Tabanan, 26 September 2025 --- Di tengah riuhnya bunyi gamelan Bali yang khas, alunan Hadrah Islami mengalun merdu menciptakan harmonisasi yang memukau ratusan penonton di Gedung Kesenian I Ketut Maria, Tabanan. Momen langka namun penuh makna ini terjadi dalam Festival Budaya Delod Peken VI bertajuk "Dharma Sidhi Sadhu Nuraga Winangun", di mana Yayasan Al-Amin Tabanan tampil membawakan kolaborasi seni lintas budaya yang menjadi sorotan utama acara.
Ketika Dua Tradisi Bersatu dalam Satu Panggung
Penampilan yang mengusung lagu "Nusantara" ini memadukan tiga elemen seni sekaligus: Hadrah sebagai representasi seni Islami, Gamelan Bali sebagai identitas budaya lokal, dan tari kreasi sebagai ekspresi artistik generasi muda. Kolaborasi ini bukan sekadar pertunjukan seni biasa, melainkan sebuah Statement kultural yang kuat tentang bagaimana keberagaman dapat diwujudkan dalam harmoni yang indah.
Hadrah, dengan rebana dan syair-syair bernuansa Islami, berpadu sempurna dengan dentingan gangsa, kendang, dan ceng-ceng khas gamelan Bali. Gerakan tari kreasi yang dinamis semakin memperkuat narasi visual tentang persatuan dalam perbedaan. Hasilnya adalah sebuah pertunjukan yang tidak hanya memanjakan mata dan telinga, tetapi juga menyentuh hati para penonton, termasuk Wakil Bupati Tabanan dan Kepala Perbekel Desa Delod Peken yang hadir langsung menyaksikan.
Moderasi Beragama dalam Konteks Bali: Belajar dari Kearifan Lokal
Bali, sebagai wilayah dengan mayoritas penduduk beragama Hindu, telah lama dikenal sebagai contoh nyata kerukunan beragama di Indonesia. Konsep Tri Hita Karana (tiga hubungan harmonis: manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam) yang menjadi filosofi hidup masyarakat Bali sejatinya sejalan dengan prinsip-prinsip moderasi beragama.
Dalam konteks ini, kolaborasi Hadrah dan Gamelan Bali di Festival Budaya Delod Peken VI memiliki makna yang sangat mendalam:
1. Praktik Nyata Toleransi Beragama
Di tengah wilayah mayoritas Hindu, kehadiran Yayasan Al-Amin Tabanan dengan seni Islami mereka menunjukkan bahwa perbedaan keyakinan bukan penghalang untuk saling menghargai dan berkolaborasi. Masyarakat Bali, dengan kearifan lokalnya yang kuat, menerima dan mengapresiasi keberagaman ini sebagai kekayaan, bukan ancaman.
2. Melampaui Batas-Batas Simbolik