Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menghadapi Perilaku Pelecehan Seksual

16 Juni 2021   16:30 Diperbarui: 16 Juni 2021   16:31 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi stop segala bentuk pelecehan seksual (foto: pexels.com/Karolina Grabowska)

Pelecehan Seksual; Kita Jadi Pelaku atau Korban?

Masalah pelecehan seksual ada di berbagai negara, tidak cuma di Indonesia. Sebagai respon, pernah ada sebuah gerakan #MeToo di sosial media. Tagar ini dipakai untuk menyimbolkan suara orang-orang yang pernah menerima kekerasan maupun pelecehan seksual selama hidupnya.

Adanya gerakan global ini untuk membuka mata banyak orang bahwa ternyata perlakuan yang mereka dapatkan selama ini, termasuk sebagai pelecehan seksual. Bukan hanya sekadar bahan bercanda atau klaim ketidaksengajaan yang dijadikan alasan buat pelaku.

Momen baik itu juga sekaligus membuka ruang kesadaran bagi banyak orang. Bahwa pelecehan seksual tidak boleh dimaklumi alias dibiarkan begitu saja. Harus ada keberanian untuk memotong siklus kejahatan ini.

Pengertian dan Kasus 

Definisi dari pelecehan seksual adalah segala perlakuan yang tidak menyenangkan yang dilakukan oleh individu atau sekelompok orang terhadap individu lainnya. Secara khusus, perlakuan itu mengarah pada hal-hal yang berbau seksual.

Perlakuan yang dapat membuat seseorang merasa tersinggung, malu, takut, atau terintimidasi; maka hal ini sudah bisa disebut sebagai "pelecehan seksual". Kondisi ini sebetulnya tidak mutlak terjadi pada wanita; bisa pula pria. Hanya saja kecenderungan menunjukkan korban memang kebanyakan kaum wanita, dan pelakunya adalah pria.

Meminjam pemahaman Komnas Perempuan mengenai bentuk-bentuk pelecehan seksual, maka ia didefinisikan sebagai tindakan seksual lewat sentuhan fisik maupun non-fisik. Sasarannya adalah organ seksual atau seksualitas dari si korban.

Dalam catatan tahunan Komnas Perempuan tahun 2020 lalu, kekerasan terhadap perempuan khususnya, mencapai angka 3.602 kasus kekerasan di ranah publik dan komunitas yang dilaporkan ke lembaga tersebut. Dari angka itu, 520 di antaranya adalah bentuk pelecehan seksual.

Sementara, untuk kekerasan di ranah personal atau privat dan rumah tangga, dari 2.807 kasus yang dilaporkan ke lembaga tersebut, 137 kasus di antaranya adalah pelecehan seksual.

Angka yang lebih memiriskan, total jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia pada tahun 2019 mencapai 431.471 kasus. Jumah tersebut dihitung dari data berbagai lembaga yang menangani kasus ini.

Bentuk

Kesadaran untuk mengetahui beragam jenis perlakuan atau tindakan pelecehan seksual amat dibutuhkan. Sebab tidak jarang justru hal ini banyak terjadi di kalangan yang sama-sama sudah kenal.

Ragam pelecehan seksual yang ada, bisa dikelompokkan dalam kategori berikut.

1. Perilaku Menggoda

Hal ini ditandai dengan perilaku seksual yang menyinggung perasaan, tidak pantas, dan tidak diinginkan oleh korban. Misalnya, godaan yang bisa membuat seseorang merasa risih, memaksa seseorang melakukan hal yang tidak disukainya, ajakan yang tidak patut untuk dikerjakan.

2. Pelecehan Gender

Hal ini ditandai dengan pernyataan seksis yang bersifat menghina atau merendahkan seseorang karena jenis kelamin yang dimilikinya. Misalnya sebuah komentar yang menghina, gambar atau tulisan yang bersifat merendahkan, dan lelucon alias candaan tentang seks.

3. Pelanggaran Seksual

Perilaku seperti ini sudah termasuk dalam pelanggaran seksual berat. Misalnya melakukan dan merasakan sentuhan fisik, atau melakukan penyerangan seksual yang tidak pantas atau diinginkan oleh seseorang.

4. Pemaksaan Seksual

Tingkatan ini terkait dengan perilaku yang disertai ancaman hukuman. Artinya, seseorang dipaksa untuk melakukan perilaku yang tidak diinginkannya. Jika tidak, ia diberi ancaman alias hukuman tertentu. Misalnya pencabutan promosi kerja, evaluasi kerja yang negatif, ancaman terhadap keselamatan diri atau keluarga, hingga ancaman teror dan pembunuhan.

5. Penyuapan Seksual

Hal ini terjadi jika ada tindakan berupa permintaan aktivitas seksual dengan janji atau imbalan yang dilakukan secara terang-terangan. Misalnya seorang pria atau wanita dewasa  mengajak seorang anak untuk melakukan hubungan intim. Ia mendapat iming-iming uang, benda atau barang tertentu asalkan si anak tadi tidak bercerita kepada orang lain.

Dampak

Tentu saja, bagi para korban pelecehan seksual, faktor mental dan fisik akan mengalami trauma berkepanjangan. Dari tingkat rendah sampai tinggi, mereka bisa mengalami beberapa hal seperti ini.

1. Depresi

Kondisi seperti ini tidak langsung terlihat seketika. Bisa terjadi pada jangka yang panjang, misalnya 10 tahun berikutnya. Misalnya si korban (selanjutnya disebut "penyintas") mengalami pelecehan seksual pada usia 20 tahunan. Depresi bisa terjadi ketika sudah memasuki usia 30 tahunan. Tetiba  rasa bersalah, marah, atas peristiwa itu kemudian muncul.

2. Tekanan darah tinggi

Penyintas pelecehan seksual memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami penyakit jantung dan gangguan lain yang berhubungan dengan hipertensi. Sebab mulanya dipengaruhi oleh faktor tekanan darah yang mengalami kenaikan.

3. Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD)

Orang yang mengalami trauma akibat pelecehan seksual cenderung mengalami PTSD. Jelas, hal ini mengganggu kualitas hidupnya. Sebab, ia akan berusaha untuk menghindari segala sesuatu yang berhubungan atau mengingatkannya dengan pelaku atau kejadian tersebut.

Misalnya kejadian itu dilakukan oleh orang yang bertopi di dalam bus. Sebisa mungkin, ia akan menghindari orang yang memakai topi dan menggunakan moda ini. Sebab hal itu akan membuka lagi memori atas kejadian buruk yang menimpanya.

4. Gangguan tidur

Resah dan sulit untuk tidur nyenyak. Sebab bayangan atau pikirannya akan selalu muncul setiap akan memejamkan mata. Takut karena langsung teringat wajah pelaku dan perilaku yang dilakukannya.

Jika hal ini berlangsung terus-menerus, kondisi ini bisa berubah menjadi insomnia. Imbasnya juga bisa memicu gangguan kecemasan dan stres.

5. Bunuh diri

Pada kondisi gangguan mental yang sudah parah, pelecehan seksual bisa berujung pada percobaan bunuh diri. Kondisi stres jangka panjang, PTSD, gangguan kecemasan dan tekanan sosial yang dirasakan, bisa mendorong penyintas melakukan hal-hal untuk menyakiti dirinya sendiri. “Sudah tak tahan hidup dibayang-bayangi oleh pelecehan seksual.”

Pencegahan dan Tindakan 

Pelecehan seksual jangan dianggap enteng dan remeh. Sekali lagi, bahwa unsur utama dalam pelecehan seksual adalah adanya rasa tidak diinginkan oleh penyintas. Selain unsur “tidak diinginkan” tersebut, masih ditambah dengan tindakan yang tidak sopan yang mengarah pada pelecehan seksual.

Jadi, kalau tindakan atau interaksi yang berlangsung itu ternyata atas dasar suka sama suka, maka ini bukanlah sesuatu yang “tidak diinginkan”. Bukan termasuk dalam kasus pelecehan seksual.

1. Buat Penyintas

Buat yang mengalami perlakuan seperti ini, tak usah segan melapor ke lembaga-lembaga yang menawarkan perlindungan terhadap korban pelecehan seksual. Selain ada pendampingan untuk mengurus laporan, ada juga pendampingan secara psikologis jika diperlukan.

2. Buat Pendamping

Jika mengenal orang yang mengalami kasus pelecehan seksual, tahan diri untuk tidak membuatnya makin tertekan. Bantulah ia dalam menghadapi masa-masa yang sulit baginya.

Penyintas yang cenderung dipersalahkan membuatnya malah tak bisa membuka diri alias bungkam. Sebab sama saja itu seperti hukuman tambahan orang yang sudah terhukum.

Membantu secara moril (dan spiritual), setidaknya akan mampu membuat penyintas lebih tegar. Mampu membuat keputusan yang lebih baik untuk hari-hari ke depannya. Secara psikis, hal ini membuatnya lebih nyaman dan ada yang melindungi (mendukungnya).

3. Buat Semua

Buat yang ‘masih aman’, jangan pernah membuka celah bagi pelaku melakukan pelecehan seksual. Secara tegas, lakukan ‘perlawanan. Misalnya dengan mengatakan, “Saya tidak nyaman, berhenti melakukan itu, saya akan laporkan ini, ...”

Buat semua, hargai setiap orang, sama seperti kita juga ingin dihargai. Jangan pernah melakukan pelecehan seksual kepada orang lain, meskipun itu bermotif sekadar candaan belaka.

Ingat adagium yang berlaku dalam dunia hukum, “Adanya kejahatan bermula dari timbulnya niat dan kesempatan.”  Waspadalah... waspadalah....

16 Juni 2021

Hendra Setiawan

*) Sumber bacaan:  halodoc,  sehatq,  klikdokter

**) Sebelumnya:  Mengatasi Porno Phising Tag di Facebook

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun