Mohon tunggu...
Heru Prasetio
Heru Prasetio Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Lahir dan besar di Palembang , hobi baca, nulis dan mulai suka jalan #JalanHeru

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Alasan (Sebenarnya) Rian Tak Suka Durian

12 Januari 2022   06:23 Diperbarui: 26 Maret 2022   16:09 1325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Rian yang Tak Suka Durian (Gambar: thepatriots.asia)

            Niat kerjanya yang semula menurun, menanjak lagi. Rian segera mandi, sarapan dan pergi kerja meski hujan belum reda. Sampai di tempat kerja bajunya basah kuyup sampai kering di badan. Tak masalah pikirnya, asal siang ini saat istirahat dia bisa bertemu dengan pegawai pujaan hatinya tersebut dan menanyakan apakah ikut atau tidak acara besok. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Pujaan hati memberi kabar gembira bahwa dia juga ikut bersama rekan kerjanya. Hati Rian riang bukan kepalang mendengar hal tersebut. Pantangan untuk makan durian tak lagi dia risauhkan. Bodoh amat itu urusan belakang katanya.

            Malam harinya Rian terkena flu dan hidung tersumbat karena hujan-hujanan pagi tadi. Obat pereda flu segera dikonsumsinya sebelum tidur malam. Tak lupa lampu kamar kost sengaja dibuat menyala agar mimpi buruk tentang apapun termasuk trauma makan durian tidak datang menghampiri. Berhasil. Rian tidur pulas dan tidak bermimpi yang aneh-aneh lagi. Besok paginya dia bangun dengan semangat meski hidung masih tersumbat. Bernapas masih susah karena ada cairan ingus tebal yang menghalangi udara keluar masuk lubang hidungnya.

            Habis istirahat hingga pulang  kerja, pesta besar makan durian berlangsung dengan antusias. Rombongan dari departemen tempat Rian kerja dan departemen sebelah menuju pasar durian paling besar dan terkenal di kota ini yakni Pasar Durian Kuto. Berbagai jenis, harga dan rasa tersaji semua. Bau harum durian turut serta menyambut kedatangan pengunjung. Tinggal pilih saja dan semua gratis pakai uang perusahaan, asal makan di tempat dan tidak boleh dibawa pulang.

            Semua makan dengan lahap, tapi tidak dengan Rian yang masih ragu untuk mencicipi buah tersebut. Anehnya, hidung Rian tak membaui apapun, mungkin efek dari hidung tersumbat dan pilek yang masih dideritanya.

            “Kalau yang baunya menyengat dan harum sekali, itu tandanya daging durian tersebut manis nian. Kalau dak terlalu bau, rasanya biasa saja,” kata pegawai si pujaan hati Rian sambil memilah mana buah yang mau diambilnya.

            “Kamu suka yang manis atau biasa saja, Rian?”

            Rian masih kikuk karena sudah beberapa tahun tidak makan durian lagi. Dia menggaruk kepala yang tidak gatal.

            “Yang biasa saja. Tolong ambilkan satu!” pinta Rian kepada pujaan hatinya.

            “Sebelum belah 'durian' yang lain, kau harus bisa membelah buah durian yang ini dulu, Rian!” Bos Besar ikut nimbrung dengan kami dan tawa meledak menyertai.

            Aneh bin ajaib. Buah durian yang dipilih pujaan hatinya tersebut ternyata tidak bau sama sekali. Daging buahnya juga tidak terlalu berasa dan tidak buat pusing kepala serta mabuk kepalang. Rian menyantap banyak sekali. Seperti kesurupan. Mula-mula sebiji, dua biji, tiga biji, empat biji, hingga satu buah durian habis dimakannya. Tak hanya sampai di situ, jenis buah durian lain juga dilahap dia. Tapi tetap, semua daging buah durian yang dimakannya adalah pilihan si pujaan hati. Rian sampai meneteskan air mata senang dan refleks memeluk erat si pujaan hati hingga kena kemaluannya. Rian mengucapkan beribu-ribu terima kasih dan dengan refleks, semua rekan kerja termasuk Bos Besar menyoraki tingkah laku Rian. Sedangkan pujaan hati diam menundukkan kepala karena malu.

            Semua rekan kerja sudah pulang. Tinggal Rian sendirian di pasar durian tersebut. Dia sengaja pulang terakhir karena ingin membeli durian pakai uangnya sendiri. Ditelitinya lagi dengan hati-hati mana durian yang mirip pilihan si pujaan hati. Sudah terpilih beberapa buah, dibayar dan dibawa pulang untuk merayakan kemenangannya melawan pantangan makan durian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun