Dari semua kemungkinan dalam menghadapi perubahan perilaku anak ini, ada beberapa hal yang bisa dilakukan.
Pertama, orang tua harus berusaha menjadi teman. Mungkin ada masanya anak pulang sekolah sambil berurai air mata, menceritakan tekanan-tekanan di sekolahnya yang bisa jadi dari sudut pandang orang tua sangatlah remeh. Tidak apa-apa, jangan dicuekin, dengarkan itu semua dalam posisi teman mereka, jangan "adu nasib" misalnya dengan berkata, "Kamu sih masih mending, dulu ibu sih....", Dengan membiasakan diri menjadi teman mereka maka anak-anak akan merasa aman untuk bicara segala keluh kesahnya tanpa rasa takut.
Lalu yang kedua, hindari menuntut anak menjadi sempurna. Wajar orang tua ingin anaknya menjadi yang terbaik di segala hal. Namun menuntut mereka untuk selalu/ terus menerus jadi yang terbaik malah akan membuat mereka semakin depresi.
Bagi anak-anak, kehidupan di luar sana penuh tuntutan kesempurnaan. Mereka akan makin stress jika ternyata di rumah pun orang tua menuntut kesempurnaan yang sama. Untuk orang tua harus memahami potensi anak, lalu pelan-pelan membimbing mereka menumbuhkan potensi itu semampu mereka. Ketimbang menuntut anak jadi yang terbaik, ajarilah mereka untuk berproses setiap hari. Membuat kemajuan sedikit demi sedikit di bidang yang paling mereka sukai, sesuai kemampuan dan kekuatan mereka sendiri.
Lalu yang terakhir, Kedua hal di atas tidak lain bertujuan untuk menjadikan rumah jadi tempat pulangnya yang nyaman bagi anak-anak.
Sebab rumah dan keluarga adalah pertahanan terakhir bagi mereka. Anak-anak mungkin merasakan berbagai tekanan di luar sana, karena itu mereka perlu tempat yang nyaman untuk berlindung. Pertahanan terakhir yang mereka tahu tak akan mengalami "serangan" dan "tekanan" apapun. Hingga mereka tidak merasa harus mencari perlindungan di tempat atau lingkungan lain, yang malah mungkin akan buruk bagi mereka.
Sisanya? Biarkan proses pertumbuhan anak-anak itu berjalan. Tidak ada yang bisa orang tua lakukan kecuali memperhatikan dan mendoakannya.
Sekian.