Kedua, ketika memahami jabatan atau posisi di manapun bukan sebagai satu-satunya paramater mengklaim diri "sebagai atasan" atau "paling senior", maka tatkala tiba-tiba orang yang dulu pernah menjadi bawahan kemudian menyalip menjadi atasan, bukan sebagai hal yang perlu menjadi sumber keresahan dan kegelisahan.Â
Didasari siapapun, akan bisa mengalami kondisi seperti itu. Justru yang elok adalah bagaimana segera introspeksi, seberapa empowering diri dalam pengelolaan kemampuan, sehingga memunculkan energi perubahan yang bisa memunculkan kepercayaan bagi peningkatan kapasitas dan jabatan.
Ketiga, bawahan yang menjadi atasan, menjadi sebuah koreksi pemahaman yang mungkin keliru ada pada diri kita. Seolah, seseorang yang menjadi bawahan akan selamanya menjadi bawahan, tanpa menyadari adanya sebuah proses, tumbuh kembangnya kemampuan seseorang, pada titik tertentu memenuhi ekspektasi kebutuhan organisasi atau perusahaan, sementara kita terpaku diam tak berkembang karena terlalu "menikmati" saat menjadi atasan. Potensi diri justru stagnan, tidak dieksplore yang bisa memberi dampak bagi organisasi.Â
Jadi bawahan yang kemudian menjadi atasan, adalah bagian dari fakta yang tidak menjadikan penyakit iri, dengki, hasut muncul tiba-tiba pada kita. Akan semakin sakit bila itu menjadi beban. tetap enjoy, tanpa selalu terbayang pada masa lalu, ketika Sang atasan masih menjadi bawahan. Melihat ke depan secara positif, menjadi sikap yang bijak, bila kita mengalami hal tersebut.
Salam sehat dan bahagia