Manusia suka melupakan
bahwa langit pun punya perasaan,
tapi ia memilih menjadi atap,
bukan alasan untuk pergi.
Di Bawah Langit yang Tidak Pernah Bertanya
Setiap pagi kita menengadah ke atas tanpa benar-benar memperhatikan. Langit, sejak dahulu, tak pernah meminta apa pun selain dilihat---dan bahkan itu pun bukan permintaan. Ia tetap hadir meski tak pernah dipuji, tetap membentang luas meski tak pernah dipeluk. Sementara manusia terus menagih validasi, langit malah mengajarkan diam yang menenangkan.
Langit tidak butuh kita untuk merasa cukup. Tapi mungkin kitalah yang sebenarnya butuh langit, lebih dari yang kita sadari.
Panggung Sunyi Tanpa Penonton
Pernahkah kamu tertegun melihat semburat senja, lalu menyadari betapa indahnya sesuatu yang tidak menunggu disorot? Langit adalah panggung yang tak pernah kehabisan pertunjukan, tapi sering kali kehilangan penonton yang benar-benar hadir. Kita terlalu sibuk menjepret, mengunggah, dan menuliskan caption bijak---tanpa menyerap makna dari warnanya.
Langit tidak protes. Ia tahu, keindahan tak harus dikenal untuk terus memberi. Dan justru karena itu, ia semakin tulus.
Tempat Paling Jujur Menangis