*Dr. Alvin Syahrin: Demokrasi Kita Sudah Dibajak Elit Ekonomi*
Akademisi dan pengamat politik Dr. Alvin Syahrin mengulas konsep kepemimpinan yang melayani, merujuk pada pemikiran Robert K. Greenleaf yang dikenalkan sejak 1990-an. Ia menegaskan bahwa pemimpin ideal harus mampu menunda kepentingan pribadi demi kepentingan publik.
"Salah satunya adalah menunda kebagian pribadi demi kepentingan publik yang pertama. Mendahulukan kepentingan publik di atas kepentingan personal," tuturnya.
Namun, dalam konteks demokrasi Indonesia saat ini, ia menyebut sistem telah dibajak oleh kelompok elit yang menguasai hampir seluruh aset dan basis ekonomi. Hal ini, menurutnya, mengakibatkan praktik demokrasi hanya menyisakan kekuasaan transaksional bagi masyarakat.
"Demokrasi kita telah menyimpang jauh dari apa yang diciptakan Socrates dan Plato yang menghendaki demokrasi harus mendahulukan etika," ucap Alvin.
Lebih lanjut, ia menyebut sistem politik kini hanya menyeleksi orang-orang yang tidak memiliki kapasitas intelektual, karena kekuasaan telah dikunci dengan uang.
"Orang-orang intelektual tidak memiliki akses masuk kekuasaan karena keterbatasan uang sebagai jalan," ujarnya.
Ia mengingatkan kembali pesan Steven Levitsky soal kematian demokrasi yang tidak selalu datang dari otoritarianisme, tetapi justru dari sistem demokrasi itu sendiri yang menghasilkan pemimpin dengan watak otoriter.
"Proses kepemimpinan kita dihasilkan dengan cara-cara transaksional. Kepemimpinan sejati dilandasi etika bukan sibuk mengejar ambisi kekuasaan," katanya.
*Rocky Gerung: Dari Leader Jadi Dealer, Demokrasi Kehilangan Arah*
Rocky Gerung mengawali paparannya dengan menyebut bahwa Indonesia berdiri dari pertengkaran pemikiran para pendiri bangsa, namun kini telah kehilangan arah karena kekuasaan dikuasai oleh logika anggaran.