Salah satu hal yang paling membanggakan dari menjadi orang tua adalah melihat anak tumbuh dewasa. Namun hal ini pun sering kali mengejutkan karena pertumbuhan anak-anak ini seringkali terjadi dengan kecepatan yang mencengangkan. Sering kita dengar ada seseorang cerita tentang anaknya atau malah kita rasakan sendiri, "Kok anak ini udah gede aja? Kapan membesarnya? Perasaan dulu hobinya minta gendong, sekarang kok hobinya minta duit!".
Ya, orang tua seringkali dilanda keterkejutan seperti ini. Padahal anak itu tumbuh dan berkembang di depan matanya, tapi tetap saja ada rasa terkejut. Nah, ketika anak sudah tumbuh dewasa, banyak perubahan yang terjadi, beberapa yang saya catat adalah:
#1 Susah disuruh mijit
Sudahlah, urusan yang satu ini akan hilang seiring umur bertambah. Pas anak-anak itu mash kecil, mijit atau nginjek-nginjek punggung adalah sebuah petualangan buat mereka. Anak-anak dengan senang naik-naik ke punggung ayahnya, lompat-lompat, atau---kalau ibunya memang sering memberi contoh mijit---mereka dengan senang hati menirukannya meski dengan pijitan yang seadanya. Ketika kecil, anak-anak merasa kegiatan memijit adalah bagian dari permainan dan membangun kedekatan emosional.
Namun seiring waktu berjalan, paling tidak usia SMP, memijit berubah jadi beban. Ketika disuruh memijit, yang mereka pikirkan adalah "perintah ini mengurangi waktu saya bergembira!". Akhirnya kalau disuruh mijit, meski cuma mijit kaki sebelah doang, anak-anak ini akan menolak, atau kabur-kaburan, atau melakukan seadanya dengan terus melancarkan rayuan-rayuan agar mereka segera dibebastugaskan dan bisa kembali ke kamarnya. Â
Buat orang tua yang anak-anaknya nggak pernah males kalau disuruh mijit, beruntunglah kalian. Paling tidak setelah kerja berat seharian, ada kelegaan dengan melihat anak masih mau berbakti dengan hal "remeh" seperti pijatan di kaki. Namun kalau ternyata sebaliknya, ya sudah yang sabar-sabar aja.
Â
#2 Mulai terjadi perdebatan
Nah ini juga masalah. Orang tua biasanya akan kaget ketika anak mulai berani mendebat semua keputusan dan larangan. Masalahnya, kebiasaan ini terpupuk sejak balita. Ketika mereka mulai belajar bicara, mereka akan mulai juga mempertanyakan semua aturan di rumah. Masalahnya, pas balita mereka itu lucuuuuuu! Bayangkan balita dengan ocehannya yang tidak jelas dan logika kebalik-balik, alih-alih marah kita malah ingin menjadikannya konten TikTok.
Namun menjelang usia SMP, fungsi perdebatan ini jadi berbeda. Perdebatan ini benar-benar jadi lahan beradunya dua argumen: orangtua yang merasa benar karena lebih punya pengalaman hidup, melawan anak yang merasa orang tua mereka tidak paham dunia mereka.
Makin sering perdebatan ini terjadi, makin tajam juga ujung perbedaan antara kedua belah pihak, dan ini yang sering bikin orang tua kaget dan asing dengan anaknya. Makanya tidak heran di sinetron-sinetron sering ada kalimat, "Mama tidak kenal kamu lagi, nak!". JRENG! Nah, ini akar masalahnya: orang tua tidak siap ketika anaknya mendebat.
Â
#3 Mulai susah dicari
Percayalah, perubahan yang paling terasa adalah anak-anak itu sering secara ghaib hilang dari rumah. Seperti sulap! Puff! Tahu-tahu mereka ada di rumah temannya. Puff! Tahu-tahu mereka lagi jalan-jalan di mall sama gengnya!
Ini seringkali mengejutkan banyak orang tua karena di masa kecil dulu, anak-anak itu malah sangat terikat pada orang tuanya, terutama pada ibu. Ibu ke sini ikut ke sini, ibu ke sana ikut ke sana. Tapi seiring usia, mereka menemukan dunia baru, teman-teman baru, pengalaman baru, mereka akan mengejar hal-hal itu dan itu membuat mereka sering menghilang.
