannya dengan senang hati, itu tandanya bahwa membantu telah menjadi sebuah hobi. Tidak ada seorang pun yang melakukan hobinya, atas dasar ketidaksenangan.Â
Iya, di sini, hobi membantu orang tidak akan pernah berujung kepada pamrih, karena sejatinya telah menjadi sebuah kebiasaan yang menyenangkan, dan bagi orang tertentu, terasa kurang afdol ketika belum melakukannya.Â
Dan poin ketiga ini, bila dirangkum dalam satu kata, "ikhlas" namanya. Dalam kan maknanya? Penulis pun telah menyadarinya sejak lama, tetapi baru menuliskannya sekarang.
Jakarta,
30 Juni 2020
Sang Babu Rakyat