Mohon tunggu...
Hidayat Raharja
Hidayat Raharja Mohon Tunggu... pegawai negeri -

hidayat raharja berminat terhadap permasalahan pendidikan dan kebudayaan. esaihidayatraharja.blogspot.com hidayatraharja.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Terimakasih Saya Kepada Mereka

17 Februari 2013   00:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:12 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sore itusaya ingin bertemu dengan anak-anakjurnalistik untukpraktik kamera lubang jarum(pinhole Camera). Di pagi hari salah seorang koordinator ekstrakurikuler Jurnalistik – Winda mengingatkan saya untuk melakukankegiatan di hariJumat sore pukul 15.30. Saya datang ke lokasi biasanya anak-anak jurnal berkumpul pukul 15.20 menit, naik ke lorong lantai IIgedung SMA Negeri 1 Sumenep. Saya menunggu, ternyata kegiatan menunggu membutuhkan kesabaran ekstra, 20 menit waktu berjalan tak ada anggota yang datang, saya maunnya pulang. Tapi tiba-tiba ada seorang anggota yang datang dengan membawa tugas yang telah diberikan oleh ketua jurnalistik. Saya tak jadi pulang. Haris mengajak saya ngobrol. Bagi saya ngobrol dengan Haris amat menyenangkan, karena banyak cerita lucu berbau sejarah dan agama yang sering dilontarkannya. Bagi temna-teman guru Haris dianggap sebagai anak yang biasa-biasa saja karena tidak ada yang menonjol dalam pelajaran.

Sore itu dia membawa selembar kertas, rangkungan cerita perang di Konstantinopel. Meski aku tak begitu paham, Haris sangat tertarik dengan kisah perang tersebut. Konon, menurutnya dia sangat menyukai pelajaran sejarah dan agama. Sesekali ia mengirimkan tulisan pendeknya ke facebook dan saya meresponnya dengan memberi komentar untuk terus dan semangat menulis. Di waktu yang lain iamengirimkanya lewat SMS ke handphone ,saya juga meresponnya dengan memberinya semangat untuk menulis.

Hal lain yang sangat menarik buat saya, Haris merupakan sosok yang ramah dan jujur. Ada saja cerita yang selalu disampaikan untuk mengisi pembicaraan. Cerita yang berkisar antara sejarah dan agama. Diam-diam diamerupakan seorang siswa yang sangat tertarik dengan pelajaran agama, sehingga sangat mencintai agamanya. Saking cintanya kadang dalam ceritanya,dia nyerempet pada unsur SARA. Jika demikian, saya mengingatkannya untuk bisa menghargai perbedaan yang ada.Bahwa kita berbeda-beda, suku bangsa, bahasa, agama, ras, sampaipada pilihan kesenangan yang berbeda adalah bukan untuk saling bermusuhan, tetapi untuk saling kenal-kenal dan tak mengganggu antar mereka. Perbedaan yang bisa memperkaya pengetahuan, dan berkehidupan.

Jika sudah diingatkan,dia akan segera meminta maaf dan selalu mengatakan,” saya masih belum bisa menerimanya.” Saya hanya tersenyum. Diam-diam, Haris yang tidak menonjol dalam hal pelajaran di kelas, ternyata memiliki kecakapan bercerita dan membuat tulisan pendek mengenai apa yang telah dibaca dan didengarkannya. Haris adalah salah satu dari sekian banyak siswa dan mungkin juga ditemukan di sekolah lain. Haris yang dianggap tidak memiliki kecerdasan akademik, tidak bisa cepat menyerap materi pelajaran yang diampukan guru, tidak memiliki prestasi,adalah sebuah vonis yang keliru. Ternyata tidak sedikit guru yang (masih) memandang kecerrdasan murid dari angka-angka nilai ulangan yang diperolehnya. Kecerdasan anak hanya dihitung dari angka 0-100. Sebuah kecerdasan yang mengabaikan multiple ientelegences yang dimiliki seorang anak.

Betapa sulit untuk mengubah pola pikir pada orang dewasa (juga guru) mengikuti perkembangan pemikian dunia pendidikan yang terus-menerus melakukan revolusi.Barngkali,ini salah satu yang menghambat kemajuan anak, karena mereka dipaksa untuk pintar biologi, matematika, kimia, geografi, fisika, sosiologi dan belasan mata pelajaran yang dicekokkan di sekolah. Sementara potensi yang dimilikinya tidak menemukan ruang aktualisasi untuk menyatakan eksistensi diri. Saya percaya, kalau setiap anak berbeda dan memiliki kelebihan yang harus diapresiasi dan diberi kesempatan untuk mengaktualisasikan diri. Maukah kita orangtua (guru) menghargai?

Saat anak-anak saya dikelas XII mencoba untuk mempraktikkan peberapan bioteknologi konvensional dengan melakukan diversifikasi pada bahan baku, ada saja usulan yang berbeda dari apa yang sudah ditentukan. Misalnya, ada seorang siswa yang mengajukan usulan membuat tape dari kulit singkong. Kelompok yang lain membuat tape dari buah-buahan, di kelas yang lainnya ada yang mengusulkan tape dari bahan roti. Untuk mengobati rasa penasaran mereka, lebih baik saya biarkan apa yang mereka lakukan,untukmempraktikkan, mengamati dan melaporkan hasil praktikumnya.

Di pagi yang lain, seorang siswi datang membawa rantang yang di dalamnya berisi hasil praktikum. Mereka sudah mengamati selama 4 hari fermentasi dengan bahan baku jagung. “Pak, tapenya tidak jadi!?”keluhnya dengan wajah lesu.”Saya akan mengulang percobaan lagi,ya Pak?” Saya hanya tersenyum. Betapa besar usaha yang dilakukan anak tersebut dan hasilnya adalah hasil fermentasinya gagal. Saya menyarankan tidak usah untuk diulang sebab apa yang dikerjakannya sudah sesuai prosedur. Praktikumnya terus dilanjutkan dengan membuat laporan hasil parkatikum dan menganalisis apa yang menyebabkan kegagalan, dan apa rekomendasi untuk percobaan dan praktikum berikutnya. Siswi itu tersenyum dan mulai menganalisis kemungkinan-kemungkinan yang menyebabkan kegagalan.

Kesungguhan, kejujuran yang dilakukan anak-anak itu adalah hal yang patut saya hargai. Modal yang sangat berarti bagi mereka untuk menjalani kehidupan yang nyata di tengah-tengah masyarakat. Sebentuk kepribadian yang tak bisa dirupakan dengan angka-angka, karena diri anakakan terus tumbuh dan berinteraksi dengan lingkungannya.

Saya seringkali lupa untuk memposisikan diri dalam pemikiran anak-anak yang “cerdas” tersebut.Saya seringkali memposisikan mereka untuk mengikuti kehendak saya. Pada hal saat mereka diberi kesempatan untuk memaparkan gagasan atau idenya, ternyata saya harus bertrimakasih banyak kepada mereka.

sumenep,16 Februari 2013

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun