Mohon tunggu...
Hermawan Rahmadi
Hermawan Rahmadi Mohon Tunggu... Akun pribadi

Mahasiswa Sosiologi FIS UNJ

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Volunteer Berbasis Event: Dilema Anak Muda Antara Mendapat Pengalaman dan Jaringan atau Eksploitasi

2 Mei 2020   20:20 Diperbarui: 2 Mei 2020   21:24 2959
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Banyak yang bisa didapat ketika mengikuti kegiatan volunteer berbasis event. Seperti menambah relasi, mencari uang jajan tambahan, menambah pengalaman dan sebagainya. Hal-hal tersebut yang nantinya akan terbentuk modal sosial yang ada pada setiap masing-masing individu. Modal sosial yang terbentuk seperti kepercayaan (trust), nilai, dan jaringan (network). Modal sosial tersebut yang biasa dijadikan mahasiswa untuk mengkuti kegiatan volunteer berbasis event lainnya ataupun dalam kehidupan sehari-harinya.

Dengan memiliki pengalaman yang banyak, seseorang akan lebih memiliki peluang yang tinggi ketika sudah memasuki dunia kerja. Selain dari pendidikan, banyak kantor atau perusahaan yang melihat pengalaman calon pekerjanya. Dengan sudah banyaknya pengalaman, dapat menandakan seseorang sudah terbiasa dengan tugas di dunia kerja.

Tak hanya itu, dengan mengikuti kegiatan volunteer berbasis event anak muda juga dapat menambah relasi baik itu sesama volunteer maupun orang atau kelompok lain yang terlibat dalam penyelenggaraan suatu acara tersebut. Modal-modal seperti itu yang dapat membantu anak muda ketika sudah memasuki dunia karir. Banyaknya relasi mempermudah untuk mendapatkan informasi mengenai lowongan pekerjaan.

Tetapi di sisi lain, penggunaan kata ‘volunteer’ dalam proses seleksi pengrekrutannya dapat mengarah pada eksploitasi pekerja. Dalam rekruitmennya, penyelenggara atau EO menggunakan kata ‘volunteer’ untuk mencari calon pekerjanya. Volunteer dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai relawan atau sukarelawan.

Jika merujuk pada definisi  menurut Schroeder (1998) dalam jurnal mendifinisikan relawan adalah individu yang rela menyumbangkan tenaga atau jasa, kemampuan dan waktunya tanpa mendapat upah secara finansial atau tanpa mengharapkan keuntungan materi dari organisasi pelayanan yang mengorganisasi suatu kegiatan tertentu secara formal. Selain itu kegiatan yang dilakukan relawan bersifat sukarela untuk menolong orang lain tanpa adanya harapan imbalan eksternal.

Sedangkan dalam website Indorelawan menyebutkan dalam Volunteering England Information Sheet yang mengutip dari buku The Compact Code of Good Practice on Volunteering bahwa seseorang disebut relawan jika telah menyediakan waktunya, tanpa dibayar, untuk melakukan sesuatu yang berkontribusi positif bagi lingkungan, orang lain, atau suatu kelompok.

Dari definisi tersebut artinya volunteer atau sukarelawan lebih merujuk pada kegiatan yang bersifat sosial, lingkungan, kemanusiaan yang memiliki manfaat bagi banyak orang atau kelompok dan bersifat non-profit.

Sedangkan, volunteer berbasis event sendiri adalah kegiatan yang suatu acara dilaksanakan salah tujuannya untuk mencari profit. Misalnya seperti acara konser musik, pameran seni, seminar nasional atau internasional, eksibisi, dan lainnya. Di mana orang atau pengunjung yang ingin mengikuti acara tersebut diharuskan membeli tiket. 

Artinya seharusnya anak muda yang ikut menjadi tim dari pihak penyelenggara atau EO bukan lagi menjadi seorang volunteer tetapi statusnya harus menajdi seorang pekerja yang hak-haknya dilindungi dalam undang-undang. Karena dengan penggunaan kata ‘volunteer’ dalam proses rekruitmen sumber daya manusia akan menjadi riskan terjadinya eksploitasi pekerja pada anak muda. Dengan dalih penggunaan kata 'volunteer' pihak penyelenggara atau EO bisa saja memberikan upah yang rendah dengan jam kerja yang melebihi batas (overtime). Lebih parahnya lagi tidak dibayar sama sekali padahal event tersebut merupakan event yang mencari profit. Jelas ini merupakan jenis eksploitasi pekerja khususnya pada pemuda.

Penggunaan kata ‘volunteer’ pada event profit dalam proses rekruitmen menjadi hal yang bisa dimaklumkan ketika pihak penyelenggara atau EO memberikan upah rendah dengan jam kerja yang melebihi batas. Lebih parahnya penggunaan kata ‘volunteer’ tersebut bisa saja menjadi maksud untuk mencari pekerja murah atau bahkan gratis.

Hal tersebut menjadi dilema bagi anak muda, mereka tidak mau menyia-nyiakan kesempatan yang ada harus mencari pengalaman yang banyak demi menambah peluang untuk bersaing ketika sudah memasuki dunia karir. Tetapi di sisi lain sangat rentan terjadinya eksploitasi mempekerjakan pemuda dengan upah yang rendah dan jam kerja yang berlebih (overtime), karena penggunaan kata ‘volunteer’ pada event yang mencari profit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun