"With my pleasure"Â
Inilah perkataan dalam Bahasa Inggris, yang bila diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia, berarti "dengan senang hati". Sebuah ungkapan yang menyenangkan, jauh dari sautan tentang pertengkaran, bahkan tidak ditemui dalam perdebatan.
Ungkapan "dengan senang hati" tidak pernah dijumpai pada awal percakapan sehari-hari dengan sesama, melainkan terbiasa berperan sebagai penutup perbincangan. Bukan prolog, tetapi epilog.Â
Ungkapan ini biasa terlontar kebanyakan dalam kondisi dua hal. Pertama, sebagai jawaban ketika kita dimintakan pertolongan oleh orang lain.
"Selamat pagi Bro, bisa minta tolong bro?"
"Dengan senang hati, brother."
Untuk yang kedua, ungkapan ini digunakan sebagai tanggapan kepada orang lain, yang memberikan apresiasi dan ucapan terima kasih atas bantuan kita kepadanya.Â
"Terima kasih ya bro atas bantuannya, sungguh kalau tidak ada brother, saya tidak tahu harus bagaimana lagi hari ini."
"Dengan senang hati, brother."
Penulis pun termasuk salah satu yang suka menggunakan ungkapan tersebut. Mengapa suka? Karena bila ditelusuri lebih lanjut, sesungguhnya ada tiga makna mendalam yang tersirat, yang penulis sukai, dari ungkapan tersurat tersebut. Inilah dia:
- Tidak ada keterpaksaan
Ketika kita dimintakan bantuan, dan kita berujar ungkapan tersebut, ini menyatakan bahwa kita mau untuk memberikan bantuan.Â
Dengan sepenuh hati, dalam sebuah niatan yang baik, yang tidak dipengaruhi oleh orang lain. Tidak ada keterpaksaan, karena bukan mulut kita yang berujar, tetapi hati kita yang menjawabnya.
- Tidak ada keluhan
Ketika kita bersedia membantu orang, berarti ada konsekuensi yang harus kita tanggung. Dalam setiap bantuan, pasti ada pengorbanan yang kita keluarkan.Â
Meskipun sepertinya bukan uang yang kita berikan, setidaknya ada tenaga dan waktu, yang secara tidak langsung, telah kita korbankan dalam bantuan tersebut. Bahkan ide atau gagasan dari pemikiran kita, yang kita sumbangkan, itu juga sebuah pengorbanan.
Pengorbanan berarti ada yang hilang dari yang kita punya. Dan ketika kehilangan itu terjadi, cenderung keluhan, keberatan, dan penolakan akan keluar dari perkataan kita. Siapa sih yang mau rugi? Sepertinya tidak ada, semuanya mau untung, untung, dan untung.
Nah, disini, ketika kita telah tahu dari awal bahwa bantuan dan pengorbanan sudah satu paket, dan kita telah mantap membantu, maka seharusnya memang tidak ada keluhan dalam pengerjaan bantuan tersebut.Â
- Tidak mengharapkan pamrih
Ajaran dari kecil berkata bahwa dalam berbuat baik, janganlah mengharapkan imbalan. Jujur, terkait imbalan, atau yang lebih tenar sedari dulu dengan kata "pamrih", banyak orang yang mengharapkannya.Â
"Gw bantu lo, tapi lo bantu gw yah." Nah, secara tersirat, sudah hadir si "pamrih" dalam niat bantuan tersebut.
Ketika kita telah membantu orang, dan kita melakukannya dengan senang hati, itu tandanya bahwa membantu telah menjadi sebuah hobi. Tidak ada seorang pun yang melakukan hobinya, atas dasar ketidaksenangan.Â
Iya, di sini, hobi membantu orang tidak akan pernah berujung kepada pamrih, karena sejatinya telah menjadi sebuah kebiasaan yang menyenangkan, dan bagi orang tertentu, terasa kurang afdol ketika belum melakukannya.Â
Dan poin ketiga ini, bila dirangkum dalam satu kata, "ikhlas" namanya. Dalam kan maknanya? Penulis pun telah menyadarinya sejak lama, tetapi baru menuliskannya sekarang.
Jakarta,
30 Juni 2020
Sang Babu Rakyat