Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan dan sejak 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer

Kakek yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Ada Asa Tersisa di Bandara Juanda

9 September 2020   14:26 Diperbarui: 9 September 2020   15:49 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesibukan di Bandara Juanda Surabaya (Foto Kompas.com/Achmad Faizal)

"Ya Kinan kita tidak boleh berhenti berharap kita harus terus menerus memelihara setiap harapan yang ada dalam hati kita karena kita yakin selalu ada Allah yang akan mewujudkan setiap harapan hambaNya." Kataku yakin tapi sebenarnya kata-kata itu hanya untuk menghibur diri saja.

"Jika kita kehilangan satu harapan biarkan kita tumbuhkan seribu lagi harapan jika seribu harapan juga hilang maka kita tumbuhkan lagi sejuta harapan. Tiada harapan yang boleh padam dari hati kita," kata Kinanti.

Aku hanya termenung. Benarkah aku kehilangan harapan? Bukankah harapanku masih tetap ada? Sungguh kini aku benar-benar tersenyum lega dan rasa hati ini menjadi lapang.

Allah itu sebaik-baik perencana oleh karena itu harus kita sikapi setiap ujian Allah dengan hati yang lapang. 

Aku ingat selalu kata-kata Kinanti yang pernah dia ucapkan.

Tiba di Bandara Juanda waktu masih menunjukkan pukul 8.00 WIB sedangkan check in pukul 9.00 WIB berarti masih ada 1 jam berbincang dengan Kinanti. Kami duduk santai di Ruang tunggu Keberangkatan sambil menikmati kopi panas dan makanan kecil.

"Alan bukankah kau pernah bilang mencintai tidak harus memiliki. Cinta itu menjadi sangat tinggi nilainya karena kita mencintai dengan tulus semata hanya untuk kebahagiaan orang yg kita cintai. Kebahagiaan itu ada dalam hati kita sendiri. Tinggal kita mau atau tidak untuk mengambilnya." Kata Kinanti

"Ya Kinan. Sekarang aku hanya butuh waktu saja untuk secepatnya melupakan perasaan hati ini kepada Listya. Aku harus berani menghadapi kenyataan ini," kataku dengan nada meyakinkan, padahal perasaan hati ini masih rapuh dan lelah.

"Listya menyapaku seperti sudah lama kenal denganku. Aku sangat terkesan dengan gadis itu. Ketika kau memperkenalkannya kepadaku, dia malah menatapmu dan aku bisa merasakan tatapan Listya seperti ingin bertanya, inikah calon istri Alan Erlangga?" Kata Kinanti menceritakan kembali saat kami mengucapkan selamat kepada Listya pada Resepsi pernikahannya waktu itu.

"Aku juga bisa merasakan itu. Bahkan aku bisa merasakan bahwa tatapan itu adalah tatapan Diana Faria. Ah entahlah aku terlalu emosional Kinan," kataku.

Kinanti terdiam sambil menatapku kemudian dia tersenyum. Aku hanya bisa menatap senyumnya seperti orang bodoh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun