Pengantar
Tertib dan Disiplin; kira-kira dua kata ini selalu ada dalam ingatan dan praktik pekerja, karyawan, pegawai, dan lain-lain sebutan profesi.Â
Tertib dan disiplin bukan milik pemilik perusahaan, kepala lembaga, pimpinan badan, ketua organisasi, kepala sekolah dan lain-lain sebutan pemimpin.Â
Tertib dan disiplin, bukan pengetahuan saja pada guru dan siswa di sekolah, tetapi praktik pada sikap nyata. Singkatnya, tertib dan  disiplin sebagai fungsi manajemen selalu menjadi sesuatu yang sangat urgen penyikapannya pada individu dalam institusi mana pun.
Bagaimana bila itu terjadi di sekolah?
Akamsi: Guru dan Siswa Terlambat masuk Sekolah
Guru dan siswa, dua item pelaku praktik pendidikan dalam institusi pendidikan yang disebut sekolah/madrasah. Guru sebagai orang dewasa di sekolah menjadi orang tua kedua pada siswa/anak didik.Â
Guru, sebagai orang tua akan menciptakan sejumlah point tata tertib yang di dalamnya mengatur misalnya, tertib berpakaian, tertib menata tampilan (rapih, bersih), tertib penataan ruang kelas, tertib penataan halaman, dan tertib masuk-keluar pada jam belajar dan sesudahnya.
Semua guru sebagai orang dewasa yang menciptakan hal-hal ini kemudian menyebut namanya sebagai peraturan.Â
Peraturan yang diciptakan rupanya pemberlakuannya hanya kepada siswa/anak didik, sementara guru yang menciptakan, enggan atau bahkan tidak sudi mempraktikkan apa yang diciptakannya sebagai sikap dan tindak nyata. Hal ini bukan hal baru di dunia pendidikan, walau tidak mudah untuk menggeneralisir.
Dalam lebih dari 20 tahun saya berada di sekolah, hal yang disebutkan sebagai tertib-tertib di atas selalu tidak terlaksana secara baik oleh guru. Pada setiap apel pagi, berapa banyak guru yang hadir untuk bersama-sama dengan para siswa dalam apel itu?Â
Dalam upacara bendera Senin, berapa banyak guru yang sudi datang lebih awal untuk mengatur kondisi kesiapan upacara bendera?Â
"Itu tugas Guru Piket, pak!"
Ketika pernyataan seperti itu muncul, maka hanya guru piket yang setiap harinya bersama para siswa baik pada apel pagi maupun apel siang saat pulang. Hanya guru piket yang rajin saja yang akan mengatur kondisi kesiapan lapangan upacara.Â
Guru piket yang senior atau yang sudah bosan, tak akan melakukan hal itu, apalagi guru-guru itu berasal dari kampung sendiri.Â
Guru yang bertugas di dalam kampung sendiri, akan ada begitu banyak alasan untuk terlambat masuk sekolah. Mengurus isteri, anak, rumah, dan lain-lain. Kepala sekolah manakah yang akan menegakkan disiplin pada guru yang datang dari kampung sendiri? Mereka merasa lebih kuat daripada kepala sekolahnya.Â
Mereka jagoan kampung, yang dalam bahasa gaul zaman ini anak kampung sendiri (akamsi). Sebagai akamsi mereka tidak peduli pada penegakan disiplin oleh Kepala Sekolah. Mengapa? Karena kepala sekolah akan terhantui masyarakat di kampung itu.
Penegakan disiplin dengan cara yang soft pada akamsi tidak selalu mudah. Bila menggunakan pendekatan yang hard akan berdampak negatif pada harmoni komunikasi guru-kepala sekolah.Â
Suatu dilema. Pengalaman dalam lebih dari 20 tahun sudah terlihat di sekolah-sekolah pedesaan. Keluhan dan galaunya hati para kepala sekolah pada sikap para guru akamsi.Â
Pada upara Hari Guru Nasional, HUT PGRI ke-77, suatu pernyataan keluar dari mulut Inspektur Upacara yang mengutip pesan seorang guru pensiunan.Â
"Seorang guru yang berasal dari dalam kampung sendiri, semestinya bekerja lebih baik daripada guru yang didatangkan/ditempatkan." Mungkinkah pesan ini dipahami oleh para guru akamsi?
Bagaimana dengan siswa? Siswa, sebagai anak di sekolah menjadi peniru yang baik. Mereka akan meniru apa yang dibuat oleh gurunya. Gurunya terlambat, siswanya lebih lagi.Â
Bila gurunya datang lebih awal pada hari tertentu karena kagetan, ia akan memarahi siswa karena keterlambatan mereka. Ia lupa bahwa siswanya meniru gurunya yang suka terlambat dengan alasan yang tidak diketahui siswa.
Penutup
Har ini Anda terlambat masuk sekolah? Sebagia guru tentulah Anda bukan seperti pengalaman-pengalaman kecil yang kiranya telah membukit ini.Â
Beberapa guru yang relatif masih muda (30-an tahun) rendah kreativitas, loyo tak bergairah. Boleh bertanya, mengapa? Alasannya, masih honor pak.Â
Gaji guru honorer baru ada bila dana BOS cair, bila tidak maka kami loyo pak. Wah...Kita bertanya lagi, "Siapa yang memanggil Anda menjadi guru honor?Â
Bukankah Anda perlu menelisik di dunia maya berbagai informasi yang berhubungan dengan aturan menjadi tenaga honor sebelum mengambil keputusan?
Tertib dan disiplin tidak selalu mudah disikapi secara nyata dalam praktiknya. Guru dalam status apa pun itu; ASN, Honorer, P3K, Honda, akan punya alasan yang diakal-akalkan sedemikian rupa agar logis untuk menghindari penegakan disiplin.
Menarik sekali menjadi guru yang tidak tertib dan disiplin.
Amarasi Selatan, 3 Desember 2022
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI