Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Suka membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa. Menulis puisi sebisanya

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Mengapa Anda Malu Berbahasa Daerah?

21 Februari 2023   11:36 Diperbarui: 21 Februari 2023   11:45 1169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: UBB GMIT Kupang

Nah, pembaca tentu sudah memiliki pengetahuan tentang apa itu bahasa ibu? Secara mudah dan bergurau, Bahasa ibu tentulah berasal dari mulut seorang ibu. haha... Tentu tidaklah demikian, bahasa ibu yakni bahasa yang diucapkan dan dipakai sejak seseorang mulai berbicara, berbahasa dan membangun komunikasi dengan sesamanya di dalam lingkungan terbatas, di rumah, di lingkungan pergaulan hingga suatu wilayah tertentu.  Bahasa ibu mengacu pada penggunanya yang mayoritas di suatu daerah/wilayah dimana para penggunanya memahami kata, frasa dan idiom yang digunakan. 

Bahasa ibu itu melekat erat pada etnis yang menghuni suatu wilayah. Mereka berkomunikasi dengan bahasa ibu sebagai bahasa pertama dalam keseharian dan pergaulan. Mereka belum dapat berkomunikasi dengan bahasa kedua oleh karena bahasa yang mereka kenal, ada dalam pengetahuan dan praktiknya yakni bahasa ibu, bahasa yang berlaku di daerah/wilaya mereka. Maka, bahasa itu disebut bahasa ibu atau bahasa daerah untuk etnis itu.

Sebutlah di Indonesia sebagaimana di Pulau Timor (Pah Meto') yang didiami oleh penduduk dengan suku terbesar yakni atoin meto'. Mereka menggunakan Bahasa Meto' sebagai bahasa ibu. Komunikasi antar sub etnis/suku di kalangan atoin meto' lancar-lancar saja, namun pada diksi atau objek tertentu istilah/kata yang digunakan saling berbeda. Maka, di dalam Bahasa Meto' terdapat sejumlah cabang bahasa Meto', dan bahasa-bahasa daerah lainnya di Nusa Tenggara Timur sebagaimana digambarkan oleh Unit Bahasa dan Budaya GMIT (5)

Dunia kebahasaan di Nusa Tenggara Timur saja sudah sangat beragam, menunjukkan betapa kekayaan bahasa daerah itu, sehingga tidaklah mengherankan bila mengetahui Indonesia berada di peringkat kedua pemilik dan pengguna bahasa daerah (bahasa ibu). 

Kini tinggallah bagaimana kita mengapresiasi dan mengupayakan pelestarian bahasa ibu, bahasa daerah di daerah masing-masing oleh pemilik bahasa itu. Bukankah bahasa ibu merupakan bahasa sendiri yang patut dipakai, baik lisan maupun tulisan agar tetap lestari? Bukankah bahasa ibu itu merupakan identitas pemilik dan penggunanya, mengapa digerus menuju kepunahan?

Di Indonesia tak kurang-kurangnya institusi yang memberi perhatian (care) pada bahasa daerah. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi membentuk Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa dan di setiap provinsi ada 1 unit kantor bahasa. Badan Bahasa di pusat dan Kantor Bahasa di daerah memiliki kepedulian yang sama pada bahasa daerah.

Pertanyaannya, apakah Bahasa daerah di Indonesia yang ada di pangkuan para pemilik dan penggunanya itu tetap akan lestari? Jawabannya, ada harapan untuk tetap lestari. Bagaimana melestarikannya? 

Hal ini menjadi kerja besar yakni dengan menggunakannya setiap hari dalam percakapan informal, non formal, dan disisip-sisipkan kata, frasa tertentu pada pertemuan formal. Pembiasaan yang baik ini akan memberi dampak pada penggunaan bahasa daerah yang juga sekaligus upaya pelestariannya. Pada upaya pelestarian ini, bukan saja dengan menggunakannya dalam praktik berbahasa keseharian, namun juga dalam rangka literasi bahasa daerah dengan menuliskannya.

Ilmu bahasa (linguistic) sangat memungkinkan untuk dokumentasi bahasa ibu, bahasa daerah untuk selanjutnya mempelajarinya dan belajar tulis-menulis bahasa daerah itu. Proses yang pernah ada di lingkungan Unit Bahasa dan Budaya GMIT yakni:

  • berkunjung ke tempat daerah pengguna bahasa ibu, bahasa ibu dengan berbekal alat rekaman
  • merekam (dokumentasi) cerita-cerita (lisan) dalam bahasa ibu
  • melakukan proses transcribing hasil rekaman
  • mempelajari ortografi (lafal, intonasi, dll) dari bahasa itu dari rekaman dan hasil transcrib
  • merancang dan melakukan workshop bahasa ibu yang diharapkan menghasilkan tulisan/produk berbahasa ibu, bahasa daerah
  • uji coba pada pemakai bahasa itu sendiri
  • kembali ke dalam workshop setelah mendengar koreksi dari pemilik dan pengguna bahasa ibu
  • Pelatihan guru dan pemerhati bahasa ibu
  • Ketersediaan buku berbahasa ibu
  • Peluncuran kepada pemilik bahasa ibu dan publik

Prosedur ini bukan harga mati. Saya membuat prosedur ini berdasarkan pengalaman sebagai salah satu tim di dalam Unit Bahasa dan Budaya GMIT Kupang. Melalui prosedur yang demikian, tim-tim yang anggotanya terbatas bekerja keras untuk menghasilkan produk tertulis dari bahasa ibu darimana mereka berasal. 

Suatu kebanggaan pada tim-tim ini oleh karena mereka pun sekaligus dapat belajar makna dari kata yang terkandung di dalam kata, frasa dan idiom yang digunakan oleh mereka. Mereka pun dapat mempelajari tingkatan berbahasa (sopan-kasar, adab-biadab, dll). Dari sana mereka makin mencintai bahasa daerah, dan secara simultan belajar menulis dalam Bahasa Indonesia (B2/L2) yang baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun