Mohon tunggu...
Hendrik Munthe
Hendrik Munthe Mohon Tunggu... Freelance

Sadarlah bahwa dalam ketidaktahuan, terbuka lebar ruang bagi segala kemungkinan.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Ketegangan Diplomatik AS-Afrika Selatan Meningkat Saat Rubio Boikot KTT G20

6 Februari 2025   16:18 Diperbarui: 6 Februari 2025   16:18 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keputusan Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio untuk memboikot KTT G20 di Johannesburg menandai peningkatan tajam dalam ketegangan antara Washington dan Pretoria, mengungkapkan keretakan mendalam dalam hubungan AS-Afrika Selatan. Meskipun secara resmi diklaim sebagai protes terhadap apa yang disebut Rubio sebagai agenda "anti-Amerika," langkah ini menunjukkan pergeseran strategis AS dalam menghadapi Afrika Selatan yang semakin dekat dengan kekuatan global saingan.

Persoalan utama yang menjadi pemicu adalah kebijakan reformasi lahan Afrika Selatan, yang oleh Presiden Donald Trump dikutuk sebagai pelanggaran terhadap hak kepemilikan, meskipun Pretoria menegaskan bahwa kebijakan tersebut mengikuti prinsip hukum yang mirip dengan "eminent domain" di AS. Namun, isu ini hanya menjadi pemantik dari ketegangan yang lebih luas, didorong oleh kekhawatiran Washington atas orientasi geopolitik Afrika Selatan. Kedekatan Pretoria dengan China dan Rusia---terlihat dari keanggotaan di BRICS, latihan militer bersama dengan Moskow, serta sikap non-blok dalam perang Ukraina---memperkuat kecurigaan AS bahwa Afrika Selatan mulai menjauh dari Barat. Keputusan Rubio untuk absen dari G20 mengirim sinyal bahwa Washington siap mengambil langkah tegas terhadap negara-negara yang tidak sejalan dengan kepentingannya.

Di luar aspek politik, dampak ekonomi dari ketegangan ini bisa sangat besar. AS adalah mitra dagang terbesar kedua bagi Afrika Selatan, dan memburuknya hubungan ini bisa mengancam akses Afrika Selatan terhadap AGOA (African Growth and Opportunity Act), perjanjian dagang yang memungkinkan produk Afrika Selatan masuk ke pasar AS tanpa tarif. Pada tahun 2024, Afrika Selatan mengekspor barang senilai lebih dari $15 miliar ke AS melalui AGOA, dengan industri otomotif, pertanian, dan manufaktur sangat bergantung pada perjanjian ini. Jika AS menarik Afrika Selatan dari AGOA, pasar domestik dapat terguncang, dan ini akan mengirimkan pesan kuat kepada negara-negara Afrika lainnya tentang konsekuensi dari berseberangan dengan kepentingan AS.

Sentimen investor juga berisiko terganggu. Kritik Washington terhadap kebijakan Afrika Selatan, terutama terkait reformasi lahan dan orientasi politik, dapat menghambat investasi asing langsung, terutama dari perusahaan-perusahaan AS dan Barat yang mengkhawatirkan ketidakpastian regulasi serta potensi sanksi dagang. Afrika Selatan saat ini sudah menghadapi stagnasi ekonomi, krisis energi yang berkepanjangan, serta depresiasi mata uang. Jika ketegangan dengan AS terus meningkat, potensi pelarian modal bisa semakin besar, menekan nilai rand dan memperburuk instabilitas keuangan.

Dampak diplomatiknya juga signifikan. Ketidakhadiran AS---sebagai ekonomi terbesar dunia---melemahkan kredibilitas KTT G20 dan mengurangi kemampuan Afrika Selatan untuk menggunakan presidensinya sebagai platform memperjuangkan kepentingan negara-negara Global South, seperti keadilan ekonomi dan pendanaan iklim. Lebih jauh, absennya AS dari G20 juga menghilangkan peluang keterlibatan langsung antara Washington dan Moskow, terutama saat Trump mendorong solusi diplomatik untuk perang Ukraina. Dengan menolak hadir, AS justru memberi ruang lebih besar bagi China dan Rusia untuk mendominasi agenda pertemuan ini.

Bagi Afrika Selatan, tantangannya sekarang adalah bagaimana mengelola dampak dari ketegangan ini tanpa memicu reaksi ekonomi yang lebih keras. Meskipun Pretoria ingin mempertahankan kedaulatannya dalam menentukan kebijakan luar negeri, keseimbangan yang hati-hati harus dijaga untuk menghindari sanksi dagang dari AS. Jika gagal, konsekuensinya bisa sangat besar, termasuk dikeluarkan dari inisiatif keuangan yang dipimpin Barat, peningkatan biaya pinjaman internasional, serta hilangnya kepercayaan investor asing.

Boikot Rubio tampaknya bukan sekadar manuver diplomatik, tetapi merupakan langkah strategis yang menunjukkan meningkatnya ketidaksabaran AS terhadap arah kebijakan Afrika Selatan. Jika Pretoria terus mempererat hubungan dengan rival-rival AS sambil menerapkan kebijakan yang dianggap merugikan kepentingan ekonomi Barat, langkah Washington berikutnya mungkin tidak hanya sebatas pengucilan diplomatik---tetapi juga tindakan ekonomi nyata yang dapat mengubah lanskap keuangan dan geopolitik Afrika Selatan secara mendalam.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun