Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Suka membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa. Menulis puisi sebisanya

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Mengapa Anda Malu Berbahasa Daerah?

21 Februari 2023   11:36 Diperbarui: 21 Februari 2023   11:45 1190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: UBB GMIT Kupang

Pengantar

Mungkin para sahabat pembaca sudah mengetahui tentang jumlah bahasa daerah di permukaan bumi ini, dan digunakan oleh pemilik bahasa itu? Wah... di Indonesia saja, katanya kurang lebih ada 700 bahasa daerah dengan tingkat degradasi untuk menuju kepunahan yang cukup signifikan setiap tahunnya. Bagaimana mengetahui keseluruhannya di dunia ini?

Data menunjukkan pada kita bahwa Indonesia menduduki posisi kedua dengan 715 bahasa daerah, sementara posisi pertama ditempati oleh Papua New Guine dengan 840 bahasa daerah. (sumber 1 dan 2).  Bahasa daerah sebagai kekayaan suatu bangsa, suatu komunitas yang menjadi entitas dan ciri pembeda dengan komunitas lainnya, pun bangsa lainnya.

Bahwa suatu negara memerlukan bahasa persatuan, hal ini dipandang sebagai politik bahasa sehingga warga negara atau penduduknya "diwajibkan" secara senyap untuk mempelajarinya agar mudah dalam berkomunikasi di ketika bersuamuka sebagagai sesama warga negara. 

Tentulah tidak elok ketika orang sesama warga negara bersuamuka dengan masing-masing menggunakan bahasa daerahnya. Maka, pantas dan patut mendapat apresiasi ketika ikrar para pemuda di Indonesia pada tahun 1928 menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Implisit mereka tetap merindukan bahasa daerah dipakai dan dilestarikan.

Rene van den Berg (di sini 3) dalam tulisan ilmiah berjudul juara satu dan dua, membandingkan situasi kebahasaan Indonesia dan Papua Nugini, di sana digambarkan dalam satu tabel 10 negara dengan kepemilikan bahasa daerah terbanyak. Ke sepuluh negara itu yakni:

  • Papua Nugini, 836 bahasa daerah
  • Indonesia, 706 bahasa daerah
  • Nigeria, 522 bahasa daerah
  • India, 447 bahasa daerah
  • RR China, 298 bahasa daerah
  • Mexico, 282 bahasa daerah, 
  • Kamerun, 280 bahasa daerah
  • Brasil, 215 bahasa daerah
  • Amerika Serikat, 214 bahasa daerah
  • Australia, 214 bahasa daerah

Membaca data yang demikian, kiranya kita akan berpikir betapa kayanya planet bumi ini dengan bahasa. Lalu, satu tindakan luar biasa yakni penghuni planet bumi ini dapat berkomunikasi saat ini, apakah dengan bahasa berbeda? Tidak. Sudah jelas, dimana-mana orang berkomunikasi dengan satu bahasa internasional yang telah disepakati yakni Bahasa Inggris, sekalipun kita pun mengetahui bahwa pada level para pejabat tinggi negara, misalnya, Presiden, Raja atau Perdana Menteri, masih ada pula yang menggunakan bahasa nasionalnya sehingga butuh penerjemah. Hal ini tentu menjadi kebanggaan pada pemilik bahasa nasional itu, sambil mungkin orang bergosip bahwa sang petinggi negara kurang fasih berbahasa asing dalam percaturan internasional.

Tulisan ini dibuat untuk mengingat sejarah penetapan 21 Februari ditetapkan sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional dan urai persepsi perhatian pada kegiatan kebahasaan dalam rangka pelestarian bahasa ibu, bahasa daerah, bahasa yang paling mudah dimengerti, dan bahasa hati pemilik dan penggunanya. Urai persepsi itu saya batasi di wilayah kerja yang pernah dan sedang kami lintasi.


Hari Bahasa Ibu Internasional membingkai Bahasa daerah di NTT

 

Tokoh yang menghendaki perhatian dunia internasional pada bahasa ibu berasal dari Bangli Bangladesh bernama Rafiqul Islam. Bangladesh memiliki satu hari besar nasional yakni, Hari Gerakan Bahasa. Sekretaris Jenderal PBB saat itu, Khofi Anan menerima surat dari Rafiqul Islam yang tinggal di Vancouver, Kanada. 

Isi surat itu yakni meminta PBB melalui Sekjen Khofi Anan untuk mengambil langkah menyelamatkan bahasa dunia dari kepunahan dengan mendeklarasikan Bahasa Ibu Internasional (International Mother Language Day). Surat bertanggal 9 Januari 1998, selanjutnya ditindaklanjuti, dan disepakati untuk tujuan mulia itu dengan menetapkan 21 Februari sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional(4).

Nah, pembaca tentu sudah memiliki pengetahuan tentang apa itu bahasa ibu? Secara mudah dan bergurau, Bahasa ibu tentulah berasal dari mulut seorang ibu. haha... Tentu tidaklah demikian, bahasa ibu yakni bahasa yang diucapkan dan dipakai sejak seseorang mulai berbicara, berbahasa dan membangun komunikasi dengan sesamanya di dalam lingkungan terbatas, di rumah, di lingkungan pergaulan hingga suatu wilayah tertentu.  Bahasa ibu mengacu pada penggunanya yang mayoritas di suatu daerah/wilayah dimana para penggunanya memahami kata, frasa dan idiom yang digunakan. 

Bahasa ibu itu melekat erat pada etnis yang menghuni suatu wilayah. Mereka berkomunikasi dengan bahasa ibu sebagai bahasa pertama dalam keseharian dan pergaulan. Mereka belum dapat berkomunikasi dengan bahasa kedua oleh karena bahasa yang mereka kenal, ada dalam pengetahuan dan praktiknya yakni bahasa ibu, bahasa yang berlaku di daerah/wilaya mereka. Maka, bahasa itu disebut bahasa ibu atau bahasa daerah untuk etnis itu.

Sebutlah di Indonesia sebagaimana di Pulau Timor (Pah Meto') yang didiami oleh penduduk dengan suku terbesar yakni atoin meto'. Mereka menggunakan Bahasa Meto' sebagai bahasa ibu. Komunikasi antar sub etnis/suku di kalangan atoin meto' lancar-lancar saja, namun pada diksi atau objek tertentu istilah/kata yang digunakan saling berbeda. Maka, di dalam Bahasa Meto' terdapat sejumlah cabang bahasa Meto', dan bahasa-bahasa daerah lainnya di Nusa Tenggara Timur sebagaimana digambarkan oleh Unit Bahasa dan Budaya GMIT (5)

Dunia kebahasaan di Nusa Tenggara Timur saja sudah sangat beragam, menunjukkan betapa kekayaan bahasa daerah itu, sehingga tidaklah mengherankan bila mengetahui Indonesia berada di peringkat kedua pemilik dan pengguna bahasa daerah (bahasa ibu). 

Kini tinggallah bagaimana kita mengapresiasi dan mengupayakan pelestarian bahasa ibu, bahasa daerah di daerah masing-masing oleh pemilik bahasa itu. Bukankah bahasa ibu merupakan bahasa sendiri yang patut dipakai, baik lisan maupun tulisan agar tetap lestari? Bukankah bahasa ibu itu merupakan identitas pemilik dan penggunanya, mengapa digerus menuju kepunahan?

Di Indonesia tak kurang-kurangnya institusi yang memberi perhatian (care) pada bahasa daerah. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi membentuk Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa dan di setiap provinsi ada 1 unit kantor bahasa. Badan Bahasa di pusat dan Kantor Bahasa di daerah memiliki kepedulian yang sama pada bahasa daerah.

Pertanyaannya, apakah Bahasa daerah di Indonesia yang ada di pangkuan para pemilik dan penggunanya itu tetap akan lestari? Jawabannya, ada harapan untuk tetap lestari. Bagaimana melestarikannya? 

Hal ini menjadi kerja besar yakni dengan menggunakannya setiap hari dalam percakapan informal, non formal, dan disisip-sisipkan kata, frasa tertentu pada pertemuan formal. Pembiasaan yang baik ini akan memberi dampak pada penggunaan bahasa daerah yang juga sekaligus upaya pelestariannya. Pada upaya pelestarian ini, bukan saja dengan menggunakannya dalam praktik berbahasa keseharian, namun juga dalam rangka literasi bahasa daerah dengan menuliskannya.

Ilmu bahasa (linguistic) sangat memungkinkan untuk dokumentasi bahasa ibu, bahasa daerah untuk selanjutnya mempelajarinya dan belajar tulis-menulis bahasa daerah itu. Proses yang pernah ada di lingkungan Unit Bahasa dan Budaya GMIT yakni:

  • berkunjung ke tempat daerah pengguna bahasa ibu, bahasa ibu dengan berbekal alat rekaman
  • merekam (dokumentasi) cerita-cerita (lisan) dalam bahasa ibu
  • melakukan proses transcribing hasil rekaman
  • mempelajari ortografi (lafal, intonasi, dll) dari bahasa itu dari rekaman dan hasil transcrib
  • merancang dan melakukan workshop bahasa ibu yang diharapkan menghasilkan tulisan/produk berbahasa ibu, bahasa daerah
  • uji coba pada pemakai bahasa itu sendiri
  • kembali ke dalam workshop setelah mendengar koreksi dari pemilik dan pengguna bahasa ibu
  • Pelatihan guru dan pemerhati bahasa ibu
  • Ketersediaan buku berbahasa ibu
  • Peluncuran kepada pemilik bahasa ibu dan publik

Prosedur ini bukan harga mati. Saya membuat prosedur ini berdasarkan pengalaman sebagai salah satu tim di dalam Unit Bahasa dan Budaya GMIT Kupang. Melalui prosedur yang demikian, tim-tim yang anggotanya terbatas bekerja keras untuk menghasilkan produk tertulis dari bahasa ibu darimana mereka berasal. 

Suatu kebanggaan pada tim-tim ini oleh karena mereka pun sekaligus dapat belajar makna dari kata yang terkandung di dalam kata, frasa dan idiom yang digunakan oleh mereka. Mereka pun dapat mempelajari tingkatan berbahasa (sopan-kasar, adab-biadab, dll). Dari sana mereka makin mencintai bahasa daerah, dan secara simultan belajar menulis dalam Bahasa Indonesia (B2/L2) yang baik.

Di Nusa Tenggara Timur masyarakat kelas menengah (maksudnya yang sudah berpendidikan) bila berasal dari daerah-daerah, rerata telah menggunakan paling kurang dua bahasa (B1/L1 dan B2/L2). Jika ada yang sudah mencapai tingkat pendidikan tinggi mereka bahkan dapat menggunakan bahasa ketiga atau keempat (B3/L3, B4/L4).

Jadi, bahasa ibu bagai fondasi yang kuat untuk menempatkan bahasa kedua dan seterusnya. Orang yang mampu berbahasa lebih dari satu bahasa, tentulah orang yang memiliki fondasi bahasa ibu yang kuat.

Bagaimana dengan masyarakat perkotaan yang heterogen? Apa nama bahasa ibu yang mereka gunakan?

Mari sebutlah kota Kupang yang heterogen. Masyarakat dalam kota Kupang yang heterogen asal daerahnya berkomunikasi dengan bahasa apa? Mereka berkomunikasi dengan bahasa Melayu Kupang. 

Lantas, apakah bahasa daerah lain hilang di antara mereka? Tidak. Bila masyarakat yang berasal dari pulau Sabu masih dapat menggunakan bahasa Sabu (li hawu) (B1/L1) maka bahasa Melayu Kupang telah menjadi bahasa kedua (B2/L2). Maka, bila mereka belajar menggunakan bahasa Indonesia yang standar (baik dan benar) maka masyarakat pada etnis Sabu Kota Kupang telah menjadi pemakai tiga bahasa (trilingual). Demikian pula dengan pengguna bahasa daerah (asal) lainnya.

Bila para muda yang hari-hari ini terlahir di Kota Kupang namun menyebut diri dengan etnis/suku tertentu, padahal tidak dapat menggunakan bahasa dari etnis/suku itu, maka semestinya dia menyebut diri sebagai orang Kupang yang menggunakan bahasa Melayu Kupang sebagai bahasa ibu, bahasa daerah (B1/L1). 

Pada masyarakat yang menghuni suatu wilayah dengan kesamaan bahasa, maka bahasa di daerah itulah yang digunakan dalam komunikasi pergaulan keseharian. Ketika memasuki dunia formal, masyarakat dapat menggunakan dua bahasa yakni B1/L1 dan B2/L2. 

Bila berada dalam situasi formal sekalipun namun masih dapat menyisipkan bahasa daerah dari daerah darimana asal penuturnya, maka tidaklah salah juga. Mengapa? Karena kata tertentu dari satu bahasa daerah yang dilafalkan berulang dan digunakan secara tertulis (bantuan publikasi oleh media), maka akan memperkaya perbendaharaan kata dalam bahasa nasional.

Tengoklah masyarakat Kabupaten (kepulauan) Alor yang memiliki puluhan bahsasa, apakah tidak ada bahasa pengantar yang familiar dengan mereka? Ada, bahasa Melayu Alor, yang bukan bahasa Indonesia. Dimana ada keragaman etnis dengan bahasa daerah dan dialek yang berbeda, dapat dipastikan akan ada bahasa pengantar (lingua franca) yang menjembatani gap itu. 

Ini memerkaya bahasa ibu, bahasa daerah, dan pada titik masa tertentu bahasa nasional pun turut diperkaya. Lihatlah bagaimana serapan kata-kata berbahasa daerah tertentu ke dalam bahasa Indonesia, demikian pula kata-kata berbahasa asing (Inggris, Latin, Jerman, Belanda, dll). Proses yang demikian terjadi secara natural.

Penutup

Dalam rangka hari bahasa ibu internasional, apa yang Anda lakukan? Ataukah Anda sedang tidak sadar, tidak mengetahui bahwa bahasa ibu telah mendapat perhatian badan dunia, UNESCO? 

Mari gunakan bahasa ibu, mari mempelajari bahasa ibu. Mari lestarikan bahasa ibu.

Umi Nii Baki-Koro'oto, 21 Februari 2023

Heronimus Bani/anggota UBB GMIT Kupang 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun