Mohon tunggu...
Herman Susanto
Herman Susanto Mohon Tunggu... Human Resources - Film, Musik, Kuliner

Suka U2, Dewa, Wolverine, Batman, Marvel, Coklat, masakan ayam, sate, rawon, bakso, warna hitam, putih, abu abu, biru.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pembunuh, Kesatria, dan Sang Biduan (Silat,Roman/17+)

12 April 2021   08:00 Diperbarui: 14 Juni 2021   09:47 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adhista yang sudah terbangun menyaksikan jurus terakhir kali dan melihat Cakra dengan langkah gontai merebahkan diri di bawah pohon rindang. Adhista menghampirinya dengan secepatnya  bersimpuh di kaki kanan Cakra.

"Kak Cakra...maafkan aku." dengan sesunggukan "kenapa tidak beritahu aku dari tadi ?

"Tak ada yang perlu dimaafkan Dhista. Aku tak bisa memberitahu kamu...karena akan membongkar penyamaranku"

"Kak Cakra, ayo kembali ke Ki Ageng. Kak Cakra harus diobati"

"Ga cukup waktu Dhista. Dua belas jarumnya sudah masuk ke paru paru aku"

"Kak Cakra...jangan begitu kak.Aku mohon" Adhista sesunggukan.


Cakra berkata lirih "Adhista, 18 musim namamu ada di dalam tiap hela nafasku. 

Sering aku melamun, apa pernah namaku teringat di hatimu biarpun itu hanya sebatas 1 langkah kakimu?"

Cakra tersenyum pahit sambil memandang wajah cantik itu

"Sekarang kamu tahu, aku mencintai kamu hingga akhir hidupku"

"Aku tahu kak, sejak dulu aku tahu"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun