Gamelan yang sering diasosiasikan dengan upacara Hindu dan Hadrah yang identik dengan tradisi Islam, ketika disatukan, melampaui batas-batas simbolik keagamaan. Keduanya menjadi "bahasa universal" seni yang dapat dinikmati semua orang, tanpa memandang latar belakang agama.
3. Pendidikan Karakter Generasi Muda
Yang paling penting, pertunjukan ini menjadi media pendidikan bagi siswa-siswa, baik dari Yayasan Al-Amin maupun sekolah-sekolah lain di Desa Delod Peken. Mereka belajar bahwa identitas keagamaan mereka tidak harus membatasi kemampuan mereka untuk berkolaborasi dengan orang yang berbeda keyakinan. Pengalaman langsung seperti ini jauh lebih efektif daripada sekadar pelajaran di kelas.
Dimensi Keragaman Nusantara dalam Satu Frame
Pemilihan lagu "Nusantara" sebagai tema sentral bukanlah kebetulan. Lagu ini menjadi benang merah yang mengikat berbagai elemen budaya menjadi satu kesatuan. Nusantara, dengan ribuan pulau dan ratusan suku serta agama, memang dirancang untuk hidup dalam keberagaman.
Kolaborasi ini mengingatkan kita bahwa Indonesia---dan Bali khususnya---adalah rumah bersama di mana setiap tradisi, setiap keyakinan, memiliki tempatnya masing-masing. Tidak ada yang superior, tidak ada yang inferior. Semua setara dan saling melengkapi, seperti instrumen dalam sebuah orkestra.
Moderasi Beragama: Jalan Tengah yang Bijaksana
Moderasi beragama bukan berarti mencairkan keyakinan atau mengaburkan identitas keagamaan. Sebaliknya, moderasi beragama adalah tentang:
Menghormati tanpa menghilangkan: Siswa-siswa Muslim dari Yayasan Al-Amin tetap tampil dengan identitas Islami mereka melalui Hadrah, namun mereka juga menghormati dan berkolaborasi dengan budaya lokal Bali.
Inklusivitas tanpa sinkretisme: Hadrah tetap Hadrah, Gamelan tetap Gamelan. Keduanya tidak dicampur-aduk menjadi sesuatu yang lain, tetapi dimainkan bersama dalam harmoni yang saling menghargai.
Keberanian untuk berbeda dalam kebersamaan: Justru karena berbeda, kolaborasi ini menjadi istimewa. Perbedaan itu dirayakan, bukan disembunyikan.