Mohon tunggu...
Moh Arie Setyawan
Moh Arie Setyawan Mohon Tunggu... Penulis - Writer

Freelance Writer

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sekularisme atau Teokrasi? Menggugat Politik Agama dalam Kebijakan Pemerintah

9 Juni 2023   03:07 Diperbarui: 9 Juni 2023   03:15 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : nalarpolitik.com

Indonesia, sebagai negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam terbesar di dunia, telah menghadapi tantangan dalam mengatur peran agama dalam tata pemerintahan yang menganut sistem demokrasi. Salah satu isu yang menarik perhatian adalah peran agama dalam tata pemerintahan, terutama dalam konteks mengadopsi sistem demokrasi. Dalam artikel ini, saya akan mencoba menggali beberapa aspek terkait mengapa banyak warga negara Indonesia menolak sekularisme, pengaruh politik agama yang kuat, beberapa kasus diskriminasi agama minoritas, serta pro dan kontra terkait penerapan sekularisme di negara demokrasi.

Sebelumnya, Penting untuk memahami konteks sosial, budaya, dan sejarah Indonesia saat membahas peran agama dalam tata pemerintahan. Dimana, Indonesia memiliki keragaman agama dan kepercayaan yang signifikan, termasuk Islam, Kristen, Hindu, Budha, dan agama-agama tradisional. Agama telah memainkan peran yang kuat dalam kehidupan masyarakat Indonesia, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam konteks politik. Oleh karena itu, peran agama dalam tata pemerintahan sering kali menjadi topik yang sensitif dan kompleks.

Banyak masyarakat yang menolak konsep Sekularisme. Dan salah satu alasan mengapa banyak warga negara Indonesia menolak sekularisme adalah karena Indonesia memiliki identitas sebagai negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam. Bagi sebagian orang, menolak peran agama dalam pemerintahan bisa dianggap sebagai bentuk pengkhianatan terhadap nilai-nilai keagamaan yang mereka anut. Selain itu, faktor budaya dan sejarah juga berperan dalam menentukan pandangan masyarakat terhadap sekularisme.

Lantas apa yang dimaksud dengan Sekularisme?Sekularisme adalah konsep bahwa harus ada pemisahan antara agama dengan institusi atau badan negara. Sekularisme menegaskan pemisahan antara agama dan negara, di mana negara tidak memihak pada agama tertentu. Namun, banyak warga negara Indonesia yang menolak konsep ini. Penolakan itu juga di dasari dari Ketidaktahuan dan miskonsepsi tentang sekularisme itu sendiri. Banyak masyarakat yang menganggap bahwa sekularisme adalah penolakan terhadap agama dan menciptakan masyarakat yang tidak religius. Kurangnya pemahaman tentang prinsip-prinsip sekularisme mengakibatkan persepsi negatif terhadap konsep ini.

Pengaruh politik agama yang kuat di Indonesia juga menjadi faktor yang mempengaruhi penolakan terhadap sekularisme. Sejak kemerdekaan Indonesia, Agama telah memainkan peran signifikan dalam politik Indonesia, baik sebagai alat mobilisasi massa maupun alat pemersatu. 

Bahkan seringkali dimainkan sebagai alat politik yang kuat untuk mendapatkan dukungan massa. Partai politik dengan afiliasi agama sering kali memanfaatkan sentimen keagamaan untuk memperoleh suara dalam pemilihan umum. Hal ini membuat adanya pergeseran identitas politik berbasis agama dan penggunaan simbol-simbol agama dalam kompetisi politik yang seringkali mempengaruhi pengambilan keputusan politik di tingkat nasional maupun daerah. 

Hal ini mengarah pada pertanyaan apakah agama seharusnya memiliki pengaruh langsung dalam kebijakan publik?. Dalam beberapa kasus, hal ini telah menyebabkan adanya diskriminasi terhadap agama minoritas dan bahkan kekerasan berbasis agama. Polarisasi agama dalam politik telah memperumit upaya mencapai keseimbangan antara agama dan negara dalam konteks demokrasi.

Sepanjang sejarah Indonesia, ada beberapa kasus diskriminasi yang terjadi terhadap agama minoritas yang dilakukan baik oleh anggota kelompok masyarakat maupun oknum pejabat. Beberapa kasus meliputi pembatasan kebebasan beragama, penolakan pembangunan tempat ibadah, hingga tindakan kekerasan terhadap agama minoritas. Kasus-kasus tersebut mencerminkan bahwa peran agama dalam tata pemerintahan masih belum sepenuhnya inklusif. Ketidakadilan dan perlakuan yang tidak setara terhadap agama-agama minoritas menimbulkan kekhawatiran akan pengaruh agama dalam tata pemerintahan, di mana prinsip kesetaraan dan kebebasan beragama tidak sepenuhnya terwujud. 

Secara prinsip, sistem demokrasi menjamin kebebasan beragama bagi seluruh warga negara. Peran politik identitas serta beberapa kasus diskriminasi yang dilakukan beberapa oknum kelompok masyarakat menimbulkan pertanyaan tentang sejauh mana agama dapat memengaruhi kebijakan publik dan apakah agama harus memiliki posisi khusus dalam pemerintahan terus memunculkan pro dan kontra sekularisme.

Perdebatan pro dan kontra sekularisme menjadi penting dalam upaya mencapai harmoni dan keadilan sosial. Pendukung sekularisme berpendapat bahwa pemisahan agama dan negara diperlukan untuk menjaga kebebasan beragama semua warga negara dan menghindari diskriminasi terhadap agama minoritas. Mereka berpendapat bahwa dengan mengadopsi prinsip sekularisme, negara dapat memperlakukan semua agama secara adil tanpa memihak pada satu agama tertentu. Selain itu, sekularisme juga dianggap sebagai upaya untuk menjaga kemerdekaan individu dalam memilih dan menjalankan agama sesuai dengan keyakinan pribadi mereka.

