Mohon tunggu...
Helenyanuarti _
Helenyanuarti _ Mohon Tunggu... mahasiswa

hobi saya menonton drama china

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tantangan dan Strategi Ekonomi di Era Presiden Jokowi

8 Oktober 2025   03:15 Diperbarui: 8 Oktober 2025   03:37 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam masa pemerintahan Presiden Jokowi banyak sekali tantangan yang dihadapi, kebijakan pengurangan subsidi energi menjadi salah satu tantangan besar yang harus dihadapi. Kebijakan ini muncul karena beban anggaran negara terhadap subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan energi sudah terlalu besar. Namun, di sisi lain, kebijakan ini juga berdampapa terhadap masyarakat dan pelaku usaha, terutama Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). 

Pengurangan Subsidi Energi (2005-2014)

Pemerintah dihadapkan pada dilema dalam menjaga stabilitas fiskal sambil mempertahankan daya beli masyarakat. Menurut data tahun 2014, nilai subsidi bahan bakar mencapai angka yang sangat tinggi, sekitar 284,9 triliun rupiah. Angka ini memberikan tekanan besar pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sehingga penting untuk mengurangi subsidi bahan bakar agar ruang fiskal pemerintah dapat digunakan untuk pengembangan infrastruktur dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Namun, ketika harga bahan bakar naik, dampaknya tidak hanya dirasakan di sektor transportasi tetapi juga di banyak sektor ekonomi lainnya, terutama usaha kecil dan menengah (UKM) yang sangat bergantung pada energi untuk produksi. Banyak usaha terpaksa menaikkan harga, mengurangi produksi, dan mengalami penurunan keuntungan.

Kesejahteraan Pekerja(Tuntutan Kenaikan Gaji)

Kenaikan harga BBM juga berdampak pada industri dan pekerja. Laporan dari Malang, Sukabumi, dan Jakarta menunjukkan bahwa usaha skala kecil, seperti pengrajin, pengusaha konveksi, dan petani yang mengalami kenaikan biaya produksi Misalnya, biaya tabung LPG 12 kg telah meningkat sebesar 68%, yang secara signifikan meningkatkan biaya operasional. LPG merupakan sumber energi utama bagi banyak usaha kecil dan menengah, seperti katering, laundry, dan beberapa industri kerajinan. Kenaikan biaya operasional bertepatan dengan beban masalah kesejahteraan pekerja. Kenaikan harga bahan bakar dan energi sering kali disertai dengan tuntutan kenaikan upah, yang diharapkan dapat mengkompensasi kenaikan biaya hidup. Namun, perusahaan memiliki hak untuk menolak permintaan ini, karena biaya operasional mereka juga meningkat. Dalam lingkungan ini, merupakan hak prerogatif perusahaan untuk memberhentikan pekerja guna mengurangi biaya. Menurut Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2013), jumlah karyawan yang diberhentikan mencapai 10.545 orang. Angka ini meningkat dari tahun 2012, ketika 7.465 orang diberhentikan. Banyak pekerja yang di PHK berasal dari sektor UMKM, karena usaha kecil sangat sensitif terhadap kenaikan biaya energi. Ketika harga naik, seperti dalam kasus pencabutan subsidi, pekerja diperkirakan akan menuntut upah yang lebih tinggi.

Dengan penyesuaian harga akibat pengurangan subsidi, pekerja memiliki banyak alasan untuk menuntut kenaikan gaji. Menanggapi hal ini, Jokowi telah menetapkan dua kebijakan.

 1. Mengembangkan dan menerapkan formula penguatan upah minimum nasional secara berkala, setiap tahun, yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2015. Hal ini memastikan kenaikan gaji pekerja secara berkelanjutan dan mengurangi potensi konflik skala besar setiap tahunnya.

2. Meningkatkan program transfer perlindungan sosial, seperti program BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan untuk memberikan perlindungan kesehatan, perlindungan kecelakaan kerja, dan jaminan pensiun kepada pekerja. Hal ini diharapkan dapat mencegah pekerja hanya berfokus pada gaji dan jaminan pensiun. Keduanya diharapkan dapat bertahan dalam jangka panjang.

Pertumbuhan Kesempatan Kerja

Pertumbuhan Pekerjaan Salah satu tujuan utama pemerintahan Jokowi adalah membangun infrastruktur dan memberdayakan sektor riil. Kebijakan lain yang dirancangkan Jokowi juga mencakup pertumbuhan ekonomi. Namun, membangun infrastruktur tidak sama dengan pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Sektor formal mungkin telah tumbuh, tetapi semakin banyak orang bekerja di sektor informal, yang berupah rendah, tidak teratur, dan tidak menawarkan perlindungan sosial. Data BPS dari Indonesia Timur tentang ekonomi informal menunjukkan bahwa antara tahun 2014 dan 2019, kemiskinan menurun, tetapi sebagian besar pekerjaan baru yang diciptakan juga bersifat informal. Kualitas tenaga kerja yang dibutuhkan untuk bersaing di pasar kerja domestik dan regional setelah penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN merupakan isu penting di sektor ini. Dalam upayanya untuk meningkatkan kesempatan kerja, Jokowi telah memprioritaskan:

  • Pembangunan infrastruktur besar-besaran termasuk jalan tol, pelabuhan, dan transportasi umum (MRT, LRT, dan jalan tol Trans-Jawa) untuk menciptakan lapangan kerja, mengefisienkan logistik, dan mengurangi biaya distribusi.
  • Memberdayakan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) karena sektor ini menyerap lebih dari 90% tenaga kerja. Pemerintah menyediakan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) berbunga rendah untuk mendorong para pemilik usaha kecil memperluas usaha mereka dan menciptakan lapangan kerja.

Hal ini membantu pertumbuhan ekonomi menjadi lebih merata, tidak hanya di kota-kota besar.

Pembangunan Sektor Pertanian

Pertanian tetap menjadi penggerak utama perekonomian Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor ini mampu menyerap tenaga kerja, menjadi sumber pendapatan utama, dan menyerap pendapatan yang cukup signifikan bagi penduduk pedesaan. Di sisi lain, pertanian juga masih menghadapi banyak permasalahan, antara lain produktivitas pertanian yang rendah, keterbatasan akses teknologi, dan ketergantungan terhadap perubahan iklim. Lebih lanjut, pemerintah juga tengah mengupayakan aksi pertanian melalui program ketahanan pangan, subsidi, dan pembangunan infrastruktur irigasi. Meskipun telah terlaksana, ketentuan-ketentuan tersebut belum sepenuhnya membuahkan hasil, karena mayoritas petani masih menjalankan usahanya dalam skala kecil. Hal ini menghilangkan tantangan dalam memanfaatkan potensi pertanian untuk berkontribusi pada pengolahan industri pangan nasional. Hal ini juga disebabkan oleh petani skala kecil sebagai penggerak utamanya. Sebelum memprioritaskan petani skala kecil, beberapa upaya telah dilakukan oleh Presiden Jokowi, antara lain:

  • Rehabilitasi irigasi dan bendungan, agar produktivitas lahan meningkat.
  • Pemberian pupuk bersubsidi dan alat mesin pertanian (alsintan) untuk membantu petani kecil.
  • Program cetak sawah baru dan kedaulatan pangan nasional, supaya Indonesia tidak terus bergantung pada impor beras, jagung, dan kedelai.

Meskipun belum sepenuhnya sempurna, hal ini merupakan perpaduan antara pertanian skala kecil dengan pertanian skala besar.

Pengurangan Utang Luar Negeri (ULN)

Dalam rentang tahun 2005-2014, pemerintah melakukan segala upaya untuk menjaga rasio utang luar negeri yang stabil. Hal ini dicapai melalui kebijakan fiskal yang lebih hati-hati dan pertumbuhan pendapatan dalam negeri. Utang luar negeri sebagai persentase PDB menurun secara signifikan, dari hampir 47% pada tahun 2005 menjadi di bawah 30% pada tahun 2014. Hal ini menunjukkan pembiayaan pemerintah yang lebih efisien. Namun, di era globalisasi, utang luar negeri meningkat lagi, didorong oleh sektor pembangunan infrastruktur, yang mencakup penerbitan obligasi pemerintah. Oleh karena itu, pengelolaan utang yang lebih hati-hati sangat penting untuk menghindari kekacauan fiskal.

Jokowi memprioritaskan pembangunan infrastruktur, yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan berkelanjutan. Untuk membiayai pembangunan infrastruktur, pemerintah memprioritaskan:

  • Utang luar negeri konstruksi jangka panjang dengan suku bunga yang relatif rendah dan
  • Utang pajak dalam negeri yang relatif tinggi dengan pertumbuhan pajak dan investasi langsung asing (FDI).

Implikasinya, meskipun utang luar negeri dengan nilai absolut pengukuran fiskal utang luar negeri tetap berada dalam area stabil, di bawah 40% PDB, yang menunjukkan bahwa kapasitas ekonomi negara tetap berada pada level yang seimbang dengan pengeluaran untuk belanja sosial dan pembangunan.

Tantangan dan strategi Presiden Jokowi dapat diringkas dalam satu kalimat:

"Mengorbankan konsumsi untuk membangun produktivitas."

Ia dengan berani memangkas subsidi energi untuk membuka ruang bagi pembangunan masif.

Ia juga berupaya menjaga keseimbangan antara kesejahteraan pekerja, ketenagakerjaan, dan stabilitas fiskal.

Terlepas dari tantangan berat mulai dari inflasi dan globalisasi hingga utang dan kebijakan Jokowi telah menunjukkan tekad yang kuat untuk mewujudkan ekonomi Indonesia yang mandiri, efisien, dan berpihak pada rakyat kecil.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun