Mohon tunggu...
Heru Wahyudi
Heru Wahyudi Mohon Tunggu... Lecture

Musafir

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kuliah Mahal, tapi Gajinya Sama?

23 Mei 2024   16:46 Diperbarui: 23 Mei 2024   21:16 1651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi para pencari kerja di Ibukota (Sumber : megapolitan.kompas.com)

Dulu, gelar sarjana merupakan kunci utama buat sukses di dunia kerja. Tapi sekarang, banyak yang mulai mempertanyakan bahwa kuliah tidak wajib. Apa benar tidak kuliah bisa memberi bekal buat kerja tanpa gelar sarjana?

Di luar negeri, perusahaan besar seperti Google dan Apple sudah mulai merekrut karyawan berdasarkan skill dan pengalaman, bukan cuma ijazah. Di Indonesia, situasinya makin ribet karena banyak lulusan sarjana yang tidak dapat kerja. Data BPS tahun 2023 memberi tahu kalau ada lebih dari 1 juta pengangguran dari lulusan sarjana. Wah, makin kelihatan nih jika ada yang tidak pas antara dunia pendidikan dan dunia kerja.

Kenapa bisa begini? Ada beberapa faktor yang membuat paradigma tentang gelar sarjana mulai berubah. 

Pertama, teknologi yang makin canggih bikin banyak pekerjaan tidak butuh banyak pengetahuan teoretis, tapi lebih ke skill teknis dan kemampuan untuk adaptasi. Kedua, biaya kuliah yang semakin mahal membuat banyak orang cari alternatif lain untuk dapat karir yang jelas tanpa harus nguras kantong.

Para pakar pendidikan dan ekonomi Bryan Caplan dalam bukunya "The Case Against Education" (2018) juga mengkritisi. Menurutnya, sistem pendidikan sekarang ini terlalu boros waktu dan sumber daya, tapi tak memberi manfaat ke siswa. Caplan berpendapat, banyak pekerjaan yang tak butuh pendidikan tinggi, tapi lebih butuh skill praktis dan kemampuan seperti komunikasi dan pemecahan masalah.

Wah, maka pertanyaannya sekarang, bagaimana caranya biar generasi muda bisa siap buat dunia kerja yang terus berkembang? 

Antara Gelar Sarjana dan Kesuksesan Karir

Dalam beberapa dekade terakhir, pendidikan tinggi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari perjalanan hidup banyak individu. Baru-baru ini, muncul berbagai suara yang menentang pandangan bahwa kuliah tidak wajib dan merupakan kebutuhan tersier, memicu perdebatan.

Gelar sarjana masih dianggap sebagai "tiket emas" menuju pekerjaan yang lebih baik. Data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2023) menunjukkan bahwa lulusan perguruan tinggi memiliki peluang kerja yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang hanya lulus SMA/SMK. Selain itu, perguruan tinggi memberikan kesempatan untuk mengembangkan keterampilan intelektual dan profesional yang dibutuhkan dalam dunia kerja, serta membangun jaringan profesional yang berguna di masa depan.

Walau, terdapat argumen yang kuat bahwa kuliah tidak selalu menjadi keharusan untuk mencapai kesuksesan. Biaya pendidikan tinggi yang semakin mahal, membuat banyak orang terjebak dalam utang pendidikan. Selain itu, banyak pekerjaan yang tidak memerlukan gelar sarjana, melainkan keterampilan praktis yang bisa diperoleh melalui kursus singkat atau pelatihan kerja.

Perubahan pasar kerja yang dipicu oleh teknologi dan globalisasi, turut memperkuat argumen tersebut. Keterampilan teknis dan pengalaman sering kali lebih dihargai daripada pendidikan formal, sehingga memicu keraguan terhadap relevansi pendidikan tinggi.

Para ahli pendidikan, seperti Ken Robinson, dalam bukunya " Creative Schools: The Grassroots Revolution That's Transforming Education" (2015), berpendapat bahwa sistem pendidikan saat ini terlalu fokus pada gelar dan akademik, mengabaikan potensi kreativitas dan keterampilan praktis siswa. Robinson mengajak untuk mendesain ulang sistem pendidikan agar lebih fleksibel dan relevan dengan kebutuhan dunia nyata.

Pandangan orang tua terhadap kuliah pun beragam. Banyak orang tua masih percaya bahwa gelar sarjana adalah jaminan kesuksesan anak-anak, melihat pendidikan tinggi sebagai investasi jangka panjang. Kendati, ada juga orang tua yang mulai mempertimbangkan alternatif lain, seperti pendidikan vokasi atau program pelatihan kerja, yang dapat memberikan keterampilan yang lebih langsung diterapkan.

Sementara itu, pandangan siswa terhadap kuliah bervariasi. Sebagian siswa merasa tertekan untuk masuk perguruan tinggi karena tekanan sosial dan harapan orang tua. Ada siswa yang melihat peluang di luar jalur akademik tradisional, seperti berwirausaha atau mengikuti kursus keterampilan tertentu yang langsung relevan dengan pekerjaan yang diinginkannya.

Perdebatan mengenai peran pendidikan tinggi dalam mencapai kesuksesan karir masih terus berlanjut. Di tengah keragaman pandangan dan argumen, penting untuk mempertimbangkan berbagai faktor dan pilihan yang tersedia. Individu perlu mengevaluasi diri, minat, dan tujuan karir untuk menentukan jalur yang paling tepat untuk mencapai kesuksesan.

Pendidikan Vokasi, Soft Skills, dan Integrasi Teknologi

Pendidikan berbasis keterampilan, atau vocational training, telah jadi fokus utama dalam upaya menjembatani kesenjangan antara dunia pendidikan dan kebutuhan pasar kerja. Pendekatan ini dirancang untuk membekali siswa dengan keterampilan praktis yang dapat langsung diaplikasikan di dunia kerja. 

Di Indonesia, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) menjadi contoh dari implementasi ini, menawarkan berbagai program yang mempersiapkan siswa untuk berbagai profesi teknis dan industri.

Menurut data Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) tahun 2023, lulusan SMK memiliki peluang kerja yang cukup tinggi, khususnya di sektor industri dan manufaktur. 

Hal ini dibuktikan dengan banyaknya siswa yang mengikuti program pelatihan di bidang teknik otomotif, teknologi informasi, dan pariwisata yang mendapatkan pekerjaan dengan cepat setelah lulus. Pendidikan berbasis keterampilan ini tidak hanya meningkatkan daya saing (employability) tetapi juga membantu siswa memahami dan merespon kebutuhan industri secara langsung.

Di samping keterampilan teknis, pengembangan soft skills seperti komunikasi, kerja tim, dan pemecahan masalah menjadi semakin penting. Dalam dunia kerja yang dinamis dan kolaboratif, kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain dan menyelesaikan masalah secara efektif adalah kunci kesuksesan.

Laporan dari World Economic Forum (WEF) tahun 2020 menyoroti bahwa soft skills seperti kecerdasan emosional, kemampuan beradaptasi, dan keterampilan negosiasi menjadi semakin penting di era digital. Maka, sekolah perlu mengintegrasikan pengembangan soft skills dalam kurikulum mereka. Salah satu contoh penerapannya adalah program pembelajaran berbasis proyek (project-based learning), di mana siswa bekerja dalam tim untuk menyelesaikan tugas yang membutuhkan kolaborasi dan pemikiran kritis.

Di banyak sekolah, kegiatan ekstrakurikuler seperti debat, klub sains, dan organisasi siswa juga berperan penting dalam mengasah soft skills ini. Lewat partisipasi aktif dalam kegiatan tersebut, siswa belajar bagaimana berkomunikasi secara efektif, bekerja dalam tim, dan memecahan masalah secara kreatif.

Integrasi teknologi dalam pembelajaran telah mengubah cara kita belajar dan bekerja. Teknologi memungkinkan siswa untuk mengakses sumber daya pendidikan yang lebih luas dan belajar dengan cara yang lebih interaktif. Kemampuan untuk menggunakan teknologi secara efektif menjadi keterampilan dasar yang harus dimiliki setiap siswa.

Sekolah-sekolah di Indonesia mulai mengadopsi teknologi dalam proses pembelajaran melalui penggunaan komputer, tablet, dan aplikasi pendidikan. Program "Merdeka Belajar" mendorong penggunaan teknologi untuk mendukung pembelajaran jarak jauh, terutama di masa pandemi COVID-19 ketika itu. Platform e-learning seperti Ruangguru dan Zenius telah membantu siswa mengakses materi pembelajaran secara online, sehingga mereka dapat belajar kapan saja dan di mana saja.

Selain itu, teknologi juga memungkinkan pembelajaran berbasis data (data-driven learning), di mana kemajuan siswa dapat dipantau dan dianalisis untuk memberikan umpan balik yang lebih personal dan efektif. Penggunaan simulasi dan game edukasi juga semakin populer, membantu siswa memahami konsep yang rumit dengan cara yang lebih menyenangkan dan mendalam.

Alternatif Pendidikan Setelah Sekolah Menengah

Berbagai pilihan tersedia, masing-masing menawarkan keunggulan dan manfaatnya sendiri. Diantaranya :

Program Magang dan Pelatihan Kerja

Magang dan pelatihan kerja menghadirkan peluang bagi para siswa untuk terjun langsung ke dunia kerja dan mendapatkan pengalaman praktis di industri yang diminati. Program magang tidak hanya membekali individu dengan keterampilan teknis yang dibutuhkan, tetapi juga soft skills seperti komunikasi dan kerjasama tim. Keuntungan lain, magang kerapkali membuka pintu peluang kerja karena peserta telah dikenal dan terlatih oleh perusahaan.

Pendidikan Online dan Kursus Singkat

Perkembangan teknologi membuka akses mudah bagi para siswa untuk mengikuti berbagai kursus online dari universitas dan lembaga pelatihan ternama di seluruh dunia. Kursus-kursus ini umumnya lebih spesifik dan fokus pada keterampilan yang dicari dalam dunia kerja saat ini. Contohnya, platform seperti Coursera dan Udemy menawarkan kursus di bidang teknologi informasi, desain grafis, dan manajemen bisnis yang dapat diselesaikan dalam waktu singkat. Selain fleksibel, pendidikan online juga menawarkan biaya yang lebih terjangkau dibandingkan pendidikan formal.

Pendidikan Vokasional dan Sertifikasi Profesional

Bagi individu yang menginginkan jalur yang lebih praktis dan langsung menuju dunia kerja, pendidikan vokasional dan sertifikasi profesional bisa menjadi pilihan tepat. 

Program vokasional umumnya berfokus pada pengembangan keterampilan teknis dan praktis yang dibutuhkan dalam industri tertentu, seperti teknik mesin, pariwisata, dan perhotelan. Sertifikasi profesional juga sangat berharga di mata industri karena menunjukkan kompetensi khusus yang diakui secara profesional.

Memilih program pendidikan dan pelatihan yang tepat adalah cara yang penting dalam membangun karir yang sukses. Dengan mempertimbangkan minat, bakat, dan tujuan karir, individu dapat menentukan pilihan yang paling sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi.

Perbandingan Sistem Pendidikan Dasar dan Menengah di Negara Lain

Memahami sistem pendidikan negara lain dapat memberikan wawasan berharga dalam mengevaluasi kesiapan siswa. Finlandia, contohnya, diakui memiliki sistem pendidikan yang sangat efektif. Kurikulumnya fleksibel dan berfokus pada pengembangan keterampilan berpikir kritis, kreativitas, dan pembelajaran berbasis proyek. Guru di Finlandia pun mendapatkan pelatihan berkualitas tinggi dan didukung sistem yang mendorong inovasi dalam pengajaran.

Dari sisi lain, Jepang terkenal dengan penekanannya pada pembentukan karakter dan etika kerja siswa. Di luar akademis, siswa diajarkan keterampilan hidup seperti disiplin, tanggung jawab, dan kerja sama tim sejak usia dini. Hal ini menumbuhkan daya saing tinggi di kalangan lulusan Jepang dalam dunia kerja internasional.

Rekomendasi Kebijakan Pendidikan

Pendidikan memegang peran dalam mempersiapkan generasi muda untuk menghadapi era saat ini. Di tengah dinamika dunia kerja dan teknologi yang bergerak pesat, kebijakan pendidikan harus adaptif dan menawarkan solusi.

Maka, pemerintah perlu mengambil peran sentral dalam memfasilitasi pendidikan alternatif yang fleksibel dan relevan dengan kebutuhan industri terkini. Pendidikan alternatif seperti program magang, pelatihan kerja, dan pendidikan vokasional dapat menjadi solusi untuk mengatasi kesenjangan keterampilan yang sering dihadapi lulusan sekolah menengah.

Pemerintah juga perlu menyediakan regulasi yang kondusif dan mengalokasikan anggaran yang memadai untuk pengembangan program-program ini. Selain itu, pemanfaatan teknologi perlu dioptimalkan untuk memperluas akses pendidikan, seperti melalui platform e-learning yang dapat diakses oleh siswa di berbagai daerah.

Kolaborasi erat antara pemerintah, institusi pendidikan, dan industri sangatlah urgen untuk menciptakan program pelatihan yang relevan dan efektif. Pihak industri dapat memberikan masukan mengenai keterampilan yang dibutuhkan dan terlibat dalam merancang kurikulum yang sesuai. Kolaborasi ini juga memungkinkan perusahaan untuk menyediakan tempat magang dan pelatihan kerja bagi siswa.

Contoh sukses kolaborasi ini dapat dilihat di negara-negara seperti Jerman, di mana sistem pendidikan dual (dual education system) menggabungkan pembelajaran di sekolah dengan pelatihan di tempat kerja. Hal ini tidak hanya meningkatkan keterampilan teknis siswa tetapi juga memberikan pengalaman kerja yang berharga.

Untuk membangun fondasi yang kokoh, kualitas pendidikan dasar dan menengah harus terus ditingkatkan. Meliputi peningkatan kualitas guru melalui pelatihan berkelanjutan dan peningkatan infrastruktur sekolah. Kurikulum pun perlu diperbarui secara berkala untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kebutuhan pasar kerja.

Pengembangan kurikulum yang menekankan pada keterampilan berpikir kritis, kreatifitas, dan kemampuan beradaptasi sangatlah penting. Selain itu, evaluasi dan monitoring yang rutin terhadap implementasi kurikulum harus dilakukan untuk memastikan efektivitasnya.

Pendidikan Non-Formal dan Keberhasilan Tanpa Gelar

Pendidikan formal, meskipun penting, tidak selalu mampu menampung kebutuhan dunia kerja. Oleh sebab itu, pendidikan non-formal telah menjadi alternatif yang efektif untuk mempersiapkan individu.

Beberapa negara dan komunitas telah menunjukkan keberhasilan dalam menerapkan model pendidikan non-formal. Finlandia, contohnya, terkenal dengan sistem pendidikannya yang fleksibel dan inovatif. Mengintegrasikan pembelajaran berbasis proyek dan magang dalam kurikulum, membekali siswa dengan keterampilan praktis dan pengalaman nyata di lapangan. 

Program pendidikan orang dewasa di Finlandia pun sangat populer, memberikan kesempatan individu untuk terus belajar dan mengembangkan diri sepanjang hayat. Hasilnya, Finlandia memiliki tingkat kepuasan kerja yang tinggi dan tingkat pengangguran yang rendah.

Jerman, di sisi lain, menerapkan sistem pendidikan dual yang menggabungkan pembelajaran di sekolah dengan pelatihan di tempat kerja. Sistem ini berlaku untuk pendidikan formal maupun non-formal. 

Melalui program magang yang terstruktur, siswa dapat belajar langsung dari industri dan memperoleh sertifikasi profesional yang diakui. Pendekatan ini terbukti efektif dalam menghasilkan tenaga kerja yang kompeten dan siap kerja, terbukti dengan rendahnya tingkat pengangguran pemuda di Jerman.

Kisah sukses Finlandia dan Jerman memperlihatkan bahwa pendidikan non-formal bukan hanya alternatif, tetapi pelengkap bagi pendidikan formal. Dengan menggabungkan pendidikan formal dan non-formal, individu dapat memperoleh skillset yang dibutuhkan untuk thrive di era globalisasi.

Steve Jobs dan Mark Zuckerberg 

Steve Jobs dan Mark Zuckerberg, dua nama yang identik dengan dunia teknologi dan inovasi, memiliki kesamaan yang unik: mereka berdua tidak memiliki gelar sarjana. Walaupun, hal ini tidak menghalangi mereka untuk meraih kesuksesan gemilang.

Steve Jobs, pendiri Apple Inc., memilih untuk meninggalkan Reed College setelah satu semester demi mengejar minatnya. Keputusannya ini membawanya ke kelas kaligrafi, yang kemudian menginspirasi desain estetis dan intuitif produk-produk Apple, ( W. Isaacson, 2011). 

Kisah Jobs menunjukkan bahwa semangat belajar dan kreativitas, dipadukan dengan keberanian untuk keluar dari jalur pendidikan formal, dapat mengantarkan seseorang pada pencapaian luar biasa.

Mark Zuckerberg, pendiri Facebook, mengikuti jejak Jobs dengan keluar dari Harvard University untuk fokus mengembangkan platform media sosialnya. Keputusannya yang berani ini membuahkan hasil, (D. Kirkpatrick, 2010). 

Facebook kini menjadi salah satu platform online terbesar di dunia, menghubungkan miliaran orang dan membuka peluang ekonomi bagi banyak individu. Kisah Zuckerberg menekankan pentingnya inovasi, kegigihan, dan visi yang jelas dalam meraih kesuksesan.

Kedua kisah inspiratif ini menjadi contoh bahwa gelar sarjana bukanlah satu-satunya kunci menuju kesuksesan. Kegigihan, dedikasi, dan pemikiran kreatif dapat mengantarkan individu untuk mencapai hal-hal luar biasa, bahkan tanpa mengikuti jalur pendidikan formal yang konvensional.

Kendati, penting untuk diingat bahwa kisah Jobs dan Zuckerberg bukanlah gambaran umum. Banyak individu lain yang mencapai kesuksesan melalui pendidikan formal. 

Bagi kebanyakan orang, menyelesaikan pendidikan tinggi masih merupakan pilihan yang tepat untuk membuka peluang dan bekal ilmu pengetahuan yang bermanfaat untuk masa depan.

Menuju Sistem Pendidikan Masa Depan Indonesia

Sistem pendidikan Indonesia dihadapkan pada tantangan untuk beradaptasi dengan era globalisasi dan perkembangan teknologi yang pesat. Diskusi ini mengidentifikasi beberapa poin penting untuk membangun sistem pendidikan yang lebih holistik dan adaptif.

Pertama, fasilitasi pendidikan alternatif seperti program magang, pelatihan kerja, dan pendidikan vokasional oleh pemerintah menjadi urgen untuk mengatasi kesenjangan keterampilan di kalangan lulusan sekolah menengah.

Kedua, kolaborasi antara institusi pendidikan dan industri sangat penting untuk menciptakan program pelatihan yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja. Sistem pendidikan dual seperti di Jerman dapat menjadi contoh sukses dalam meningkatkan keterampilan dan kesiapan kerja siswa.

Ketiga, peningkatan kualitas pendidikan dasar dan menengah harus menjadi fokus utama. Hal ini dapat dicapai melalui pelatihan guru yang berkelanjutan, peningkatan fasilitas sekolah, dan pengembangan kurikulum yang menekankan pada keterampilan berpikir kritis dan kreativitas.

Keempat, adopsi model pendidikan non-formal yang fleksibel dan relevan seperti di Finlandia dan Jerman perlu dipertimbangkan.

Kelima, kisah inspiratif individu seperti Steve Jobs dan Mark Zuckerberg menunjukkan bahwa semangat belajar dan inovasi dapat membawa seseorang mencapai kesuksesan tanpa terpaku pada gelar sarjana.

Sistem pendidikan yang adaptif dan inklusif menjadi landasan fundamental. Kurikulum yang dinamis dan fleksibel haruslah mampu menjawab kebutuhan pasar kerja masa depan, relevan dengan perkembangan zaman, dan menjangkau seluruh elemen masyarakat tanpa terkecuali. Sinergi antara pemerintah, institusi pendidikan, industri, dan masyarakat menjadi kunci dalam merancang dan mengimplementasikan program pendidikan yang inovatif dan berdaya saing global.

Investasi dalam pengembangan sumber daya manusia tak boleh luput. Guru dan dosen, sebagai ujung tombak pendidikan, perlu disejahterakan dengan gaji yang sepadan, pelatihan berkelanjutan dan kompetensi yang mumpuni. Infrastruktur pendidikan pun tak boleh tertinggal. Sarana dan prasarana yang modern dan memadai akan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan membangkitkan semangat belajar para generasi muda.

Keterampilan abad ke-21 menjadi pokok utama dalam mempersiapkan generasi penerus. Kurikulum yang holistik tak hanya berfokus pada transfer ilmu pengetahuan, tetapi juga pembangunan karakter, budi pekerti, dan kecakapan hidup. Keterampilan digital, berpikir kritis, kreativitas, dan kemampuan beradaptasi menjadi bekal utama untuk menghadapi dunia yang penuh tantangan dan penuh peluang.

Transformasi pendidikan Indonesia butuh komitmen dan kerja sama dari berbagai pihak. Dengan mengadopsi pendekatan yang komprehensif dan adaptif, Indonesia dapat melahirkan generasi penerus yang siap menghadapi tantangan global dan membangun masa depan bangsa yang jaya. (*)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun