Aroma harum roti bakar beterbangan tanpa arah hingga akhirnya sampai pada indra penciuman seorang pria setengah baya. Terasa amat nikmat memang, membuat perut Jon Ming bergetaran disusul suara tanda lapar.
“Selamat pagi anak muda, pagi yang indah bukan?” Jon Ming menyapa seorang pelayan kedai kopi sekitar.
“Benar paman, pagi yang sangat indah tanpa kebosanan. Mau saya buatkan secangkir kopi susu untuk anda?” Balas pelayan muda sambil tersenyum, “Paman mau sarapan apa? Ada pisang goreng dan roti bakar isi selai nanas.”
“Terimakasih anak muda, kau sangat ramah. Berikan aku secangkir kopi susu dan beberapa roti bakar.”
“Baik paman…. Silakan duduk, segera saya akan antarkan ke meja anda” sambil sibuk menyiapkan cangkir kopi dan memanggang tiga potong roti. Pelayan itu tampak sangat bersemangat melayani setiap pengunjung warung kopinya. Jon Ming sendiri tahu bahwa keramaian ini adalah buah dari pelayanan si anak muda, langganannya cukup banyak.
Kedai kopi dengan 23 meja ini telah menjadi andalan penduduk setempat selama lebih dari dua puluh tahun. Aroma kopi dan rasanya yang khas dengan pelayan-pelayan yang ramah membuatnya selalu ramai. Beberapa koran terbaru disediakan bagi siapa saja yang ingin membacanya. Pagi ini adalah pertama kalinya Jon Ming mampir mengecap keramaian pasar setelah sekian lama menutup diri dari keramaian, kira-kira sudah 443 tahun!
Kedamaian telah dinikmati oleh rakyat lebih dari 400 tahun yang lalu. Keadaan tidak begitu bergejolak semenjak jatuhnya kaisar Lim Eng. Kaisar yang memerintah dengan tangan besi dan sangat sadis saat itu. Hukum tidak ditegakkan dengan adil pada masa pemerintahannya sehingga banyak sekali penyelewengan yang dilakukan oleh para pejabat istana yang merupakan penjilat kaisar.
Pungutan pajak yang tidak sesuai dengan aturan, hilangnya orang-orang yang menyuarakan keadilan, maraknya kejahatan, pembunuhan, perampokan, pemerkosaan, termasuk juga hilangnya gadis-gadis di sejumlah daerah. Sudah bukan rahasia bahwa kaisar Lim Eng memiliki kesukaan selalu menambah selir-selirnya, sudah pasti gadis-gadis yang hilang itu termasuk yang dijadikan selir olehnya.
Kaisar tua yang tahunya hanya bersenang-senang ini tidak terlalu peduli akan nasib rakyatnya, orang-orang terdekatnya pasti dilindungi dengan kekuasaannya meski nyata-nyata melakukan pelanggaran. Maka di tahun keenamnya, kaisar ini tidak mendapat simpati dari rakyat. Dalam tahun-tahun awal pemerintahannya memang rakyat takut untuk melawan karena hukuman bagi pemberontak adalah hukuman matii! Tinggal pilih mau mati dengan cara babgaimana? Bisa gantung diri, bisa penggal kepala seperti yang dilakukannya pada seorang laki-laki yang mencuri sedikit makanan dikarenakan harus memberi makan kelima anaknya, atau dengan cara dibakar seperti para pemberontak, dan masih banyak lagi.
Akan tetapi beberapa waktu kemudian munculah kelompok-kelompok revolusioner yang berusaha untuk menggulingkannya. Termasuk salah satunya adalah Jon Ming. Walaupun harus berhadapan dengan pendekar-pendekar istana dan pasukan militer yang setia kepada kaisar, kelompok-kelompok ini tidak gentar. Perjuangan belasan tahun pun akhirnya membuahkan hasil. Pemerintahan berhasil digulingkan dengan naiknya kaisar Liu yang bijaksana dan sangat merakyat.
Teringat juga bagaimana kaisar bengis itu akhirnya harus mengalami kemarahan rakyat di akhir masa hidupnya. Tubuh gemuknya diarak keliling kota dengan kondisi terlanjang, hingga akhirnya lidahnya beserta kemaluannya dipotong sebelum akhirnya dia dipenggal! Pemandangan yang sangat tidak berperi kemanusiaan dan sangat miris sebenarnya. Akan tetapi begitulah akibat jika rakyat sudah marah pada pemerintah yang lalim.
Kaisar Liu menghukum mati semua pejabat-pejabat kaisar yang jahat yang mana kebanyakan diisi oleh sanak famili dari kaisar Lim sendiri. Karena kebijaksanaannya, kaisar Liu juga membebaskan dan mengampuni semua istri, selir dan anak dari mantan kaisar Lim Eng termasuk juga sanak familinya yang tidak bersalah.
Akhirnya negara pun aman, kejahatan dapat diminimalisir, gadis-gadis cantik tidak hilang lagi. Jon Ming dikala itu menjabat sebagai orang kepercayaan kaisar. Menjadi tangan kanan kaisar tidak membuatnya semena-mena pada rakyat kecil begitu juga pada pejabat lainnya di pemerintahan.
***
“Permisi paman, rotinya sudah siap. Agak tawar, tetapi kalau paman mau tambah selai nanasnya bisa, panggil saja saya” kata pemuda pelayan tadi membangunkan Jon Ming dari lamunan penderitaan dan kejayaan masa lalunya.
“Oke anak muda” sambil tersenyum dan mengambil satu potong rotinya, Jon Ming menatap ke seberang warung kopi tempat di mana banyak sekali orang-orang. Sambal menyeruput kopi susu panasnya, Jon Ming mengamati orang-orang yang makin banyak berdatangan ke situ.
Dunia saat ini telah sangat maju, tidak ada lagi kuda, sepeda dan becak yang ditarik oleh pelayan bayaran. Kendaraan yang dipakai pun sudah sangat canggih menggunakan sistem kelistrikan, ada yang namanya sepeda motor dengan dua roda dan yang besar beroda empat mobil. Mengendarai sepeda motor pun harus mengenakan suatu alas kepala demi keselamatan pengendaranya apabila terjatuh. Kendaraan yang paling banyak di situ adalah sepeda motor. Terparkir rapi dan dijaga oleh orang-orang berompi hijau.
Orang-orang yang baru datang ini segera bergabung dengan orang-orang yang datang lebih dulu. Mereka memilih sayur dan juga kepiting yang sedang dijajakkan dalam keranjang. Rebut sekali suasana pagi ini, para pedagang menawarkan dagangannya dengan alat-alat modern yang bernama toak. Ada yang baru membuka toko, ada yang sedang menyapu, ada yang sedang mengeluarkan barang dagangannya untuk digantung.
Para suami menunggu di warung kopi sedang para ibu pergi ke pasar. Akan tetapi ada juga yang bersama-sama misalnya pasangan suami-istri muda yang tampak begitu mesra bergandengan memasuki pasar.
***
“Aku teringat akan masa laluku, sudah sangat lama… aku memasuki sebuah dusun dekat kaki gunung, ya tepat di sini. Tidak aneh pada masa itu ketika penduduk setempat amat takut terhadap setiap rombongan yang datang, terutama orang-orang bersenjata. Apakah rombongan ini dari istana atau bukan. Yaaa mereka komplotan penjahat. Pokoknya ketika ada keramaian penduduk pasti bersembunyi dan tidak ada satupun orang yang berani. Ini terjadi akibat tekanan-tekanan dan gangguan yang selalu dilakukan oleh rombongan-rombongan itu.
Komplotan penjahat selalu saja membuat ulah ketika datang ke tempat ini, menghabiskan bekal makanan penduduk dan memaksa kaum wanita untuk melayani mereka. Bahkan tidak segan-segan untuk langsung membunuh orang-orang yang mencoba melawan!” Jon Ming kembali mengenang tempat di mana ia berada saat ini.
“Aku berada di pasar yang ramai, padahal waktu itu pasar ini masih sebuah dusun kecil yang sepi….” Sambil kembali mengenang perjalanan waktu itu. “Penduduk sudah pada lari menyembunyikan diri, rumah-rumah di tinggalkan. Ohh… dusun ini sudah menjadi pasar yang tentram.”
Jon Ming, sang pendekar yang mewarisi jurus rahasia terlarang “Panjang Umur Seribu Tahun” dari seorang pertapa legendaris telah lama meninggalkan keramaian dunia. Keterampilan bersilatnya sudah hilang, karena harus ditukar dengan jurus rahasia. Perjuangan dengan kekerasan sudah tidak dapat dipakai saat ini, makanya Jon Ming selalu belajar mengikuti jaman.
Mengasah kebijaksanaan, mempelajari agama dan ilmu dalam pemerintahan. Sehingga saat ini, walaupun tidak bisa bersilat, Jon Ming dapat menjadi seorang pejabat dengan kemampuannya. Penampilan dan kesehatannya pun akan terus menetap seperti itu hingga akhir hayatnya.
“Perjuanganku belum selesai, aku telah menyembunyikan diri sekian lama. Mei Lie istriku… sudah cukup aku menderita di dalam mimpi dan hari-hariku untuk selalu memikirkanmu. Anak-anak, teman-teman seperjuanganku kalian semua juga telah tiada. Tinggal lah aku sendiri harus memikul kutukan ini demi kebaikan negara. Kaisar Liu, maafkan aku yang telah sembunyi selama ini, bangsa ini kembali kacau… rakyat menangis meratap nasib”.

Senjata tajam yang dulu dibawa oleh Penjahat bengis,
kini telah berubah dengan hanya membawa alat tulis.
Orang jahat tampil baik dan sempurna,
sehingga mengecoh mata rakyat dan membuat mereka menjadi merana.
Mereka yang seharusnya menjadi penegak hukum keadilan dengan gayanya yang elegan,
sebaliknya menjual dan mempermainkan aturan layaknya buaya menggigit menelan
Keadilan kini menjadi sukar,
ketika hukum hanya tegak pada yang bayar.
Uang rakyat seharusnya digunakan untuk kesejahteraan yang riang,
malah dicuri untuk bersenang-senang.
Kesucian Tuhan dan kebenaran-Nya sejati,
dinodai dengan kenajisan para penggemar-Nya yang meracik politik mencari sensasi.
Segala yang baik perlu diperjuangkan dengan hati suka,
agar masa depan Indonesia sejahtera tidak Mirasantika.
Pesan yang sangat aneh ini telah mengusik hati Jon Ming selama beberapa hari. Gelisah dan selalu tidak tenang membuat dia keluar dari tempat persembunyiannya di pedesaan. Berpindah-pindah tempat dan nama identitas selama sekian lama akhirnya harus disudahi sekarang juga. Jurus-jurus silat yang keras tidak akan bisa dipakai lagi, tetapi jurus-jurus kepandaian dan kebijaksanaan akan digunakan.
Kopi susu telah habis, roti bakar juga tidak bersisa. “Mari ke Ibu kota… kita bantu rakyat melawan orang-orang jahat! Panggil aku Ahok”
Sekian…
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI