Aku Sudah Besar. Tapi Tunggu Dulu, Aku Mau Kasih Makan Inner Child-ku Ya
Kita seringkali bangga mengatakan: "Aku sudah dewasa." Kita punya pekerjaan, tagihan, jadwal rapat, hubungan yang harus dijaga, dan serangkaian keputusan yang harus dibuat secara logis. Tapi di tengah semua rutinitas itu, pernahkah kamu merasa tiba-tiba ingin membeli mainan yang dulu tidak pernah kamu miliki? atau menangis melihat seseorang mendapatkan ulang tahun sederhana yang dulu kamu idamkan?. Atau bahkan merasa sangat emosional saat melihat sepatu warna pink menyala yang dulu tidak bisa kamu punya karena dianggap "tidak perlu"?.
Itulah dia. Inner child kita sedang mengetuk pintu.
Siapa Sebenarnya Inner Child Itu?
Inner child bukanlah konsep mistis atau sekadar istilah psikologi populer. Ia adalah bagian dari diri kita, versi anak-anak dari kita sendiri yang membawa semua kenangan, luka, harapan, dan keinginan yang dulu belum sempat terpenuhi. Bukan hanya tentang trauma berat atau pengalaman pahit. Terkadang, inner child muncul hanya karena kita pernah berharap satu hal kecil, dan itu tak pernah kita dapatkan.
Dan meski kita sudah tumbuh dewasa, bagian itu tidak pernah benar-benar hilang. Ia diam. Tapi bukan berarti tidak hidup.
Ketika Masa Lalu Menyusup ke Masa Kini
Bayangkan kamu seorang wanita dewasa, gaji stabil, bisa membeli banyak hal. Suatu hari, kamu melihat bando berbentuk telinga kelinci warna ungu. Kamu terdiam. Rasanya lucu, menggemaskan, dan... kamu tahu bahwa kamu ingin memilikinya. Tapi kemudian otak dewasa kamu berkata, "Ngapain? Kamu udah besar. Kamu malu nggak sih kalau beli beginian?"
Namun ada suara kecil, nyaris tak terdengar, dari dalam dada, "Dulu aku pernah pengen banget punya itu. Tapi gak pernah dibeliin."
Itulah bentuk paling nyata dari inner child. Ia muncul tanpa izin, membawa paket penuh emosi yang pernah kita tekan. Dan itu valid. Itu wajar. Tidak ada yang salah dari itu.