Hubungan cinta seharusnya jadi tempat saling memuliakan, bukan saling menjatuhkan. Tapi kadang, ketika cinta tidak dibarengi dengan penghargaan, yang tumbuh bukan rasa sayang... tapi rasa hampa.
Ada yang selalu mengusahakan segalanya dalam hubungan. Meninggalkan ego, menjaga komunikasi, mencoba mengerti, membuktikan keseriusan. Tapi pasangan justru diam saja, menganggap itu wajar, bahkan tidak memberi balasan yang setimpal.
Namun ketika dia tidak sempat balas chat sekali, langsung dituduh berubah. Ketika tidak bisa hadir di suatu momen karena urusan darurat, langsung dicap tak peduli.
Cinta yang hanya menghitung kesalahan adalah cinta yang menyiksa. Hubungan seperti itu menciptakan rasa tidak aman yang dalam.
Satu terus merasa kurang, yang satu lagi terus merasa paling benar. Lama-lama bukan hubungan sehat, tapi perang batin yang dibungkus romantisme palsu.
Jika kamu mencintai seseorang, hargai usahanya. Jangan cuma hadir untuk menilai salah benarnya, tapi juga beri ruang untuk prosesnya. Apresiasi adalah bentuk kasih sayang paling sederhana yang bisa menghidupkan hati yang hampir mati.
Tempat Kerja: Apresiasi Hilang, Produktivitas Ikut Mati
Karyawan yang dihargai akan bekerja dengan semangat. Tapi karyawan yang hanya ditekan, hanya dinilai dari target, dan hanya disorot saat gagal, akan mulai kehilangan semangat hidup.
Di dunia kerja, banyak orang berlari kencang tanpa pernah tahu apakah mereka dihargai. Mereka lembur, memikirkan strategi, menangani pelanggan sulit, dan berjuang menyeimbangkan hidup. Tapi atasan cuma muncul saat marah. Tidak ada pujian saat target tercapai, tidak ada ucapan "kerja bagus" saat mereka mengatasi krisis.
Lalu ketika satu klien kecewa, semua tudingan diarahkan ke satu orang itu. Tanpa klarifikasi, tanpa ruang pembelaan. Padahal satu kesalahan tidak sebanding dengan seratus kontribusi sebelumnya.
Tempat kerja yang manusiawi tahu bahwa apresiasi bukan bonus tahunan, tapi budaya sehari-hari. Sebuah ucapan "terima kasih" bisa meningkatkan moral tim lebih dari sekadar gaji besar. Tapi sayangnya, banyak yang lebih cepat mengeluarkan kata "kurang" dibanding kata "terima kasih".