Di sisi lain, kontra sekularisme berpendapat bahwa agama harus memiliki peran yang kuat dalam tata pemerintahan. Mereka berargumen bahwa agama adalah bagian integral dari budaya dan identitas nasional, dan keterlibatan agama dalam kehidupan publik dapat membantu memelihara moralitas dan nilai-nilai yang dianggap penting bagi masyarakat. Mereka khawatir bahwa pemisahan agama dan negara dapat mengancam eksistensi agama dalam masyarakat.

Sumber gambar : ugm.ac.id
Sumber gambar : ugm.ac.id

Lantas apa konsep yang dianut Indonesia? Sekularisme atau Teokrasi? Menurut Komisioner Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIB), Prof. Mahfud MD., mengatakan Indonesia bukanlah negara agama dan juga bukan negara sekuler, tetapi religious nation state atau negara kebangsaan yang berketuhanan. Hal ini disampaikannya saat Menjadi salah satu pembicara dalam Kongres Pancasila X yang diselenggarakan oleh UGM. Mahfud menyebutkan Indonesia bukan negara agama sebab negara agama hanya memberlakukan hukum satu agama dalam hukum negara. Bukan pula negara sekuler karena karena negara sekuler memisahkan sepenuhnya urusan negara dengan urusan agama.

Pernyataan tersebut menegaskan pentingnya menjaga keseimbangan antara agama dan negara, di mana Pancasila menjadi penengah dalam mengelola peran agama dalam tata pemerintahan.

Pancasila, sebagai dasar ideologi negara Indonesia, memiliki peran penting dalam merangkul keberagaman agama dan menjaga keseimbangan antara agama dan negara. Prinsip-prinsip Pancasila, seperti Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, memberikan landasan yang kuat untuk mengatasi perbedaan agama dalam konteks tata pemerintahan.

Dalam prakteknya, Pancasila menjadikan kebebasan beragama sebagai hak fundamental setiap warga negara Indonesia. Keberagaman agama diakui dan dihormati, dan setiap individu memiliki kebebasan untuk mempraktikkan agamanya sesuai keyakinan masing-masing. Pemerintah diharapkan memastikan perlindungan terhadap hak-hak agama minoritas dan mencegah diskriminasi berdasarkan agama.

Selain itu, Pancasila juga menempatkan prinsip persatuan Indonesia sebagai landasan yang penting. Meskipun agama memiliki peran dalam kehidupan masyarakat, namun kepentingan nasional dan persatuan bangsa harus diutamakan. Agama tidak boleh digunakan sebagai alat untuk memecah-belah masyarakat atau menciptakan ketidakharmonisan. Dalam konteks tata pemerintahan, prinsip persatuan Indonesia mengingatkan bahwa keputusan politik haruslah berdasarkan pada kepentingan bersama dan aspirasi seluruh rakyat.

Namun, dalam menghadapi tantangan ini, perlu ada langkah-langkah konkret untuk memastikan agar peran agama dalam tata pemerintahan tidak melanggar prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan. Pertama, penting untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang konsep sekularisme yang sebenarnya, sehingga miskonsepsi dapat diatasi. Edukasi yang baik akan membantu mengatasi ketidaktahuan dan mempromosikan dialog dan pemahaman antara agama-agama.

Kedua, perlunya menjaga kemandirian lembaga-lembaga negara dari pengaruh politik agama yang berlebihan. Lembaga-lembaga tersebut harus menjalankan tugas dan fungsi mereka secara independen dan objektif, tanpa adanya intervensi atau dominasi agama tertentu. Prinsip keadilan dan kesetaraan harus dijunjung tinggi dalam proses pengambilan keputusan, sehingga agama tidak digunakan sebagai alat untuk mendapatkan keuntungan politik.

Ketiga, penting untuk memperkuat sistem hukum yang melindungi hak-hak agama minoritas. Langkah-langkah tegas harus diambil untuk mencegah diskriminasi agama dan menjamin perlindungan terhadap kebebasan beragama bagi semua warga negara Indonesia. Ini dapat melibatkan penegakan hukum yang kuat terhadap pelaku diskriminasi agama dan penegakan prinsip-prinsip keadilan dalam pengadilan.

Terakhir, perlu ditingkatkan dialog dan kerja sama antara pemimpin agama dan pemerintah. Kolaborasi yang erat antara kedua belah pihak dapat membantu mengatasi perbedaan dan mencari solusi yang menguntungkan bagi semua pihak. Dialog lintas agama dan interaksi yang lebih terbuka antara pemimpin agama dan warga negara dapat membantu membangun pemahaman yang lebih baik tentang nilai-nilai yang sama-sama dijunjung tinggi, seperti toleransi, keadilan, dan perdamaian.

Dalam kesimpulannya, peran agama dalam tata pemerintahan Indonesia yang mengadopsi sistem demokrasi merupakan isu kompleks dan sensitif. Pengaruh politik agama yang kuat, serta kasus diskriminasi agama minoritas menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi perdebatan dan penolakan terhadap sekularisme di Indonesia. 

Namun, melalui prinsip-prinsip Pancasila sebagai penengah, Indonesia dapat menjaga keseimbangan antara agama dan negara, menghormati kebebasan beragama, dan memastikan keadilan bagi semua warga negara Indonesia, tanpa mengabaikan persatuan dan kepentingan nasional. Penting bagi semua pihak untuk terus berkomunikasi, berdialog, dan bekerja sama dalam upaya menjaga harmoni dan keadilan dalam kerangka tata pemerintahan yang demokratis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun