Mohon tunggu...
HENDRO PAULUS NIM 55524110019
HENDRO PAULUS NIM 55524110019 Mohon Tunggu... Mahasiswa S2 Universitas Mercu Buana

Kampus UMB Dosen Pengampu Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak Jurusan Magister Akuntansi Mata Kuliah Manajemen Pajak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Hendro Paulus - 55524110019 - TB2: Pendidikan Habitus Perpajakan Trans-substansi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara

20 Juni 2025   15:01 Diperbarui: 20 Juni 2025   15:01 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Modul Dosen Prof. Apollo

Dalam konteks perpajakan, pendekatan pendidikan yang komprehensif dan berbasis karakter semacam ini memiliki potensi besar untuk menjadi instrumen utama dalam membangun kesadaran dan kepatuhan pajak yang berkelanjutan. Melalui pendidikan, nilai-nilai luhur seperti kejujuran, tanggung jawab, dan solidaritas sosial dapat ditanamkan sejak usia dini sehingga membentuk fondasi moral yang kuat bagi setiap individu sebagai calon warga negara yang sadar akan hak dan kewajibannya. Pendidikan perpajakan yang efektif tidak hanya mengajarkan aspek teknis atau aturan pajak, tetapi juga menumbuhkan pemahaman bahwa membayar pajak adalah salah satu bentuk pengabdian nyata kepada bangsa dan negara, yang berkontribusi langsung terhadap kesejahteraan dan kemajuan bersama.

Selanjutnya, pendidikan ini bertujuan membentuk budaya sadar pajak yang berakar pada kesadaran etis dan nilai-nilai kemanusiaan, bukan sekadar pada ketakutan terhadap sanksi atau ancaman hukum. Budaya ini penting agar kepatuhan pajak menjadi perilaku alami dan sukarela, yang muncul dari rasa tanggung jawab sosial dan kesadaran kolektif, bukan dari paksaan eksternal. Dalam jangka panjang, dengan pendidikan perpajakan yang berbasis karakter, terbentuklah sebuah habitus perpajakan yang kokoh dan berkelanjutan, di mana nilai-nilai seperti gotong royong, integritas, dan tanggung jawab sosial menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas warga negara.

Nilai-nilai tersebut adalah inti dari ajaran Ki Hadjar Dewantara yang mengedepankan pendidikan sebagai wahana pembentukan karakter bangsa yang berbudaya dan berkeadaban. Dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip pendidikan Ki Hadjar ke dalam program pendidikan perpajakan formal maupun non-formal, diharapkan warga negara tidak hanya memahami kewajiban perpajakan secara intelektual, tetapi juga membentuk sikap dan perilaku yang mencerminkan rasa memiliki terhadap bangsa dan negara. Pada akhirnya, hal ini akan memperkuat sistem perpajakan nasional dan mendukung terwujudnya pembangunan yang adil, merata, dan berkelanjutan.

BAGIAN III. PEMIKIRAN KI HADJAR DEWANTARA SEBAGAI BASIS EDUKASI PERPAJAKAN

Biografi Singkat dan Spirit Kebangsaan

Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, yang kemudian dikenal sebagai Ki Hadjar Dewantara, lahir pada 2 Mei 1889 di Yogyakarta. Sebagai tokoh pergerakan nasional dan pelopor pendidikan Indonesia, beliau mengabdikan hidupnya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dengan pendekatan pendidikan yang berbasis nilai-nilai kebudayaan, kebangsaan, dan kemanusiaan. Dalam kiprahnya, ia mendirikan Perguruan Taman Siswa tahun 1922 yang menjadi cikal bakal pendidikan nasional yang merdeka dan berkepribadian.

Ki Hadjar Dewantara menolak sistem pendidikan kolonial yang hanya mencetak manusia sebagai alat produksi, tanpa memberikan ruang bagi perkembangan jiwa, akal budi, dan karakter bangsa. Melalui konsep pendidikan yang holistik dan progresif, beliau ingin menciptakan manusia Indonesia yang merdeka lahir dan batin, yang sadar akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Pemikiran-pemikirannya sangat relevan untuk dikaji kembali dalam upaya membentuk kesadaran dan tanggung jawab perpajakan.

Lima Asas Pendidikan (Panca Darma)

Dalam kerangka pendidikan nasional Indonesia, Ki Hadjar Dewantara merumuskan lima asas fundamental yang dikenal dengan istilah Panca Darma, yang menjadi landasan filosofis dan metodologis dalam penyelenggaraan pendidikan. Kelima asas ini mencerminkan pandangan holistik tentang pendidikan sebagai proses yang memanusiakan manusia, menghargai keberagaman, dan menumbuhkan karakter bangsa yang bermartabat. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing asas beserta relevansinya dalam konteks pendidikan perpajakan:

  1. Asas Kemerdekaan (Merdeka Belajar)
    Ki Hadjar Dewantara menegaskan bahwa pendidikan harus bersifat memerdekakan, bukan menindas atau membelenggu. Pendidikan yang benar memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk berpikir, berekspresi, dan berkembang sesuai dengan potensi alamiah mereka. Dalam konteks perpajakan, asas kemerdekaan ini mengandung makna bahwa setiap warga negara harus diberi ruang dan kesempatan untuk memahami dan menjalankan kewajiban perpajakan secara mandiri dan sadar, bukan semata karena tekanan atau paksaan dari aturan. Dengan pendekatan yang menghargai kemerdekaan berpikir, wajib pajak didorong untuk menginternalisasi nilai-nilai pajak sebagai bagian dari kontribusi sukarela bagi pembangunan bangsa.
  2. Asas Kodrat Alam (Alamiah dan Kontekstual)
    Pendidikan harus disesuaikan dengan kodrat alam dan tahap perkembangan peserta didik. Pendekatan ini menekankan pentingnya adaptasi proses belajar dengan kondisi alamiah dan sosial budaya masyarakat. Dalam konteks sistem perpajakan, asas ini menuntut agar kebijakan dan edukasi pajak disusun secara adaptif, memperhatikan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat setempat. Sistem perpajakan yang fleksibel dan kontekstual akan lebih mudah diterima dan dijalankan oleh masyarakat, sehingga meningkatkan efektivitas dan keberlanjutan kepatuhan pajak.
  3. Asas Kebudayaan (Berakar pada Budaya Bangsa)
    Pendidikan tidak boleh terlepas atau tercerabut dari akar budaya bangsa. Nilai-nilai lokal, tradisi, dan kearifan budaya harus menjadi pondasi dalam proses pendidikan agar tetap relevan dan bermakna bagi peserta didik. Dalam edukasi perpajakan, penting untuk mengemas pesan dan metode pembelajaran dengan nilai-nilai budaya lokal, seperti rasa gotong royong, kekeluargaan, dan kejujuran yang sudah melekat dalam masyarakat. Pendekatan yang menghargai dan mengintegrasikan budaya lokal ini akan memperkuat ikatan emosional dan moral wajib pajak terhadap kewajibannya.
  4. Asas Kebangsaan (Menumbuhkan Semangat Nasionalisme)
    Pendidikan harus menanamkan semangat kebangsaan dan nasionalisme yang kuat kepada setiap warga negara. Kesadaran akan identitas dan tanggung jawab sebagai bagian dari bangsa menjadi landasan utama dalam pembentukan karakter. Dalam konteks perpajakan, pembayaran pajak harus dipahami sebagai wujud nyata cinta tanah air dan partisipasi aktif dalam pembangunan bangsa. Dengan menanamkan rasa nasionalisme, wajib pajak akan termotivasi untuk patuh secara sukarela, karena mereka melihat pajak sebagai kontribusi bagi kemajuan bersama.
  5. Asas Kemanusiaan (Menghargai Martabat Manusia)
    Ki Hadjar Dewantara mengajarkan bahwa setiap manusia memiliki nilai luhur yang harus dihormati dan dijunjung tinggi dalam proses pendidikan. Pendidikan harus memanusiakan manusia, bukan memperlakukan mereka secara mekanis atau diskriminatif. Dalam praktik perpajakan, asas kemanusiaan ini berarti bahwa wajib pajak harus diperlakukan dengan adil, hormat, dan tanpa diskriminasi. Pelayanan perpajakan yang berorientasi pada penghormatan martabat wajib pajak akan menciptakan hubungan yang positif antara negara dan masyarakat, sehingga meningkatkan kepercayaan dan partisipasi aktif.

Kelima asas Panca Darma ini secara bersama-sama menunjukkan bahwa pendidikan sejati adalah pendidikan yang memanusiakan manusia yang tidak hanya mentransfer pengetahuan, tetapi juga membentuk karakter, nilai, dan kesadaran sosial. Ketika nilai-nilai ini dijadikan dasar dalam merancang strategi edukasi perpajakan, maka sistem perpajakan dapat dijalankan dengan cara yang lebih manusiawi, bermartabat, dan efektif. Pendidikan perpajakan yang berlandaskan Panca Darma bukan hanya menciptakan warga negara yang patuh secara administratif, melainkan juga warga negara yang sadar, bertanggung jawab, dan bangga akan peranannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui kewajiban perpajakan.

Modul Dosen Prof. Apollo
Modul Dosen Prof. Apollo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun