"Gak Usah Lebay, Cuman Jokes Doang Elah". Kalau Begitu, Kenapa Ada yang Nangis Diam-Diam?
"Ya ampun, baper banget sih. Cuma becandaan doang kok."
Kalimat itu mungkin sudah terlalu sering kita dengar. Entah di tongkrongan, di grup WhatsApp, di kolom komentar media sosial, atau bahkan dari teman-teman dekat sendiri. Kalimat yang seolah ingin melegitimasi bahwa semua kata-kata yang keluar dari mulut atau ketikan jari kita bisa dianggap ringan, asal dibungkus dengan label "jokes".
Padahal, tidak semua yang kita anggap lucu bisa diterima dengan cara yang sama oleh orang lain. Tidak semua yang kita niatkan sebagai candaan akan berakhir dengan tawa. Justru, sering kali, "candaan" yang berlebihan dan tidak sensitif malah melukai, meninggalkan bekas luka yang dalam, bahkan kadang jauh lebih perih daripada yang bisa dilihat oleh mata.
Candaan Bukan Tameng untuk Kebebasan Tanpa Batas
Kita hidup di era di mana kebebasan berpendapat dijunjung tinggi. Namun, penting untuk diingat bahwa kebebasan tanpa tanggung jawab hanyalah bentuk lain dari keegoisan.
Mengolok-olok bentuk tubuh seseorang, menyinggung warna kulit, memparodikan kondisi mental, atau bahkan mempermainkan pengalaman traumatis seseorang, bukanlah bagian dari humor yang sehat. Itu adalah bentuk perundungan yang dibungkus dengan tawa.
Dan ketika seseorang merasa tersinggung atau terluka, kita tidak bisa serta-merta membungkam mereka dengan berkata, "lebay amat sih," atau "baper banget, becanda doang."
Menganggap perasaan orang lain tidak valid hanya karena niat awal kita tidak jahat, adalah bentuk ketidakdewasaan emosional. Kita tidak hidup dalam gelembung yang isinya hanya persepsi kita sendiri. Orang lain punya pengalaman, latar belakang, dan sensitivitas yang berbeda.
Tidak Semua Hal Layak Dijadikan Bahan Lelucon