"Ketika negeri ini didirikan ada pertengkaran pemikiran... Sekarang kita lihat pikiran itu seolah-olah tidak diperlukan lagi karena sekarang bisa diselesaikan melalui anggaran," ujarnya.
Ia mengkritik keras para pemimpin yang lebih mementingkan transaksi politik ketimbang memberi arah pembangunan bangsa.
"Pemimpin yang paham arah namanya leader, pemimpin yang paham anggaran namanya dealer. Leader mencari arah untuk memberi harapan, dealer tukar tambah amplop kerjanya," katanya tajam.
Rocky juga menyinggung era pemerintahan Presiden Prabowo yang menurutnya masih diwarnai kepemimpinan transaksional.
Apakah di era Prabowo bupatinya, gubernurnya dealer atau leader. Kelihatan sekarang lebih banyak dealer daripada leader.
Ia melihat satu-satunya tempat kejujuran dan harapan saat ini justru hanya ada di kampus. Kampus, menurutnya, masih mendidik mahasiswa dengan nalar dan data sebagai alat berpikir yang sahih.
Satu-satunya kejujuran sekarang datang di kampus. Karena kampus didikte dengan metodologi untuk hanya percaya pada data dan nalarnya.
Rocky pun menitipkan pesan kepada para pemuda di Lombok Timur agar tetap menjaga demokrasi agar tidak mati.
Ia berharap pemuda di Lombok Timur ini dapat menjaga demokrasi agar tetap hidup.
Ia juga mengutip wacana internasional yang menyoroti pemerintahan Prabowo, termasuk saran agar dilakukan "radical break" atau keputusan politik yang drastis.
Jurnalis internasional dalam Minggu ini banyak menulis perlunya Prabowo melakukan radical break, artinya harus ada keputusan politik untuk membersihkan kabinetnya. Bahasa kita adalah reshuffle kabinet.