Usaha kami cukup maju karena ternyata banyak mahasiswa yang tak mampu menulis, malas, tak punya waktu mengerjakan skripsi/tesis karena mereka juga pekerja. Hal yang lebih penting, mereka berduit, bisa membeli apa pun yang mereka mau.
Sesungguhnya pekerjaan kami tak terlalu sulit. Kami tinggal mengembangkan imajinasi, mengompilasi berbagai tulisan menjadi karya baru dengan judul  sesuai  permintaan konsumen.Â
Proses copy paste merupakan pekerjaan yang terus kami lakukan dengan setia dan tak berkesudahan. Menambahkah, mengganti satu dua bahkan beberapa paragraf dengan fasih kami kerjakan. Penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar sesuai EYD dan KBBI, kami terapkan sambil memejamkan sebelah mata.Â
Kami memang pesolek yang hebat, dapat diandalkan. Bak tukang sulap dengan matra bimsalabim (bukan prok prok prok!), kami mampu menghipnotis mahasiswa dan dosen penguji dengan karya-karya mumpuni.
"Karena tidak memerlukan pengolahan data, tidak ada grafik yang njlimet, tidak terlalu tebal, semua enam juta," jelasku.
"Tidak ada korting, Mas?"
"Hem, baik. Aku kurangi tiga ratus ribu. Tapi tolong depenya tiga juta."
"Oke Mas. Aku transfer saja ya. Tapi benar lho tiga bulan kelar!"
Tak berapa lama kemudian Icha pamit. Aku memberikan nomor rekening. Dari atas motor ia tersenyum dan melambaikan tangan.
"Sudahlah, tak usah diteruskan pekerjaan kotor itu," celoteh suara hatiku.