Mohon tunggu...
Helga Evlin Zendrato
Helga Evlin Zendrato Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pecinta Tinta

Berlarilah yang kuat, setidaknya tetap berjalan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen| Pewaris Kuasa

10 Januari 2020   00:00 Diperbarui: 24 Januari 2020   16:07 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Apa masalahnya? Kau terlalu berlagak sok..."

"Kalian tidak mengerti maksudku!" potongnya tegas dan penuh amarah.

Aku kasihan melihat nenek yang memegang kedua kepalanya. Air mata membasahi kulit wajahnya yang keriput tanpa polesan bedak sejak ditinggal kakek. Nenek mengungkapkan penyesalannya dengan diam yang berurai kesedihan di wajahnya. Ia tidak pernah merasakan pedih dengan luka-luka yang ditaburi garam oleh orang lain.

Kenyataannya, ia disembur garam oleh darahnya sendiri. Padahal, peninggalan-peninggalan tentang kebiasaan yang harus dilakukan sudah dijabarkan oleh kakek dalam buku-buku yang tidak pernah kusentuh tulisannya. Tidak ada sidik jari baru tercetak di sana, selain garis lintasan semut yang melaluinya.

Pertanyaan yang hanya dijawab oleh sejarah tentang dinasti yang tidak tercatat dalam buku pelajaran. Dinasti yang tercipta karena lantangnya bicara, banyaknya ternak, adanya laki-laki sebagai pengganti, dan tak kalah penting patung yang dimeriahkan oleh masyarakat kampung, gowe sang penanda. Garis inilah yang mengalir dalam darah sang kepala adat. Penghormatan yang selalu dipandang dengan pemberian rahang ternak berkaki empat.

Kewibawaan duduk di barisan depan dengan jajaran para pekerja yang berkantong tebal. Satu lagi tak kalah penting, 30-60 menit berbicara di hadapan umum. Kesempatan ini diperuntukkan untuk laki-laki sulung yang mewarisi garis dinasti tanpa putus. Untuk semua mata yang pandang orang-orang ini adalah sumber dana, perawakannya di atas rata-rata, namanya selalu dijunjung, dan patut diberi penghormatan.

Detil-detil yang umum inilah yang kukenal. Tidak ada perkenalan secara gamblang tentang teknisnya, samar-samar kata kaum tua lebih rumit. Aku merasakan sedikit tersiksa dengan pandanganku. Aku tak sangka bila ada garis yang menuliskan namaku di buku tersebut. Dinasti tanpa batas selagi ada laki-laki sebagai penerus. Akan tetapi, banyak dilema yang tidak tersingkapkan. Raut wajah tua yang berlinang air mata, kekacauan di dalam rumah, perdebatan dengan sesama saudara, dan gunjingan-gunjingan tentang ketidak sesuaian dari manakah semua berasal?

***

Lembaran-lembaran yang sudah menguning terletak di atas sebuah lemari, kuberanikan menyentuhnya. Sesekali aku menyembunyikan diri di sisi lain dari lemari. Aku menjijitkan kedua kakiku yang masih belum mencapai batas pemberhentian untuk bertumbuh. Jari tanganku berkali-kali menyenggol sisi buku tersebut.

Seketika keringat mengalir deras dalam pakaianku. Entah gerangan apa yang membuatku merasa gerah. Jejak yang berat mengayun perlahan menuju ke arahku. Mendadak niatku menciut tentang ingin tahu yang besar. Keremukkan tubuhku di samping lemari sembari menghanturkan doa agar tak bertemu dengan pupil yang mirip denganku.

Langkah itu semakin dekat hingga aku memburu udara agar tidak merasa sesak. Kurasakan sentuhan tangan besar singgah di atas kepalaku. Hanya teguk liurku yang jelas kudengar untuk saat ini. Wajahnya menggoreskan sebuah ketenangan. Ia dengan sengaja mencari keberadaanku untuk membantunya menyelesaikan pekerjaan dapur. Pertanyaannya sedikit membuat jantungku berdegup lebih kencang dari yang normal. "Kenapa adek di sini?" Aku tersenyum tak menjawab. Aku berjalan mengekor di balik tubuhnya yang kurus dan sedikit membungkuk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun