Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Suka membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa. Menulis puisi sebisanya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bias Cahaya Lilin Redup nan Padam Nyala Lilin Awal Bersinar

31 Desember 2022   08:49 Diperbarui: 31 Desember 2022   09:00 1008
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokpri, RoniBani (canva)

PENGANTAR

Lilin, sudah bukan barang baru dalam pengetahuan dan praktik pemanfaatannya. Entah sudah berapa umurnya benda yang satu ini dimanfaatkan oleh makhluk cerdas yang bernama manusia. Sebegitu cerdasnya sehingga benda yang terbuat dari ramuan apa yang disebut malam lebah madu dan lemak padat atau materi lain yang proses terbakar luluhnya lambat begitu memesona sejak zaman kuno hingga dewasa ini memasuki dunia digital (industri 4.0, dan 5.0 mungkin seterusnya).

Konon, lilin tertua dibuat di Cina pada masa dinasti Qin (221 - 206 SM). Hal ini dibuktikan dengan penggalian arkelogis pada kuburan Kaisar Qin She Huang (259-210SM). Para arkeolog menemukan sisa-sisa pembakaran lilin (residu) di dalam kuburan ini. 

Begitu berharganya lilin pada zaman lampau dimana para kaisar dan raja saling memberikan hadiah dengan memanfaatkan lilin. Pada masa Dinasti Utara Selatan (386 M -- 420M) lilin yang awalnya digunakan sebagai jam waktu di Cina pernah menjadi barang mahal ketika kaisar dinasti utara memberikan lilin sebagai hadiah pada raja suku Toba Mongolia (383 -- 535M) (sumber)

Lilin pada zaman ke zaman telah dimanfaatkan makhluk cerdas, manusia, di berbagai tempat di seluruh belahan dunia. Pemanfaatannya selain sebagai benda penerang, juga untuk kepentingan lain seperti:

  • keperluan keagamaan/dupa
  • keperluan kerajinan benda seni: ukir dan gambar
  • keperluan aroma terapi
  • keperluan acara sukacita (hari lahir, tahun baru)
  • keperluan lain: kecantikan, hiasan dan lain sebagainya (sumber)

 Kepentingan atau keperluan untuk memanfaatkan batangan lilin sudah sangat variatif, maka lihatlah batang-batang lilin yang diproduksi, mulai dari batangan kecil mungil dan pendek hingga yang tinggi lagi besar yang berwarna-warni atau warna khas putih. Semua model ukuran tinggi dan lingkar yang beragam memberi khazanah cerita dan nilai pada saat memanfaatkannya.

NYALA LILIN TAHUN 2022 SEGERA PADAM DAN TAHUN 2023 PUN DINYALAKAN

Baca juga: Denting Lonceng Itu

Bila menganalogikan hitungan waktu setahun dengan sebatang lilin yang terus menyala sejak hari pertama dalam tahun baru, maka lilin tahun 2022 akan segera padam. Padamnya nyala lilin tahun 2022 pada tengah malam 31 Desember 2022, ketika terjadi pergantian dan perubahan hitungan waktu, tepat pukul nol-nol. Pada saat itu, umat manusia di berbagai belahan bumi akan bersorak menyambut datangnya tahun baru. Manusia larut dalam kegembiraan tahun baru. Sesaat manusia bagai melupakan tahun 2022 dengan segala muatannya pada setiap titik waktu terlintasi.

Lilin tahun 2022 sumbunya telah dinyalakan di awal tahun 2022 pada setiap keluarga, komunitas, institusi, bahkan oleh negara dan bangsa. Lilin itu menyala di tengah cuaca yang berubah-ubah. Lilin tahun 2022 tak padam, kecuali insan sekitarnya yang justru hilang di sekitar nyala lilin waktu. 

Ya, lilin waktu tahun 2022 dinyalakan untuk menerangi berbagai kisah peristiwa oleh berbagai kalangan profesi. Tiap-tiap profesi dipastikan mempunyai catatan yang terang terbaca di bawah bias cahaya lilin waktu tahun 2022 ini. Tiap titik waktu sejak 1 Januari 2022 hingga 31 Desember 2022, di sana dipastikan ada hal-hal menarik baik sebagai individu, komunitas, organisasi, institusi bahkan negara dan bangsa.

Sebutlah misalnya pada setiap individu, paling kurang ada ingatan berkesan pada hari kelahirannya. Orang tidak akan luput dari mengingat hari kelahiran. Lilin waktunya pada saat itu makin terang oleh karena ada sukacita  atas pertambahan umur, tanpa menyadari bahwa di sana ada penggerusannya. Makin bertambah umur, usia manusia makin digerus menuju titik akhir, sebagaimana nyala lilin pada sumbu batangnya. Ia bukannya makin bertambah panjang lilin itu, tetapi justru makin pendek menuju titik nol (0). Saat itu "keabadian" mungkin saja dinikmatinya di langit dan bumi baru yang diimpikan selagi masih hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun