Bahkan saking relatifnya, menjadi ambigu. Masih ingat dengan tulisan singka saya tempo hari? Saya memberikan satu contoh kasus: Â Negara membutuhkan income dari pajak. Maka Negara mengundang para investor. Pajak dari investor itu nantinya akan digunakan untuk keperluan rakyat. Mulai dari kesehatan, hingga infrastruktur. Apa yang dilakukan pemerintah itu benar karena peduli dengan rakyatnya.Â
Dan apa yang dilakukan investor itu sudah benar karena membayar pajak. Tetapi investor itu merusak lingkungan, merampas tanah, membunuh kaum kecil yang mempertahankan miliknya. Apakah membungkam dan membunuh itu sesuatu yang benar? Jelas salah.Â
Padahal nantinya investor akan membayar pajak dan hasilnya dinikmati oleh rakyat. Rakyat menikmati kebijakan pemerintah, benar, kan? Tapi salah karena ada kaum yang dibungkam dan dibunuh oleh investor demi pajak serta demi kebaikan orang banyak. Sudah jelas ini ambigu. Dan inilah realitanya hidup di jaman Post Modernisme.
Contoh lain yang pernah saya berikan yaitu, ada seorang kakek tua yang ditampar oleh seorang wanita. Kita yang tidak tahu permasalahannya akan menyalahkan si wanita. Padahal, kakek tua itu meng-grepe-i tubuh si wanita. Si kakek salah, kan? Ada lagi. Katakanlah ada pemuda baik yang setiap harinya memberi makan dan uang kepada satu orang yang sangat miskin. Kita yang awam pasti akan memuji sifat si pemuda.Â
Padahal, dengan kebaikan si pemuda itu, orang miskin tersebut jadi malas bekerja. Orang miskin itu hanya hidup dari belas kasih orang lain. Salah, kan? Lalu yang terakhir. Baiq Nuril merekam tindakan pelecehan yang ia terima dan menyebarkannya ke media sosial. Apa yang dilakukan Baiq Nuril tampak benar karena ia ingin semua orang tahu kelakuan bejat pria yang melecehkannya. Kita yang awam pasti akan membela Baiq Nuril.Â
Tetapi pada faktanya, sebelum dapat amnesty, Baiq Nuril melakukan hal yang salah karena telah mencemarkan nama baik pelaku. Ingat, UU ITE Negara kita ini amburadul! Pelaku benar menjebloskan Baiq Nuril ke penjara atas dasar UU ITE. Seharusnya  Baiq Nuril tidak memviralkan video itu dan menyerahkan video itu ke polisi sebagai barang  bukti.
Sudah bisa mencerna dengan apa yang saya maksud? Dari bagian 1 hingga bagian 4, saya ingin membuka pikiran kalian lebar-lebar. Menelanjangi logika serta pola pikir kalian. Kita harus mengedepankan akal, logika, pikiran yang sehat. Kita jangan mengedepankan nurani, hati, perasaan. Karena apa? Yang kita rasakan tidaklah nyata! TAMAT.