Â
#4 Mulai jarang minta tolong
Bagi orang tua, momen anak minta tolong atau curhat adalah saat ketika orang tua benar-benar merasa berfungsi sebagai orang tua. Ketika masih kecil, tentu dia masih bergantung pada orang tua dan sering minta tolong untuk apapun juga, dari mulai mengambilkan barang, cebok, memperbaiki mainan, cebok lagi, menyuapi makanan, dan cebok lagi. Tapi seiring usia bertambah, anak mulai bisa membereskan urusan-urusannya sendiri dan di beberapa kesempatan dia mencoba caranya sendiri dalam membereskan masalah.
Memang bisa bilang ini adalah proses menuju pendewasaan. Waktu kita berubah menjadi dewasa, kita juga ada perasaan tidak enak minta-minta terus ke orang tua. Namun tidak bisa dipungkiri, perubahan ini akan terasa oleh orang tua. Terkadang hal ini menimbulkan rasa kehilangan bagi beberapa orang tua. Mereka merasa diabaikan, merasa tidak dibutuhkan lagi oleh anak. Apalagi kalau digabung dengan poin sebelumnya, anak hilang-hilang dari rumah, pulang cuma minta duit, terus hilang lagi. Perasaan itu bisa makin parah.
Terus harus bagaimana?
Sebenarnya, tidak ada yang bisa dilakukan sih. Sebab seperti waktu, proses bertumbuhnya anak adalah keniscayaan yang tidak bisa ditahan. Justru sebenarnya orang tua yang mestinya bisa melakukan adaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi.Â
Dari semua kemungkinan dalam menghadapi perubahan perilaku anak ini, ada beberapa hal yang bisa dilakukan.
Pertama, orang tua harus berusaha menjadi teman. Mungkin ada masanya anak pulang sekolah sambil berurai air mata, menceritakan tekanan-tekanan di sekolahnya yang bisa jadi dari sudut pandang orang tua sangatlah remeh. Tidak apa-apa, jangan dicuekin, dengarkan itu semua dalam posisi teman mereka, jangan "adu nasib" misalnya dengan berkata, "Kamu sih masih mending, dulu ibu sih....", Dengan membiasakan diri menjadi teman mereka maka anak-anak akan merasa aman untuk bicara segala keluh kesahnya tanpa rasa takut.
Lalu yang kedua, hindari menuntut anak menjadi sempurna. Wajar orang tua ingin anaknya menjadi yang terbaik di segala hal. Namun menuntut mereka untuk selalu/ terus menerus jadi yang terbaik malah akan membuat mereka semakin depresi.
Bagi anak-anak, kehidupan di luar sana penuh tuntutan kesempurnaan. Mereka akan makin stress jika ternyata di rumah pun orang tua menuntut kesempurnaan yang sama. Untuk orang tua harus memahami potensi anak, lalu pelan-pelan membimbing mereka menumbuhkan potensi itu semampu mereka. Ketimbang menuntut anak jadi yang terbaik, ajarilah mereka untuk berproses setiap hari. Membuat kemajuan sedikit demi sedikit di bidang yang paling mereka sukai, sesuai kemampuan dan kekuatan mereka sendiri.
Lalu yang terakhir, Kedua hal di atas tidak lain bertujuan untuk menjadikan rumah jadi tempat pulangnya yang nyaman bagi anak-anak.
Sebab rumah dan keluarga adalah pertahanan terakhir bagi mereka. Anak-anak mungkin merasakan berbagai tekanan di luar sana, karena itu mereka perlu tempat yang nyaman untuk berlindung. Pertahanan terakhir yang mereka tahu tak akan mengalami "serangan" dan "tekanan" apapun. Hingga mereka tidak merasa harus mencari perlindungan di tempat atau lingkungan lain, yang malah mungkin akan buruk bagi mereka.
Sisanya? Biarkan proses pertumbuhan anak-anak itu berjalan. Tidak ada yang bisa orang tua lakukan kecuali memperhatikan dan mendoakannya.
Sekian.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI