Mohon tunggu...
Herman Susanto
Herman Susanto Mohon Tunggu... Human Resources - Film, Musik, Kuliner

Suka U2, Dewa, Wolverine, Batman, Marvel, Coklat, masakan ayam, sate, rawon, bakso, warna hitam, putih, abu abu, biru.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pembunuh, Kesatria, dan Sang Biduan (Silat,Roman/17+)

12 April 2021   08:00 Diperbarui: 14 Juni 2021   09:47 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Danta, juga tewas di kediamannya sendiri dengan memar di dada kiri dan bekas tusukan pedang yang menembus ati, dan kedua paru parunya.

Diantara kejadian demi kejadian pembunuhan kisah cinta bersemi antara Senopati dan Dahayu. Sebenarnya Dahayu juga memiliki ketertarikan kepada Abhinaya, yang tentu saja penampilannya sederhana. Di luar waktu dia bekerja, Abhinaya ternyata seorang yang cukup banyak bicara, dengan mata berbinar dan romantis. Namun, Dahayu lebih condong kepada Senopati yang membumi. Sikap membumi ini yang membuat Dahayu luluh.

Hal ini disadari oleh Abhinaya, dan ketika ia mengutarakan isi hatinya, Dahayu menolak cinta dengan upaya kalimat yang sehalus mungkin. Dahayu tahu, Abhinaya adalah lelaki yang baik.  "Terima kasih untuk cintanya kakak, namun aku tidak bisa memberikan lebih. Bagaimanapun aku akan menganggap kak Abhinaya seperti saudara kandung".

Abhinaya hanya tersenyum menunduk sambil berkata dengan suara pelan "Tidak perlu seperti itu Dahayu. Sudah bermusim musim aku tahu hal ini"

Dahayu membalas "Segitukah sampai kak Abhinaya merasa? Kita hanya kenal setahun lebih."

Abhinaya menjawab "Maksudku, selama setahun lebih ini terasa bagai sewindu dalam penantianku"


Sejak itu Abhinaya akhirnya terjauhkan, karena Dahayu akhirnya menikah dengan Senopati, dan dia dengan besar hati menghadiri undangan pernikahan itu. Semua tamu undangan sepakat Dahayu dan Senopati Danur pasangan serasi. Senopati seorang pejabat, ilmu kenegaraannya tinggi, pesilat yang tangguh, namun membumi, sedangkan Dahayu, sekalipun penyanyi, punya wawasan luas dan ramah, pintar memasak rawon kesukaan Senopati. Kini Senopati tidak lagi kesepian dan semakin semangat menjalankan tugas, sang istri bahkan suka melakukan perjalanan menjenguk desa desa di bawah kekuasaan sang suami.

Namun rentetan pembunuhan orang orang terpandang di kota kecil itu mencuri perhatian Danur, dan langsung menurunkan regu penyelidik khusus yang menemukan di bawah lidah Danta ditemukan sekeping patahan giok selebar 1 ruas kelingking, Danur tertegun dan merogoh giok dari kantungnya seketika dia teringat sesuatu dan dia memjamkan matanya.

Danur menyatukan semua detil yang dia kumpulkan. Senjata Daksini dan Danta, berbekas menahan bacokan senjata, namun bukan golok, tetapi pedang yang diayunkan seperti gerakan membacok. Penyihir dan Sabuk Setan, luka tusukan di tubuh mereka jelas ujung pedang, namun bekas tangkisan pada senjata mereka seperti menahan bacokan golok.

Namun dia tidak habis pikir, siapa yang menghabisi satu regu pengintai yang dia kirim. Dari jejak pertempuran ke 5 tentaranya itu hanya melawan 1 orang, tempat kejadian berjarak sepertiga yojana (yojana adalah 15 kilometer dalam  sansekerta) dari tengah kota, sepertiga yojana lagi dari rumah Daksini. Mata tajamnya menangkap beberapa helai rambut berada diantara jepitan jari tengah dan jari manis Daksini. Danur mengambilnya, memperhatikan dan dengan melihat ke kiri dan ke kanan lalu mencium rambut itu dan terkejut, namun dia dengan cepat menguasai diri.

Dua hari kemudian, hari Saniscara (Sabtu kalender Masehi), bulan purnama baru bergeser dua jengkal jari, Danur keluar dari kediamannya sendiri berkuda dengan dikawal 5 punggawa terbaiknya menuju ke arah gunung Bromo, sambil berkuda dia membaca tulisan diatas sebilah papan seukuran telapak tangan itu "Puncak Bromo, besok. Mentari pagi menyinari darah yang tercurah untuk kali terakhir". Sebilah papan kecil itu berasal dari pintu kamar Danta yang pecah oleh pukulan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun